Dark/Light Mode

"Perang Modern" Dan Tantangan Bagi Sishankamrata

Senin, 21 Juni 2021 09:59 WIB
Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Muhamad Herindra. (Foto: Istimewa)
Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Muhamad Herindra. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Sesuai amanat Konstitusi, Indonesia menganut doktrin Sishankamrata (Pasal 30 UUD 1945). Doktrin ini dipahami sebagai sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman [Pasal 1 ayat (2) UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara].

Ketentuan selanjutnya dari Pasal 1 UU No. 3/2002 ini menyebutkan bahwa komponen utama dari Sistem Pertahanan Semesta adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan (Ayat 5); yang didukung oleh komponen cadangan sebagai sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama (Ayat 6).

Komponen ketiga dari Sistem Pertahanan Semesta adalah Komponen Pendukung sebagai sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan (Ayat 7).

Melihat dinamika ancaman, kita tidak dapat melepaskan fakta bahwa invasi militer masih menjadi ancaman, walaupun terkadang polanya bermetamorfosa -- tidak lagi dalam bentuk direct human activities, melainkan dalam pengoperasian secara remote berbagai peralatan teknologi militer yang dapat menjebol sistem pertahanan kita, termasuk drone.

Baca juga : Polisi Didesak Ungkap Motif Penembakan Wartawan Di Simalungun

Di sinilah konsep Pertahanan Semesta membutuhkan strategi baru yang berkaitan dengan, pertama, “fokus operasi” dan penguatan alutsista berbasis 4.0; dan kedua, sinergisme antarlembaga dan instansi lintas sektoral.

Terkait “fokus operasi”, maka penguatan fungsi teritorial TNI –terutama fungsi intelijen Keamanan-- menjadi salah satu kebutuhan yang akan mengefektifkan koordinasi, komunikasi, dan kooperasi intrainstansi TNI.

Hal ini mengingat bahwa pendekatan keamanan dalam mengatasi isu separatisme membutuhkan model pendekatan yang berprinsip pada “to win the hearts and minds”.

Alasan lainnya adalah luasnya wilayah Indonesia yang sangat besar, mencapai 1,905 juta km persegi , yang terdiri dari 17,504 pulau. Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, baru 16,056 pulau yang namanya telah dibakukan di PBB – dalam artian, kita masih memiliki kerawanan terhadap ancaman keamanan, termasuk infiltrasi, yang multidimensional di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau terdepan Indonesia.

Baca juga : Kevin de Bruyne Datang, Belgia Lolos 16 Besar

Kebutuhan akan koordinasi, komunikasi, dan kooperasi intra-TNI ini juga dengan mengingat bahwa rasio jumlah prajurit TNI terhadap penduduk Indonesia sangat tidak memadai: 0,00163 persen, dibandingkan dengan, Malaysia misalnya, yang rasio militernya terhadap jumlah penduduk adalah 0,00338 persen.

Atas dasar penguatan fungsi teritorial inilah maka pengembangan peran Komando Cadangan (Komcad) menjadi salah satu alternatif jawaban. Signifikansi Komcad dalam konteks ini sebagai daya dukung dalam pengembangan alutsista yang berbasis 4.0.

Strategi kedua dari fungsi Sistem Pertahanan Semesta di era modern ini adalah sinergisme antarlembaga dan instansi –yang akan menjadi jawaban efektif dalam penguatan komunikasi, koordinasi, dan kooperasi antarlembaga dan instansi lintas sektoral.

Pada dasarnya, sinergisme ini bukanlah sesuatu yang asing dalam sejarah pertahanan dan Keamanan Negara. Namun, dalam konteks antisipasi terjadinya intervensi dari pihak manapun, sinergisme ini harus menjadi nafas dan fokus dari semua komponen pertahanan.

Baca juga : KPK Perpanjang Masa Penahanan 2 Tersangka Suap Banprov Indramayu

Dalam cyberwar, misalnya, Kementerian/Lembaga seperti Kemkumham (dalam hal ini Ditjen Imigrasi), intelijen, kepolisian, Keminfo, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) perlu memiliki pemahaman yang sama, bahwa keberadaan mereka adalah untuk mendukung Sishankamrata.

Kesamaan pemahaman akan makin memudahkan koordinasi pertahanan. Koordinasi yang kuat akan menjadi senjata dan tameng negara dalam mencegah setiap tindakan atau pun ancaman dan gangguan dari pihak manapun.

Melihat peta ancaman abad 21, maka hingga saat ini konsepsi Sishankamrata masih menjadi doktrin yang sangat tepat digunakan dalam menjawab tantangan global keamanan. (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.