Dark/Light Mode

Penembakan 31 Pekerja Di Nduga

Negara Terlalu Lembut Perlakukan Teror Papua

Kamis, 6 Desember 2018 11:13 WIB
Presiden Joko Widodo  didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Menko Polhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Mensesneg Pratikno dan Seskab Pramono Anung memberikan keterangan pers terkait penembakan pekerja Trans Papua di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/12/2018). (Foto: Randi Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka)
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Menko Polhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Mensesneg Pratikno dan Seskab Pramono Anung memberikan keterangan pers terkait penembakan pekerja Trans Papua di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/12/2018). (Foto: Randi Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah dianggap terlalu lembut memperlakukan pelaku teror di Nduga, Papua. Padahal, ulah mereka menembaki 31 pekerja Proyek Istaka Karya yang sedang membangun jembatan sangatlah biadab. Saatnya negara menunjukkan ketegasan.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Al Chaidar mengaku geregetan dengan sikap pemerintah dalam kasus ini. “Ha-rusnya disikat habis! Pemerintah terlalu lunak, terlalu lembut. Jadi, perlu ada ketegasan dan ditakuti. Bah-wa apa yang dilakukan itu ada implikasi hukumnya. Itu harus ditegaskan,” ujar Chaidar kepada Rakyat Merdeka, semalam.

Baca juga : Jokowi: Kita Tidak Takut, Pembangunan Jalan Terus

Pemerintah, tidak langsung meng-gunakan pendekatan represif dengan mengerahkan tentara ke Papua. Malah, menerjunkan polisi saja. Chaidar menganggap hal itu kurang tepat. “Ini masuknya terorisme tamkin atau teritorial, harusnya dihadapi oleh TNI. Takutnya, polisi tidak punya kemampuan gerilya, tempur. Hanya kemampuan menggerebek saja yang dimiliki polisi,” bebernya.

Kini pemerintah diminta menurunkan TNI untuk ikut memburu kelompok teror biadab itu. Chaidar mencontohkan, hal itu pernah dilakukan pada Operasi Tinombala. TNI diterjunkan bersama Polri untuk menumpas teroris di Poso. Bersama TNI, operasi tempur bisa dimenangkan. Menurutnya, menurunkan TNI untuk menumpas teroris bukan sebuah tindakan yang berlebihan.

Baca juga : Gap Pendidikan Jawa & Luar Jawa Terlalu Lebar

“Nggak berlebihan menurunkan TNI. Karena sudah diputuskan melalui revisi UU No 15 tahun 2003 dan itu sudah ada payung hukumnya. Pemerintah juga katanya sudah membuat Kopsusgab saya kira memang ya itu harus ditindak tegas,” tandasnya.

Pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati juga meminta negara mengusut tuntas kasus ini. Dia menilai, ini bukan kejahatan kriminal biasa. Tapi, kejahatan luar biasa alias extraordinary crime. Sama seperti terorisme. “Menurut saya ini kejahatan extraordinary yang harus diusut tuntas embrionya,” ujar Nuning, sapaan akrab Susaningtyas kepada Rakyat Merdeka.

Baca juga : E-TLE Berlaku, Masih Ada Yang Terobos Lampu Merah

Nuning pun mengingatkan pemerintah berhati-hati menganalisa dan melabeling pelaku penembakan sadis itu. “Menurut saya mereka memiliki semangat separatisme begitu kuat. Apa yang terjadi dalam waktu belakangan ini terkait Papua juga harus diperhitungkan,” tuturnya.

Nuning juga menyebut, perlu diselidiki apakah ada faktor asing yang ikut andil dalam peristiwa naas itu. “Kita ketahui banyak pers di sana, desepsi atau bukan juga harus jelas,” imbuhnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.