Dark/Light Mode

TEKTON: Teknologi Elektro-Fenton Menuju Indonesia Hijau 2060

Senin, 22 April 2024 12:09 WIB
Ilustrasi sederhana dari teknologi elektro Fenton (Sumber: Nair et al., 2021)
Ilustrasi sederhana dari teknologi elektro Fenton (Sumber: Nair et al., 2021)

Penyelamatan dan perlindungan lingkungan merupakan salah satu prioritas utama di seluruh dunia, dengan penekanan yang semakin dalam terhadap keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem di Bumi. Perkembangan pesat dalam industri telah memberikan dampak besar terhadap peradaban manusia, namun dengan perkembangan tersebut juga datang perubahan signifikan dalam lingkungan kita. Salah satu isu utama yang muncul adalah masalah pencemaran air limbah, terutama yang dihasilkan oleh produk-produk yang mengandung zat pencemar. Seringkali limbah-limbah yang berasal dari proses industri dibuang langsung ke ekosistem perairan tanpa pengolahan lebih lanjut. Tindakan semacam ini memiliki konsekuensi serius terhadap ekosistem perairan, dengan dampak yang merugikan pada biota akuatik. Semua tantangan ini menjadi bagian dari agenda global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama terkait dengan air bersih dan sanitasi yang layak pada poin keenam. 

Limbah dari aktivitas industri yang dibuang ke alam dan jumlahnya tidak terkendali menjadikan perubahan terhadap ekosistem dan berdampak buruk bagi kesahatan manusia, tumbuhan, maupun hewan (Ouyang et al., 2023; S. Shinde et al., 2022; S. B. Shinde et al., 2023; Y. Zhao et al., 2022). Senyawa-senyawa yang berbahaya dan masuk ke dalam lingkungan menjadi penyebab bagi polusi yang ada (Dong et al., 2023; Z. Wang et al., 2022). Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh dunia saat ini adalah degradasi lingkungan akibat polusi yang dihasilkan dari kegiatan manusia (Y. Han et al., 2023; Nasri et al., 2021; D. Xu et al., 2022; X. Xu et al., 2021). 

Pencemaran merupakan salah satu hal yang menjadi penyebab rusaknya ekosistem di bumi. Pencemaran merupakan fenomena masuknya zat-zat pencemar (polutan) ke dalam lingkungan dan bersifat toksik terhadap lingkungan (Kumari & Kumar, 2023). Macam-macam polutan yang paling umum ditemukan di lingkungan yang tercemar adalah polutan organik dan anorganik, dan aktivitas antropogenik maupun alami yang melepaskan polutan tersebut ke lingkungan (Devre et al., 2023; Selvam et al., 2022; Tian et al., 2022). Contoh dari senyawa organik yang menjadi polutan adalah pertisida, klorofenol, senyawa fenolik, senyawa pewarna nitro, dan senyawa organologam poliaromatik. Sementara itu, ion-ion yang beracun seperti kromium (Cr), timbal (Pb), arsenik (Ar), dan air raksa (Hg) adalah contoh dari polutan anorganik (Shamshirgaran et al., 2022; S. Yadav et al., 2022). Dalam aktivitas manusia sehari-hari, air limbah yang berasal dari proses produksi di industri merupakan penyebab utama dari pencemaran lingkungan (Ren et al., 2017; A. Yadav et al., 2019). Polutan anorganik memiliki sifat persisten dan mampu menimbulkan efek genotoksik, teratogenik, karsinogenik, dan mutagenik meskipun digunakan dalam konsentrasi yang rendah (Saxena et al., 2020). Sementara itu, polutan organik dihasilkan dari aktivitas manusia dan sering digunakan sebagai bahan tambahan, intermediates, bahan bakar, dan pelarut bagi industri (X. Wang et al., 2023). Contoh barang yang mengandung senyawa organik berbahaya adalah cat, perekat, bahan bakar, dan plastik (Crini & Lichtfouse, 2019; Y. Wang et al., 2023).

Baca juga : Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Pemuda Ansor Menuju Indonesia Emas 2045

Salah satu ancaman serius yang sedang dihadapi manusia adalah pencemaran air yang didefinisikan sebagai turunnya kualitas air akibat pelepasan zat beracun secara langsung yang berasal dari industri atau sumber lain tanpa adanya pengolahan (Saravanan et al., 2022; Zhizhou et al., 2022). Pencemaran air melalui bahan kimia dari tanah dan berimbas pada perairan domestik dapat menjadi pemicu rusaknya ekosistem perairan (Wan & Wang, 2021; Xia et al., 2017). Agen yang menyebabkan kontaminasi ini dapat bersifat fisik, kimiawi, maupun biologis. Agen tersebut dapat diklasifikasikan sebagai polutan biodegradable yang menyebabkan efek jangka pendek dan polutan non-biodegradable seperti logam berat, plastik, dan bahan kimia lain yang dapat menimbulkan efek jangka panjang dengan efek toksik yang ditingalkan ke lingkungan (Kasonga et al., 2021; Kibambe et al., 2020; Rahman et al., 2021).

Air limbah merupakan kombinasi dari berbagai bahan kimia berbahaya yang bersifat toksik. Dampak yang ditimbulkan pada lingkungan ekosistem perairannya tercemar air limbah adalah terpaparnya habitat dari makhluk hidup di darat maupun di laut termasuk manusia akan terkena dampak dari air limbah yang tidak dikelola dengan baik (Novotna et al., 2019; Pivokonský et al., 2020; Y. Zhang et al., 2020). Maka diperlukan teknologi-teknologi yang secara efisiensi dapat menjadi solusi dari tantangan dunia yang ada. Teknologi yang digunakan tentunya harus dapat diaplikasikan dan digunakan di lapangan setelah mengalami proses pengujian dalam skala laboratorium. 

Teknologi yang digunakan dalam pengolahan air dan limbah cair dapat dikategorikan menjadi teknologi pemisahan dan teknologi degradasi. Teknologi pemisahan menggunakan konsep pemindahan polutan dari fase cair ke fase lain, biasanya ke fase padat supaya lebih mudah dilakukan. Contoh dari teknologi pemisahan adalah adsorpsi yang mencari metode terbaik dalam memisahkan polutan yang terdapat di dalam air. Teknologi degradasi pada saat yang sama, digunakan untuk mendegradasi polutan (khususnya polutan dari senyawa organik) hingga mencaapi kondisi netral. Semua proses oksidasi lanjutan (Advanced Oxidation Processes atau AOP) dan biodegradasi merupakan contoh terbaik dari teknologi ini (Nidheesh et al., 2021). Proses AOP dapat digunakan dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan karena dapat menjadi penghubung antara proses fisiokimia dan biologi konvensional sehingga dapat digunakan secara luas (Kumari & Kumar, 2023). 

Baca juga : Sestama: BNPT Bisa Berperan Penting Untuk Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045

Proses oksidasi tingkat lanjut atau yang dikenal dengan Advanced Oxidation Processes (AOPs) pertama kali dikembangkan oleh Glaze dkk. untuk mengolah air limbah pada tahun 1987 dan didasarkan pada pembentukan oksidan kuat seperti radikal hidroksil (•OH) pada suhu dan tekanan kamar. Proses ini dilakukan untuk mendegradasi polutan dari senyawa organik dan polutan non-biodegradable (Khan et al., 2020). Proses ini melibatkan pelepasan oksigen reaktif untuk mendegradasi polutan organik dengan tujuan untuk menetralisasi polutan secara menyeluruh dengan hasil berupa produk yang tidak berbahaya lagi bagi lingkungan. Oksigen reaktif yang dilepaskan dari AOP merupakan radikal bebas yang memiliki setidaknya satu elektron bebas yang tidak berpasangan dan bertanggung jawab untuk proses oksidasi. Beberapa contoh dari radikal bebas yang bertanggung jawab di dalam proses ini adalah radikal anion superoksida, radikal peroksil, radikal hidroksil, ion peroksida, oksigen singlet, ion hidroksida, radikal sulfat, dan radikal karbonat (Kumari & Kumar, 2023).

Dalam perkembangan teknologi AOP, elektro Fenton berawal dari teknologi Fenton yang digunakan dalam pengolahan limbah cair melalui proses Fenton secara tradisional. Proses Fenton merupakan salah satu jenis teknologi AOP yang mana teknologi ini ditemukan oleh Fenton pada tahun 1894 dan termasuk teknologi yang paling lama digunakan (Kumari & Kumar, 2023). Tetapi, semakin berkembangnya teknologi maka proses Fenton mengalami modifikasi dengan proses elektrokimia sehingga dikenal dengan proses elektro Fenton yang mampu mendegradasi polutan organik dengan menghasilkan H2O2 pada katoda dan bereaksi dengan penambahan Fe2+ untuk membentuk radikal hidroksil penguat (•OH) (H. Zhao et al., 2023).

Dalam prosesnya mengolah limbah cair, elektro Fenton mampu membersihkan surfaktan dengan efisiensi removal mencapai 100% (Badmus et al., 2021). Dalam mengolah limbah cair jenis lain tentunya diperlukan adanya modifikasi pada katoda sistem elektro Fenton dengan menambahkan N-doping. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi removal sebesar 8,72%-11,64% lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan katoda jenis lain (H. Zhao et al., 2023). Sehingga dapat mewujudkan Indonesia Hijau 2060 di masa depan. Terima kasih

Baca juga : KOI Terus Support Atlet Menuju Olimpiade Paris 2024

Reaksi kimia pada proses elektro Fenton (Kumari & Kumar, 2023)

Risqi Prastianto Setiawan
Risqi Prastianto Setiawan
Risqi Prastianto Setiawan

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.