Dark/Light Mode

Terinspirasi Indonesia, Airlangga Sebut Amerika Ikut Kritik Kebijakan EUDR

Kamis, 25 April 2024 09:16 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Humas Kemenko Perekonomian)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Humas Kemenko Perekonomian)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menko Perekonomian Airlangga mengatakan langkah Indonesia meminta Uni Eropa untuk menunda kebijakan EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) telah diikuti banyak negara lain, termasuk Amerika Serikat. 

Kata Airlangga, baik partai Republik maupun Demokrat di Amerika telah menyoroti kebijakan EUDR yang dianggap tidak adil. “Amerika bipartisan menentang EUDR, mendukung apa yang kami perjuangkan," kata Airlangga, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (24/4/2024). 

Istilah "bipartisan" di Amerika mengacu pada keputusan kedua partai politik utama—Partai Demokrat dan Partai Republik—bekerja sama untuk mencapai kesepakatan atau mendukung suatu kebijakan.

Airlangga mengungkapkan tak hanya Amerika, banyak negara telah mengikuti langkah Indonesia untuk menolak kebijakan EUDR. EUDR adalah aturan dari UE yang mengharuskan uji tuntas terhadap produk-produk perkebunan dan kehutanan. Tujuannya untuk melindungi hutan dan meningkatkan keberlanjutan. 

Baca juga : Indonesia Minta Dewan Keamanan PBB Segera Bertindak

Namun, kebijakan mendapat penolakan dari berbagi negara khususnya Indonesia dan Malaysia. yang melihatnya sebagai ancaman bagi komoditas penting seperti kelapa sawit, kakao, kopi, karet, dan produk kayu.

Indonesia terdepan dalam penolakan ini. Menko Airlangga tidak menyampaikan kekecewaannya saat berbicara di hadapan para perwakilan dari organisasi masyarakat sipil dan non-pemerintah di Brussel, Belgia, Mei tahun lalu. 

"Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan sektor perkebunan dan kehutanan kami," kata Airlangga saat itu. 

Tidak ingin hanya berdiam diri, Indonesia dan Malaysia segera mengambil langkah strategis dengan membentuk sebuah Gugus Tugas Ad Hoc bersama UE untuk mengatasi masalah pelaksanaan EUDR ini. Tujuannya adalah untuk mencari solusi dan kesepakatan yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.

Baca juga : Paviliun Indonesia Sapa Pengunjung Specialty Coffee Expo Di Amerika Serikat

Airlangga juga mengungkapkan ada dukungan yang luas terhadap penolakan ini, bahkan dari Amerika Serikat. Kebijakan ini juga telah menarik perhatian dari beberapa negara lain seperti India dan Brazil serta mendapat sorotan dari media besar seperti New York Times dan Financial Times.

Mereka menyoroti potensi masalah yang bisa ditimbulkan oleh EUDR, mulai dari pengaruhnya terhadap rantai pasokan yang berkelanjutan, harga, pilihan konsumen, hingga dampak langsung bagi petani dan negara-negara pengekspor.

Keberatan serupa terlihat dalam pertemuan terbaru Dewan Agriculture Fisheries Council Configuration (AGRIFISH), dimana 20 dari 27 Menteri Pertanian UE menyuarakan dukungan untuk penundaan implementasi EUDR.

Dalam sebuah langkah yang mencerminkan kekhawatiran yang sama, Copa Cogeca, asosiasi pertanian terkemuka di UE, juga telah menyampaikan saran agar implementasi kebijakan EUDR ditunda. Alasan utamanya adalah waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan kerangka kerja yang lebih memadai belum siap untuk diterapkan

Baca juga : Koaksi Indonesia Ajak Masyarakat Urban Ikut Terlibat Aksi Iklim

Dengan begitu banyak keberatan, tampaknya UE perlu mempertimbangkan kembali pendekatannya terhadap kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi lingkungan ini, agar tidak pada akhirnya merugikan lebih banyak pihak daripada yang diuntungkan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.