Dark/Light Mode

Wawancara Eksklusif Rakyat Merdeka

Menkominfo “Bunuh” Ribuan Situs Judi Online Setiap Hari

Rabu, 26 Juli 2023 08:16 WIB
Menkominfo Budi Arie Setiadi (Foto: Khairizal Anwar/RM)
Menkominfo Budi Arie Setiadi (Foto: Khairizal Anwar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Budi Arie Setiadi sudah sepekan menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Yang dikerjakan di awal masa kerjanya, antara lain memberantas judi online, dan fokus bersih-bersih kasus korupsi proyek BTS (Base Transceiver Station), yang digarap Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo.

Kepada Rakyat Merdeka, Senin (24/7), Menkominfo menceritakan banyak hal. Antara lain tentang kasus korupsi BTS, judi online, kebocoran data sampai ide tentang Dewan Sosial Media. Berikut ini kutipan wawancaranya:

Bagaimana pengaruh kasus korupsi BTS kepada kondisi kerja di Kemkominfo? 

Bagaimana mengembalikan marwah agar situasi kerja di sini tetap kondusif. Proyek BTS ini strategis karena terkait dengan kepentingan rakyat dalam memperoleh akses konektivitas, baik seluler maupun internet. Ini hak rakyat yang penting. Karena itu, ketika diminta Presiden (bertugas sebagai Menkominfo), saya harus menyelesaikan BTS ini. Sementara masalah hukumnya, biarlah menjadi tugas aparat penegak hukum. 

Sebagai Menkominfo, tugas terkait ini adalah melakukan percepatan, perwujudan dan penyelesaian proyek BTS. Kita koordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk melakukan pendampingan, pengawalan dan penyelesaian proyek ini. Kita optimis dengan kerja Kejagung akan menuntaskan ini.

Apakah ada target, kapan proyek BTS akan diselesaikan tuntas?

Yang pasti, banyak sekali skema yang harus kita renegosiasikan. Saya akan mendatangi NOC (Network Operation Center), untuk mengetahui sinyal ini sudah sampai mana di seluruh Indonesia, terutama yang terkait program Bakti Kominfo. Nanti setelah itu saya juga akan cek ke lapangan, di antaranya NTB untuk memeriksa.

Korupsi kasus BTS termasuk yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Nilai korupsinya lebih dari Rp 8 triliun. Bagaimana cara menuntaskan proyek yang nilai korupnya begini besar?

Saya akan mengecek Mandalika, random sampling ya. Meskipun kita tahu, tantangan terberatnya ada di Nias, Mentawai, Maluku Utara, dan seterusnya. Tapi kita mulai dari NTB. Kita akan mengurusi data dengan kunjungan lapangan langsung. Proyek BTS ini upaya mewujudkan ekosistem digital melalui pembangunan infrastruktur digital. Dibanding negara di Asia Tenggara, sebetulnya, kecepatan internet kita masih kalah jauh. Malahan, dengan Thailad dan Vietnam saja kalah. 

Penetrasi seluler memang sudah mencapai 90 persen, sedangkan internet baru mencapai 7 persen. Berarti banyak yang belum bisa menggunakan akses internet. Tugas kita di Kominfo, bagaimana pengadaan BTS ini dicek. Terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar), menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk membangun BTS-nya.

Apakah Pemerintah akan memberikan jaminan, seluruh tower BTS dalam proyek ini bisa diselesaikan?

Kita diskusi dengan Kejagung, ini sebetulnya sudah kategori lost recovery. Tapi, bagaimana mengatasi agar kerugiannya tidak terlalu banyak. Nah, pembangunan BTS itu banyak laporan dari daerah-daerah, tower-nya tidak menyala. Saya bilang, yang pertama dibangun adalah tower-nya, lalu ditambahi teknologi BTS-nya. Setelah itu di-unlocked, atau difungsikan oleh jaringan operator seluler. Dari data yang masuk, memang banyak yang baru cangkangnya saja. Ada yang sudah masuk teknologinya. Ada juga yang belum di-unlocked. Jadi, belum terkoneksi dengan operator.

Baca juga : Konsep Dokter Keluarga Untuk Jaga Kesehatan Masyarakat

Misalnya, ada tower. Lalu sudah ada alat-alatnya. Tapi kalau belum diaktifkan (di-unlocked) ya, berarti BTS itu tidak berfungsi. Untuk melakukan unlocked, perlu agreement, kontrak dengan operator seluler. Perlu SLA (Service Level Agreement). Itu semua akan kita review dengan Kejagung. Kejaksaan akan membantu secara hukum. Kita minta pendampingan, terutama menyangkut pasal-pasal aturan hukum. Kita nggak mau ada masalah. Kita ingin bisnis atau industri teknologi tumbuh, tapi jangan sampai menjadi beban rakyat. 

