Dark/Light Mode

Menteri Siti: Indonesia Jadi Contoh Dunia Dalam REDD+ Dan RBP Emisi Karbon

Kamis, 22 Februari 2024 07:45 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya/Ist
Menteri LHK Siti Nurbaya/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan pesan pada pertemuan nasional Result Based Payment (RBP) REDD+ yang dilaksanakan di Jakarta, Rabu (21/02/2024) oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian LHK. 

Pada kesempatan itu, Siti menegaskan harapan untuk optimalisasi pemanfaatan RBP REDD+ yang disampaikan di hadapan Gubernur dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemda serta mitra terkait mekanisme kerja RBP. 

“Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam forum global terkait implementasi REDD+ karena salah satu negara berkembang terbesar yang masih memiliki hutan alam tropis yang cukup luas, sekaligus memiliki potensi ancaman deforestasi yang cukup tinggi,” ujar Siti dalam arahannya.

Berbagai inisiatif dan kemitraan global telah diupayakan oleh Indonesia dalam konteks implementasi REDD+, baik di tingkat nasional maupun forum internasional. 

Dalam forum internasional, terutama di kawasan Asia Pasifik, Indonesia merupakan salah satu negara pelopor yang aktif menyuarakan agar negara-negara maju menunaikan kewajibannya membantu negara berkembang untuk mempertahankan hutan alam yang masih tersisa melalui insentif positif program REDD+.

Baca juga : Keren, 5 Film Terbaik Indonesia Diputar di Clermont-Ferrand Film Festival Prancis

Insentif positif dari program REDD+ merupakan salah satu peluang pendanaan global yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian target NDC melalui perbaikan tata kelola lingkungan dan kehutanan. 

Insentif positif program REDD+ diberikan melalui mekanisme Result Based Payment (RBP) atau Pembayaran Berbasis Kinerja/Hasil. 

“Artinya, kita harus dapat menunjukkan bukti kinerja pengurangan emisi GRK terlebih dahulu dengan memenuhi segala persyaratannya untuk memperoleh insentif positif dari program REDD+ yang dijalankan,” ujar Siti.  

RBP juga merupakan salah satu skema dalam Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022.

Dalam skema RBP, Indonesia telah memperoleh insentif positif dari Green Climate Fund (GCF) sebesar 103,8 juta dolar AS, untuk kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU periode 2014-2016 sebanyak 20,25 juta ton CO2equivalen, atau kita menyebutnya sebagai Performance-Based Payment (PBP).

Baca juga : Dubes Norwegia Rut Kruger Giverin Puji Capaian Indonesia Kurangi Emisi Karbon

Indonesia Terima  RBC 56 Juta Dolar AS

Selain itu, melalui Indonesia-Norway Partnership, Indonesia juga sudah menerima Result Base Contribution (RBC) identik dengan RBP, sebesar  56 juta dolar AS untuk pengurangan emisi pada tahun 2016-2017. Kemudian 100 juta dolar AS untuk pengurangan emisi sebesar 2017-2018 dan 2018-2019. Dan saat ini juga sudah mulai dibahas untuk RBC kinerja penurunan emisi tahun 2020-2021. 

Begitu pula melalui FCPF-Carbon Fund Kalimantan Timur, Indonesia akan menerima RBP sebesar total 110 Juta dolar AS dari pengurangan emisi sebesar 22 juta Ton CO2e pada tahun 2019-2020 walaupun baru dibayarkan 20,9 juta dolar AS, dan Provinsi Jambi sedang disiapkan untuk dapat menerima RBP sebesar 70 juta dolar AS.

“Seluruh insentif yang disebutkan tadi dilaksanakan melalui mekanisme RBP. Tidak ada perpindahan kepemilikan unit karbon,” ungkap Siti. 

Lebih lanjut Siti mengatakan, salah satu syarat ketika negara atau entitas menerima RBP, yakni dengan menyusun Investment Plan, atau dalam konteks project REDD+ disebut sebagai Benefit Sharing Plan. Jadi harus disusun rencana kegiatan dari dana yang akan diterima. 

Baca juga : Prabowo: Indonesia Bangsa Terhormat, Bukan Bangsa Kacung

Ditegaskan juga oleh Siti, untuk optimalisasi pemanfaatan dan proses yang tepat memenuhi governance atau tata kelola. 

Pada pertemuan tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan sejumlah kebijakan yang telah dilakukan pemerintah pusat. Antara lain  melalui climate budget tagging, sukuk hijau, pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), hingga berbagai pendanaan multilateral seperti Global Environment Facility (GEF). 

Dia  berharap, pemerintah daerah juga memiliki ownership dan komitmen yang sama kuatnya melalui climate budget tagging di level regional.

Pertemuan ini dihadiri Pejabat Tinggi Madya dan Pratama K/L terkait, Kepala BPDLH, mitra kerja KLHK, peneliti/pemerhati perubahan iklim, dan lembaga perantara. Dari Pemerintah Daerah turut hadir Gubernur Jambi,  Pj Gubernur Aceh, perwakilan Gubernur Kalimantan Timur, perwakilan Gubernur Papua, para Kepala Dinas yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kepala BAPPEDA dari 38 provinsi di Indonesia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.