Dark/Light Mode

Ekonomi Goyang, Jokowi Jadi Pemarah

Kamis, 5 Maret 2020 07:21 WIB
Presiden Jokowi saat memimpin Rakernas Kementerian Perdagangan di Istana Negara, Rabu (4/3). (Foto: Randi Tri Kurniawan/RM)
Presiden Jokowi saat memimpin Rakernas Kementerian Perdagangan di Istana Negara, Rabu (4/3). (Foto: Randi Tri Kurniawan/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Jokowi dikenal dengan pemimpim murah senyum dan kalem. Tapi bukan berarti Jokowi tidak suka marah. Jokowi mengaku suka marahin menteri. Siapa menteri yang suka dimarahi Jokowi ya?

Kemarin, Jokowi membuka Rakernas Kementerian Perdagangan (Kemendag), di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Rakernas ini diikuti para pejabat dari Kementerian Perdagangan dan stakeholders. Hadir juga Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto; Sekretaris Kabinet, Pramono Anung; dan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.

Jokowi agak beda sejak awal masuk ruangan. Senyum yang biasanya menyungging itu, tidak nampak. Wajahnya serius. Hal tersebut terjadi sampai Jokowi menyampaikan kata sambutan.

Di antara isi sambutannya itu, Jokowi mengungkapkan kekesalannya di tengah kondisi tidak normal akibat mewabahnya virus corona, masih banyak pejabat yang malah bikin kebijakan rumit.

Soal kebijakan impor bahan baku industri, misalnya. Selama ini, pengusaha masih harus melalui jalan berliku dan proses yang panjang. Pengimpor juga harus mendapat kan surat rekomendasi dari banyak pihak. Padahal, kata Jokowi, saat ini suplai, demand, hingga produksi terdisrupsi.

Baca juga : Di G20, Virus Corona Jadi Fokus Pembahasan Dunia

Jokowi pun mewanti-wanti agar tidak menganggap kondisi saat ini biasa-biasa saja. “Saya sering marah ke menteri, direktur jenderal (dirjen) gara-gara hal seperti ini,” ucapnya, tegas dan keras.

Presiden pun meminta Raker Kemendag fokus pada penyederhanaan regulasi. Baik impor maupun ekspor. “Urusan dokumen saja sulit,” sentilnya.

Jokowi lalu mencontohkan betapa ribetnya mengurus dokumen impor anggur. Pengimpor dipersulit, lantaran harus mengumpulkan banyak rekomendasi. “Ini sudah harus hilang. Dalam situasi kayak gini,” tegasnya.

Harusnya, lanjut Jokowi, menteri cepat tanggap. Kebijakan harus antisipatif dan sederhana. Relaksasi prosedur harus dilakukan agar suplai barang dalam negeri tak terganggu. Sebab, jika suplai barang impor menipis, harga bisa naik dan memicu inflasi.

Sedangkan, pemerintah selama lima tahun terakhir ini sudah bersusah payah menjaga agar inflasi tetap rendah,di bawah 3 persen. “Jangan sampai terganggu gara-gara prosedur rumit,” wanti-wantinya.

Baca juga : Ekonomi Goyah, Politiknya Kokoh

Selain impor, Jokowi juga meminta agar prosedur ekspor disederhanakan. Apalagi, saat ini Purchasing Management Index (PMi) atau Indeks Manajer pembelian mengalami kenaikan, di atas 5 persen. Sementara, China turun 35 persen. Hal itu menunjukkan ada pengalihan permintaan dari negara lain yang mulanya ke China beralih ke indonesia.

“Bagus. Artinya ada pesanan dari negara lain yang masuk ke Tiongkok belok ke kita,” katanya.

Jokowi berharap, Raker tidak hanya jadi rutinitas. Raker harus mampu membuahkan perubahan total dari pola pikir, pola kerja, dan budaya kerja dalam merespons setiap perubahan ekonomi global.

Selain untuk meminimalkan dampak ekonomi dari penyebaran wabah corona, Jokowi juga meminta agar barang-barang kebutuhan konsumsi masyarakat tetap tersedia dengan harga yang stabil menjelang Ramadan. Mulai dari urusan bawang putih, daging, hingga gula.

“Jangan sampai membuat masyarakat khawatir. Sudah khawatir karena corona, khawatir lagi karena suplai barang tidak ada,” tegas Jokowi dengan wajah serius.

Baca juga : Jokowi ke Pelaku Ekonomi Digital: Jangan Sampai Indonesia Hanya Jadi Pasar

Apakah ekonomi benar-benar goyang? Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengiyakan. Kata dia, kondisi ekonomi nasional sudah di level warning. Penyebab utamanya, porsi impor barang baku dari China turun hampir 30 persen.

Kondisi ini membuat industri dalam negeri kelepek-kelepek. “Industri kita hampir lumpuh. Karena industri kita bergantung pada bahan baku impor yang didominasi dari China,” ucapnya, tadi malam. Selain bahan baku industri, beberapa kebutuhan pokok masyarakat, juga masih dipasok dari China.

Salah satunya bawang putih. Dampaknya, ketika wabah corona merebak, langsung memicu spekulan beraksi. Meskipun pemerintah memastikan stok masih cukup, tetap saja terjadi kenaikan harga di masyarakat.

Reaksi masyarakat memborong kebutuhan pokok setelah diumum kannya dua warga Depok positif corona juga menjadi barometer bahwa adanya distrust atau ketidakpercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dalam memastikan ketersediaan dan kestabilan kebutuhan pokok.

“itu nggak wajar, nggak logis. Artinya itu indikasi distrust dari masyarakat,” ucap Enny. Di sisi lain, kata dia, nilai tukar rupiah juga masih rapuh. setelah “diserang” virus corona, rupiah langsung anjlok. Dari level Rp 13.500, menjadi sekitar Rp 14.300. Kondisi ini jelas membuat masyarakat was-was. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.