Tentang kebocoran data. Banyak yang masyarakat yang merasa data pribadinya bocor, sehingga mendapatkan kiriman SMS atau text yang berisi penipuan dan sebagainya. Bagaimana Kominfo mengatasi ini?

Saya tanya ya, siapa saja lembaga yang mengumpulkan data? Dukcapil, perbankan, lembaga keuangan, operator seluler, rumah sakit, sekolah, dan seterusnya. Bahkan, kita mau bikin kartu kredit, daftar media sosial pun memasukkan data kita. Nah, kalau disebut ada kebocoran data, maka data yang mana?

Handphone kita nih, sering diganggu iklan-iklan promosi. Nah, itu mungkin saja datanya dari operator seluler yang bocor. Satu operator punya 80 juta pelanggan, bisa saja dijual ke telemarketing. Data bocor. Nah, itu saya imbau ke operator seluler, juga ke semua lembaga pengumpul data, tolonglah dijaga datanya. Jangan sampai ada yang sengaja mengkomersialkan. Data itu berharga.

Kalau sekedar diimbau tanpa sanksi, belum tentu dipatuhi ya?

Regulasinya akan kita dalami. Kita akan kerja sama dengan banyak lembaga. Jangan sampai bocor. Dan kalau bocor, itu perlu dilihat bocornya darimana. Kita juga akan evaluasi dan sinkronisas. Semua lembaga-lembaga yang mengumpulkan data ini juga harus tanggung jawab terhadap datanya. Jangan sampai disalahgunakan.

Selama ini apakah sudah ada semacam aturan perlindungan data, atau aturan untuk lembaga yang berwenang mengumpulkan data?

Sekarang gini. Anda sadar nggak bahwa semua data yang masuk itu, kaitannya dengan semua aktivitas kita. Mau bikin email saja, kita kasih data.

Makanya, kalau disebut bocor, ya bocornya di mana. Kita akan lihat dan melakukan koordinasi, sinkronisasi dengan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan mengumpulkan data. Agar jangan sampai digunakan yang tidak semestinya. Orang bilang ada kebocoran data Dukcapil. Padahal belum tentu itu kekeliruannya Dukcapil. Lembaga yang mengumpulkan data itu banyak. Undang-Undang tentang perlindungan data pribadi saat ini masih digodok.

Apakah Pak Menteri pernah menerima SMS atau WhatsApp yang isinya promo online atau hal-hal seperti itu?

Pernah. Promo, jualan online. Nah, siapa ini yang bocorin? Semua pasti pernah merasakan. Pesan pentingnya, jangan sampai data dipakai tidak semestinya. Makanya, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi harus dipercepat. 

Bagaimana dengan penipuan-penipuan online yang marak belakangan ini. Melalui kiriman link atau tautan link ke WhatsApp kita. Jika diklik, maka tabungan bisa terkuras. Mengatasinya bagaimana?

Baca juga : Gara-gara Konflik Rusia Ukraina, Jepang Aktifkan Alarm Perang

Nah, ini lain lagi. Macam-macam tuh cara orang menipu ya. Makin canggih pula. Ini memang dampak gila dari kemajuan teknologi yang luar biasa. Kita pun harus atur ini. Kemajuan digital harus sebanding dengan literasi kepada masyarakat. Penting. Jangan sampai kemajuan digital dipakai untuk menipu banyak orang. Teknologi membuat orang makin pinter, tapi yang menipu juga banyak. Nah, kita ingin cari cara, bagaimana menghilangkan ekses negatifnya. 

Apakah ada semacam posko atau layanan pengaduan untuk ini?

Ada. Di sini sudah ada dan sudah dibentuk layanan untuk pengaduan masyarakat. Untuk nomor-nomor yang sering menipu, nanti bisa dicek operator seluler agar diidentifikasi. Karena, untuk mendapatkan nomor seluler, harus ada KTP dan data lainnya.

Tentang perjudian online, bagaimana cara memberantasnya?

Ini pekerjaan berat. Situs-situs seperti itu bisa on off terus menerus. Misalnya, saat pertandingan, dia bisa on. Lalu, dimatikan. Bisa hidup lagi. Yang jelas, kita mematuhi perintah Presiden. Kita akan tindak tegas judi online. Blokir, tutup. Mereka buka, kita blokir, tutup. Begitu seterusnya. Sehari bisa dua ribuan situs judi online kita tutup, blokir.

