Dark/Light Mode

Setelah JK, Sekarang Paloh, Luhut dan Agum

Orang-orang Hebat Menolak Perppu KPK

Kamis, 3 Oktober 2019 11:23 WIB
(Dari kiri ke kanan) Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Anngota Watimpres Agum Gumelar. (Foto: Istimewa).
(Dari kiri ke kanan) Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Anngota Watimpres Agum Gumelar. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Penolakan terhadap Perppu KPK terus digaungkan para tokoh hebat negeri ini. Setelah Wapres Jusuf Kalla, kemarin, secara serentak disuarakan oleh Ketum Nasdem, Surya Paloh, Menko Kemaritiman, Luhut Pandjaitan dan Anggota Wantimpres Agum Gumelar.

Paloh sampai khawatir, penerbitan Perppu KPK dipolitisir. Salah-salah, Presiden bisa dimakzulkan. Paloh mengungkapkan, wacana penerbitan Perppu KPK itu sempat dibahas dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dengan lima ketum Parpol, di Istana Bogor, akhir pekan lalu. 

Dalam pertemuan itu, dia melihat tanda-tanda Jokowi belum kepikiran bakal menerbitkan Perppu. Sikap Jokowi itu sama dengan parpol-parpol pengusungnya.

 “Untuk sementara, enggak ada. Belum terpikirkan mengeluarkan Perppu. Jadi, yang jelas presiden bersama seluruh partai-partai pengusungnya mempunyai satu bahasa yang sama,” ujar Paloh, di Gedung DPR, kemarin. 

Menurut Paloh, para ketum parpol koalisi khawatir, penerbitan Perppu justru bakal mendatangkan masalah bagi Jokowi. Soalnya, saat ini proses judicial review (JR) tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Gugatan JR alias uji materil UU KPK itu diajukan 18 mahasiswa, dengan kuasa Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Sidang perdana gugatan itu telah dilaksanakan pada Senin 30 September 2019. 

Baca juga : Inter Menang Telak, Lukaku Langsung Cetak Gol

“Saya kira, masalahnya sudah di MK. Kenapa kita harus keluarkan Perppu? Salah lho. Ini kan sudah masuk ke ranah hukum, ranah yudisial namanya,” tutur Paloh. 
Jika dalam situasi ini Presiden didesak mengeluarkan Perppu, Paloh menilai, kebijakan itu rentan politisir. Gara-gara itu, Presiden bisa dimakzulkan.  

“Salah-salah presiden bisa di-impeach karena itu. Salah-salah lho. Ini harus ditanya ahli hukum tata negara,” wanti-wanti dia. 

Karena itu, dia meminta semua pihak menunggu proses persidangan yang tengah bergulir di MK. Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan hal serupa.
Kata dia, karena UU KPK sedang dalam proses JR di MK, maka penerbitan Perppu sudah tidak bisa. “Nggak bisa lagi terbitkan Perppu. Karena sudah ditangani yudikatif dan diproses judicial review,” ujar Luhut, di Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, kemarin. 

Dalam ketentuan bernegara, Luhut memandang Presiden tak lagi boleh mencampuri proses tersebut. Eks Menkumham, Yasonna Laoly, juga bersikukuh meminta Presiden tidak menerbitkan Perppu KPK. 

“Sebaiknya jangan!” tegas politisi yang kini menjadi anggota DPR ini, di Gedung DPR, kemarin. Yasonna menegaskan, revisi UU KPK bertujuan untuk memperbaiki komisi pimpinan Agus Rahardjo cs. Revisi itu sudah tepat. 

Dia pun meminta masyarakat melihat kinerja KPK setelah UU hasil revisi ini diketok. Jangan dulu ada prasangka buruk. Tak perlu demo. Untuk yang tak puas, silakan tempuh jalur konstitusional, mengajukan uji materi ke MK.

Baca juga : Puan Atau Prananda, Siapa Co-Pilot Mega?

 “Belum dijalankan kok sudah suudzon. Mari kita didik bangsa ini untuk konsisten dalam melaksanakan konstitusi. Jangan membudayakan nekan-nekan. Sudahlah. Kita atur secara konstitusional saja,” tegasnya. 

Yasonna mengingatkan, kewenangan menerbitkan Perppu memang ada di Jokowi. Namun, setelah diterbitkan, Perppu juga akan dibahas bersamasama DPR. 
Anggota Wantimpres, Agum Gumelar, ikut berkomentar. Kata dia, di tengah polemik UU KPK, pesan yang muncul adalah Indonesia membutuhkan KPK. Agum sepakat. 

Tapi, yang dibutuhkan adalah KPK yang kredibel dan tidak terkontaminasi kepentingan politik. “Kita butuh KPK yang betul-betul kredibel. 
Bukan KPK yang menurut berita, sudah terkontaminasi kepentingan politik,” ujar Agum, usai peluncuran buku ‘Indonesia Emas Yang Maju, Berdaya Saing, Adil, dan Sejahtera’, di Hotel Pullman Jakarta, kemarin. 

Agum mengingatkan, KPK juga harus dijaga agar tak kebablasan. Dia khawatir, jika tidak dijaga, KPK bakal seperti operasi penembakan misterius alias Petrus yang marak di era 80-an. 
Eks Gubernur Lemhanas menceritakan, awanya, Petrus menyasar orang yang memiliki data kejahatan. Namun, dalam perkembangannya, dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis. “Petrus, (awalnya) orang yang didor data kejahatan dan track record-nya jelas. 

Tapi, lama-lama Petrus disalahgunakan (untuk) persaingan bisnis, (atas dasar) ketidaksukaan. Nah, kita cegah jangan demikian di KPK,” tegas eks Danjen Kopassus itu. 
Agum pun mengingatkan KPK agar berhati-hati sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Data atau informasi yang KPK terima harus dipastikan betul-betul akurat. “Ini menyangkut nasib orang,” tutup Agum. 

Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) juga menyarankan masyarakat yang menolak UU KPK hasil revisi mengajukan uji materi ke MK. Bukan meminta Perppu. 

Baca juga : Ketua KPSN: Semua Calon Ketum PSSI Hebat dan Berpengalaman

“Cara satusatunya judicial review,” ujar Ketua Iluni UI, Andre Rahadian, di Gedung Rektorat UI Salemba, kemarin. “Sekarang bukan bagian menolak atau menerima. Itu sudah menjadi Undang-Undang. 

Akan aneh kalau kita sebagai alumni UI bilang menerima atau menolak, tanpa tahu kondisi sebenarnya. Kondisi sebenarnya, kita harus jelasin juga,” imbuhnya. Lagipula, menurut Andre, opsi penerbitan Perppu lebih lama ketimbang proses di MK.

Soalnya, Perppu tidak bisa berlaku selamanya. Setelah diterbitkan, Perppu juga harus melewati proses di DPR.

 “Kita belum jelas soal kepastian di DPR, posisinya gimana. Yang kita tahu sekarang posisi DPR kemarin, Undang-Undangnya seperti ini. Kalau judicial review kan pihak ketiga yang menentukan, Mahkamah Konstitusi,” jelas Andre.  [OKT]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.