Dark/Light Mode

Bicara Soal Kasus Pelanggaran HAM

Yasonna: Luka-luka Sejarah Harus Kita Perbaiki

Jumat, 15 Januari 2021 21:17 WIB
Menkumham, Yasonna Laoly. (Foto: ist)
Menkumham, Yasonna Laoly. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dua kali dipercaya Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, sangat cukup untuk menahbiskan bahwa kapasitas Yasonna Laoly bukan main-main. Perjalanan karier mengemban amanat juga turut menguatkan sosok salah satu putra terbaik Tapanuli Tengah, Sumatra Utara ini. 

Baginya, penegakan pemerintahan berdasarkan hukum bukan sekadar penegakan hukum semata, melainkan upaya negara membangun sistem hukum yang bekerja secara berkeadilan, tanpa diskriminasi, dan menjangkau seluruh struktur politik ketatanegaraan untuk menjamin hak dasar warga negara.

Hal tersebut dikatakan Yasonna kepada Gus Miftah pada acara "Ngobrol Bareng Gus Miftah" di iNews, Jumat (15/1) malam.

Baca juga : Partai Ummat Dan Masyumi Cek Ombak Dulu Setahun

Politisi PDIP itu menekankan bahwa penegakan hukum dan keadilan bukanlah perkara mudah. Tak semudah berkomentar di sosial media atau bahkan membalikan telapak tangan.

Diakuinya pula, dia kerap menjadi sorotan karena sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial. Sebut saja terkait napi asimilasi, hingga pro rehabilitasi bagi kasus pengguna narkoba, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, tentang Narkotika.  

“Pemakai narkoba di penjara dapat menimbulkan kejahatan baru. Jika kurir dimasukkan dalam lapas, pengguna dalam lapas, bandar dalam lapas, ya pasar..!!” beber Yasonna

Baca juga : Demokrat Tegaskan Lawan Kecurangan

Hal tersebut juga terkait dengan kapasitas lapas yang makin hari semakin melebihi kapasitas. Pelaku kejahatan narkotika sendiri mendominasi lebih dari 50 persen isi lapas di seluruh Indonesia. “Bahkan, di beberapa wilayah ada yang sampai over kapasitas hingga 300-400 persen,” tambah Yasonna. 

Selain kasus narkoba, masih terdapat deretan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum tuntas, misalnya saja pembunuhan terhadap aktivis Munir. Selama 13 tahun aksi kamisan berjalan, aksi menolak lupa terus digalakkan.

“Kita tidak mengatakan memaafkan, tapi juga tidak melupakan. Kita harus maju, luka-luka sejarah harus kita perbaiki,” kata Yasonna.

Baca juga : Liburan Di Rumah Pilihan Terbaik!

Desakan mundur pun sempat menggaung, namun tak dihiraukannya. Karena bagi Yasonna, desakan mundur adalah konsekuensi jabatan. “Sepanjang 'nawaitu' kita benar dan kita bisa mempertanggung jawabkan itu, ya kita jalan. Kita harus ambil keputusan, bisa-bisa kita ambil keputusan dari yang terburuk, tapi tetap harus ambil keputusan.”

Bicara soal keadilan, Gus Miftah turut menggarisbawahi. “Adil itu menempatkan segala sesuatu secara proporsional, sesuai dengan tempatnya. Adil, tidak harus sama, karen ujiannya pun berbeda-beda. Maka ujian bagi pemimpin dan bagi rakyat tentunya berbeda,” paparnya. 

Tak mudah memang menjadi pribadi yang disukai banyak orang, karena semakin tinggi ilalang, semakin kencang pula angin bertiup. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.