Pekerjaan memblokir ini apakah tergolong cukup mudah ya?

Mudah, tapi tak bisa sembarangan. Jangan sampai salah blokir, nanti kita dituntut. Dianggap tidak demokratis. Saat ini, Indonesia termasuk negara yang paling banyak men-take down situs judi online. Ini langkah strategis yang harus dilakukan bersama-sama. Yang juga penting adalah langkah antisipatif.

Selama seminggu menjabat Menteri Kominfo, sudah berapa ribu situs judi online yang diblokir?

Yang terkait judi, sudah kita tutup 33 ribu situs. 

Untuk menutup situs judi online, apakah perlu orang-orang dengan keahlian khusus?

Orang-orang di Kominfo ini paham kok, bagaimana caranya menutup atau memblokir. Yang 33 ribu situs itu sudah tidak tumbuh lagi. Ini bukan seperti membunuh nyamuk ya. Bunuh sini, lalu muncul lagi di sana. Link itu kita bunuh dengan kekuatan penuh. Kalau kita tahu dalangnya, ya kita langsung lapor ke penegak hukum. Judi online ini kecanggihan baru. Dan judi itu seusia peradaban manusia. Jadi, penting untuk terus kita perangi. 

Bagaimana dengan pinjol ilegal? Belakangan banyak juga masyarakat yang jadi korban. Bagaimana peran Kominfo agar masyarakat tidak tertipu dan situs pinjol-nya juga ditutup?

Baca juga : Indonesia-India Makin Lengket

Kita koordinasi dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk mengidentifikasi mana saja situs pinjol ilegal yang menipu masyarakat, akan kita tutup. Minggu depan, kami koordinasi dengan OJK dan Polri untuk eksekusi terkait ini. Banyak penipuan, kasian masyarakat. 

Mendekati Pemilu, kelihatannya penyebaran hoaks bakal marak lagi. Apa saja langkah Kominfo mencegah ini?

Kita harusnya membangun narasi pemilu damai. Demokrasi kita harusnya makin baik kualitasnya. Jangan sampai seperti pemilu yang lalu. Kebebasan berpendapat, dan berekspresi haru dijaga. Jangan sampai ujaran kebencian, fitnah merajalela. Masyarakat harus bisa mengeluarkan pendapat tanpa rasa takut. Beda pendapat boleh, tapi janganlah caci maki dan fitnah. Itu bisa menimbulkan destruksi sosial.

Bagaimana mekanisme kerja Kominfo untuk mengawasi semua platform media sosial? Jika ada aroma kebencian bagaimana cara menindaknya?

Ada ide dari Menko Polhukam tentang Dewan Pengawas medsos, tapi dikritik. Dianggapnya ini ide otoriter. Padahal, ini idenya seperti Dewan Pers. Saat ada kasus atau aduan pers, kan dimediasi oleh Dewan Pers. Nah, yang ini kalau ada kasus di media sosial, diselesaikan atau dimediasi di Dewan Sosial Media. Justru kita tidak mau membunuh demokrasi. Nanti anggota Dewan Sosial Media, isinya juga beragam. Seperti Dewan Pers, kan isinya bukan hanya kalangan pers, tapi juga ada dari akademisi, masyarakat, dan seterusnya.

Ide ini sudah digodok sampai mana?

Belum. Baru tahap usulan. Saya tidak bilang bahwa Dewan Medsos ini sama dengan Dewan Pers. Tapi, model kerjanya kira-kira mirip. Jadi, kalau ada orang yang merasa keberatan dengan berita, ngadunya kan ke Dewan Pers. Nah, saya berpikir begitu tentang Dewan Medsos. Kita kan tidak mau Medsos isinya hujatan, fitnah dan ujaran kebencian.

Menurut Pak Menteri, kondisi media sosial kita sekarang bagaimana ya?

Sudah sampai di satu titik, masyarakat saat ini mengetahui dampak baik dan buruknya. Banyak yang sudah bisa mengontrol diri. Medsos sudah mulai dewasa, tahu tempat. Dan sudah banyak yang memahami, semangat menjaga demokrasi. Jangan sampai ruang publik isinya sampah.

Terakhir, tentang Publisher Right bagaimana? 

Sudah saya tanda tangani dan dikirimkan ke Presiden. Ini kan usulannya datang dari teman-teman media. Tinggal menunggu penerbitan Perpres. (Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Firsty Hestyarini, Sarif Hidayat, Khoirul Umam)

Wawancara ini juga dapat disaksikan di YouTube Rakyat Merdeka TV.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.