Dark/Light Mode

Mahfud MD: Hakim Kudu Kreatif, Jangan Terbelenggu UU

Kamis, 26 Agustus 2021 19:01 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (Foto: Ist)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menekankan, hakim pada dasarnya menegakkan keadilan, bukan menegakkan peraturan.

Mahfud menyitir, Pasal 1 ayat 3 hasil amandemen UUD 1945 memberikan hakim kreativitas untuk membuat putusan berdasarkan rasa keadilan masyarakat. Hakim, di samping menegakkan hukum, juga menegakkan keadilan.

"Putusan Pak Bagir Manan sebagai hakim, banyak yang kita lihat mempengaruhi pembentukan hukum kita," ujar Mahfud memberi contoh saat menjadi keynote speech pada diskusi akademik, “80 Tahun  Prof. Bagir Manan” bertema “Peran Putusan Hakim Dalam Pembentukan Hukum Nasional” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Kamis (26/8).

Baca juga : Menag: Ceramah Agama Kudu Edukatif Dan Mencerahkan

Acara diskusi ini dikhususkan dalam memperingati ulang tahun Prof. Bagir Manan dan mengulas putusan-putusan landmark dalam karirnya sebagai ketua Mahkamah Agung (MA) dan akademisi hukum.

Hadir sebagai pemateri yaitu: mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr. I Dewa Gede Palguna, Guru Besar Fakultas Hukum UII Prof. Ni’matul Huda, Akademisi dari Universitas Sidney Prof. Simon Butt, serta Dosen Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Lailani Sungkar.

Dalam sambutannya, Prof. Bagir Manan mengatakan, saat ini peran hakim tidak begitu mengedepan. Kondisi ini tidak lepas dari tanggung jawab Fakultas Hukum. Menurutnya, sistem pendidikan hukum kurang membawa mahasiswa ke hal-hal nyata tentang hukum, termasuk pembahasan kasus-kasus, sehingga lulusan hukum tidak familiar dengan seluk beluk putusan hakim.

Baca juga : Mahfud MD Pimpin Doa Buat Korban Terorisme

"Contoh kalau ilustrasi kasus hukum dalam pengajaran, memakai putusan di Belanda di Hogeraad tahun 1900-an. Seolah-olah tidak ada kasus di negeri kita. Seharusnya kita gunakan putusan-putusan terkini untuk mendekatkan kenyataan hukum dengan mashasiswa," ujarnya.  

Prof. Bagir menyoroti hakim masih dilekati tradisi hanya menerapkan hukum, belum tradisi menjadi law maker. Ia berharap acara diskusi ini bisa mendorong metode pendidikan hukum yang lebih mendorong hakim sadar, bahwa mereka adalah sumber hukum.

Sedangkan Mahfud memberikan contoh dalam sengketa Pilkada, ketika ia menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Kecurangan dalam Pilkada harus terstruktur, sistematis, masif, menjadi bagian dari tata hukum kita setelah Putusan MK.

Baca juga : Ahmad Ali: NasDem Sangat Kehilangan Percha Leanpuri

"Sebelumnya tidak ada dalam tata hukum kita, namun setelah itu digunakan terus. Bahkan di UU disebutkan, di peraturan KPU dan Bawaslu disebut, hal itu yang membuat pertama kali adalah MK," ujar mantan Ketua MK ini.   

Contoh lain menurutnya, saat pembuktian, mendengarkan rekaman di pengadilan MK, pada kasus Bibit-Chandra. Atas dasar bukti pemutaran rekaman itu, menurutnya, dijadikan dasar memutuskan membatalkan pasal yang berpotensi mengkriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

"Oleh sebab itu, hakim harus kreatif untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kemanfaatan, tidak boleh hanya dibelenggu UU. Karena jual beli rentan terjadi pada penggunaan pasal UU yang saat memutuskan suatu perkara," pesan Mahfud dalam diskusi. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.