Dark/Light Mode

Mengokohkan Kembali Pariwisata Berbasis Pedesaan

Senin, 9 Januari 2023 09:19 WIB
[Foto ilustrasi: bisniswisata.co.id]
[Foto ilustrasi: bisniswisata.co.id]

Dr. Tantan Hermansah

Pengajar Sosiologi Perkotaan dan Ketua Prodi Magister Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) 

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta

Dalam salah satu perjalanan untuk kebutuhan studi tentang pariwisata, salah seorang pemandu wisata di sebuah kawasan wisata yang terkenal di Indonesia menceritakan bahwa daerah yang saya kunjungi dulunya adalah sebuah kawasan sangat tandus dan sangat miskin. Lalu pemandu wisata itu memberikan ilustrasi “jika saya diberi sebidang tanah di kawasan ini, meskipun gratis, saya akan menolaknya”, katanya. 

Statemen ini menunjukkan bagaimana kawasan titik destinasi  yang kemudian jika tidak ada intervensi pembangunan, maka hanya akan menjadi kawasan yang tidak untuk dihuni, apalagi membangun kehidupan. 

Kemudian pemandu wisata itu menambahkan, “namun berbeda berbalik keadaannya ketika kawasan ini mulai diintervensi oleh pihak swasta untuk dijadikan destinasi wisata. Harga yang murah menyebabkan beberapa investor tertarik untuk mengembangkan kawasan. Meski mereka pun harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mengubah kawasan gersang dan susah air tersebut agar layak dijadikan destinasi wisata”.  

Sepuluh tahun kemudian kawasan ini menjadi salah satu destinasi favorit dengan harga tanah salah satu yang termahal di provinsi tersebut. Hal ini terjadi karena selain memang kawasan ini merupakan salah satu destinasi favorit yang menawarkan kualitas pariwisata alam yang unik dan juga indah, namun ada transformasi signifikan di kalangan masyarakat.  

Kolaborasi beberapa pihak telah mengubahnya menjadi destinasi wisata. Peran pemerintah dan juga tentu saja swasta serta lembaga pendidikan dan masyarakat setempat, demikian signifikan. 

Baca juga : Pariwisata Lebih Bergairah

Selain itu, perubahan mind set warga terjadi dari yang tadinya hanya petani dan buruh musiman yang datang ke pusat kota menjadi pelaku wisata. Mereka memanfaatkan momentum yang terjadi di wilayahnya dengan mengoptimalisasi berbagai sumber daya pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupannya. 

Akhirnya kesadaran itu berbuah manis. Di mana masyarakat secara umum sekarang menjadi jauh lebih sejahtera ketimbang belasan tahun sebelumnya. Bahwa ada terjadi pergeseran penguasaan lahan dari milik masyarakat menjadi milik swasta, namun sistem adat yang mengelola dan menaungi relasi-relasi antar mereka menjadikan dampak manfaat kepada warga merasa jauh lebih besar ketimbang kehilangan sumber daya itu. Sebab jika kawasan ini menjadi tidak menjadi destinasi wisata mereka mungkin masih menjadi pengemis di kota.  

Lalu apa yang sebenarnya dilakukan oleh warga mendapatkan berkah kesejahteraan ketika kawasannya dijadikan destinasi wisata. Pertama, ketika swasta mulai masuk dan mengubah desa mereka menjadi destinasi wisata, warga meminta pemerintah memfasilitasi mereka agar memiliki kecakapan dan ilmu pengetahuan, agar ketika ada peluang sering dengan aktivitas kepariwisataan mereka bisa mengarungi dan menambang manfaatnya. 

Gayung bersambut, pemerintah memfasilitasi permintaan itu dengan berbagai pelatihan, mulai dari pengelolaan keuangan, hospitality dalam pelayanan pariwisata, dan memperkuat budaya lokal, seperti seni pertunjukan dan lain sebagainya, agar bisa ditampilkan di hadapan wisatawan. 

Karena mereka sudah memiliki modal budaya yang kuat dalam melayani orang, maka pemerintah sebetulnya tidak terlalu susah mentransformasi mindset dan perilaku masyarakat ketika kawasannya dijadikan destinasi wisata. 

Kedua, dan ini yang paling unik, kemampuan kreatif mereka menjadikan setiap desa memiliki spot-spot tertentu  yang menjadi destinasi. Adapun destinasinya dikelola secara keluargaan. Sehingga mereka pun langsung mendapatkan manfaat ekonomi dan sosial secara langsung. 

Baca juga : Tugas Berat Di Depan Mata

Di luar hal-hal yang sifatnya struktural karena adanya destinasi besar di situ, mereka pun mendapatkan manfaat pembangunan secara langsung, tercermin dari peristiwa kepariwisataan di atas. 

Maka sejatinya, ada beberapa hal yang bisa kita ambil sebagai pelajaran: Pertama, penguatan pariwisata berbasis desa harus seiring sejalan dengan penguatan ilmu pengetahuan. Karena tanpa hal itu, bisa jadi proses transformasi sosial, ekonomi, ekologi di desa-desa yang akan dijadikan destinasi wisata akan gagal. 

Ilmu pengetahuan memungkinkan warga bisa beradaptasi dengan cerdas pada berbagai perubahan. Ini pula yang akan menjadi dakar perubahan mindset. Mereka yang tidak berubah mindset, alih-alih bisa mengekspresikan keramahtamahan itu kepada pengunjung, yang terjadi adalah kemunculan sikap rakus dan aji mumpung, karena ada kesempatan. Tindakan seperti ini akhirnya mendisrupsi segala peluang yang sudah ada di hadapan.  

Kedua, pelajaran dari transformasi pariwisata berbasis desa adalah kesadaran memahami bahwa berbagai peluang kepariwisataan yang melibatkan unsur pemerintahan dan swasta, dalam prosesnya warga desa tidak bisa sendiri dalam mengelola peluang ini. 

Di sisi lain pemerintah pun minimal kemudian merespon beragam peluang itu dengan regulasi-regulasi yang memastikan keberlanjutan kepariwisataan ini. Misalnya potensi-potensi destruktif, seperti yang disebut hilangnya keramahtamahan serta aji mumpung dari para pelaku wisata harus menjadi bagian dari hal-hal yang diatur oleh pemerintahan di tingkat desa ini.  

Ketiga, terlihat bahwa kolaborasi antara pemerintah setempat dengan swasta tetap diperlukan selama kolaborasi tidak mewujud dalam bentuk hegemoni sepihak, tetapi tampil dalam suatu kerjasama strategis antar berbagai pihak. Yang mana kerjasama ini kemudian  harus menjadi basis kerjasama kerjasama lanjutan. 

Baca juga : Asosiasi Marketing Yakin IKN Dongkrak Pariwisata Kaltim

Contoh, regulasi harus mengatur batas-batas yang bisa dilakukan oleh swasta, masyarakat, perseorangan, dan sebagainya. Sehingga tidak terjadi over lapping garapan yang menyebabkan kontestasi tidak sehat.  

Keempat, dikembangkannya satu divisi mungkin di tingkat desa yang membasiskan pada riset atau penelitian. