Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Apresiasi Adat Masyarakat Sub-Sunda
KSP: Presiden Jokowi Tepis Stigma Negatif Suku Baduy
Senin, 16 Agustus 2021 15:07 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Mengenakan pakaian adat Suku Baduy dalam Sidang Tahunan MPR 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak hanya mengapresiasi keluhuran nilai-nilai adat dan budaya suku Baduy, namun juga menangkal stigma negatif terhadap Suku Baduy.
"Presiden mengangkat ke tingkat paling tinggi di salah satu acara kenegaraan. Hal ini dapat dimaknai sebagai cara presiden untuk menghentikan stigma dan makna negatif dari penyebutan suku Baduy," kata Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Tarigan, dalam keterangannya, Senin (16/8).
KSP menganggap bahwa langkah Presiden untuk menggunakan pakaian adat dan mengangkat kebudayaan suku Baduy dalam acara kenegaraan ini merupakan suatu inisiatif yang baik dalam menekankan kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca juga : Kurangi Sampah, Masyarakat Diminta Tak Pakai Plastik Buat Daging Kurban
Diketahui, Presiden Jokowi dalam menyampaikan pidato kepresidenan saat Sidang Tahunan MPR 2021 pada Senin (16/8) tampak mengenakan pakaian adat Suku Baduy berwarna hitam dengan lencana merah putih. Presiden juga mengenakan udeng kepala khas Baduy berwarna biru, alas kaki berwarna hitam lengkap dengan tas rajut berwarna coklat.
Pakaian adat ini disiapkan secara pribadi oleh Tetua Adat Masyarakat Baduy sekaligus Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija. Presiden Jokowi pun mengatakan, desain pakaian adat Baduy sangat sederhana dan sangat nyaman untuk dikenakan.
Sebutan "Baduy" sendiri merupakan sebutan yang disematkan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat adat sub-Sunda yang tinggal di wilayah Lebak, Banten.
Baca juga : PDIP Tak Aji Mumpung
Namun penyebutan Suku Baduy cenderung mengarah pada makna peyorasi karena kaitan sejarahnya sebagai produk era kolonial Belanda. Para kolonial secara gegabah mengidentifikasi suku Baduy layaknya suku Badawi di tanah Arab yang hidup secara nomaden dan dianggap liar.
Walaupun kelompok masyarakat ini menyebut dirinya sebagai Urang Kanekes, namun dalam perkembangannya, istilah Baduy kini tidak lagi bersifat peyoratif karena penyebutannya oleh banyak orang tanpa ada niatan untuk merendahkan.
"Istilah Baduy dilekatkan pada mereka oleh orang luar dan terus berlanjut sampai sekarang. Tapi saya pun kadang pakai istilah 'Baduy' karena sangat sering digunakan dan tidak dengan maksud merendahkan," ungkap Hilman Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). [FAQ]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya