Dark/Light Mode

Saudi Turunkan Paket Hingga 30 Persen, Pemerintah Malah Usulkan Biaya Haji 2023 Rp 69 Juta, Kok Bisa?

Minggu, 22 Januari 2023 15:30 WIB
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief (Foto: Humas Kemenag)
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief (Foto: Humas Kemenag)

 Sebelumnya 
Kenapa Bipih Naik?

Kementerian Agama mengusulkan BPIH 2023 naik Rp 514.888,02  dibanding 2022.

Rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp 98.893.909,11. Sementara rerata BPIH 2022 ada di angka Rp 98.379.021,09.

Lantas, kenapa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah dalam usulan pemerintah justru naik?

Hilman menjelaskan, kenaikan itu terjadi karena adanya perubahan skema prosentase komponen Bipih dan nilai manfaat.

Dalam hal ini, pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.

Baca juga : Menag Usulkan Biaya Haji 2023 Rp 69 Juta, Ini Alasannya...

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," terang Hilman Latief di Jakarta, Sabtu (21/1).

Sejak 2010 hingga 2022, pemanfaatan dana nilai manfaat terus mengalami peningkatan.

Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp 4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp.30,05 juta.

Komposisi nilai manfaat pada 2010 hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019).

Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen.

Baca juga : Amankan Nataru, Pemerintah Jamin Pasokan Energi Wisata

"Kondisi ini sudah tidak normal. Harus disikapi dengan bijak," ujar Hilman.

Nilai manfaat, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karena itu, nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia. Termasuk, lebih dari 5 juta orang yang masih menunggu antrean berangkat.

Mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan.

"Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya, baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini. Sehingga, kesediaan nilai manfaat bisa lebih tinggi lagi," tambahnya.

Jika komposisi Bipih dan nilai manfaat  tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiayaan haji jangka panjang.

"Jika komposisi Bipih 41 persen dan nilai manfaat 59 persen dipertahankan, nilai manfaat cepat habis. Padahal, jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang, juga berhak atas nilai manfaat," beber Hilman.

Baca juga : Waka DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Cukai E-Liquid

Karena itu, dalam usulan yang disampaikan Menag saat Raker bersama Komisi VIII DPR, pemerintah mengubah skema menjadi Bipih 70 persen dan nilai manfaat 30 persen.

"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji. Sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegas Hilman.

"Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya. Semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin," tandasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.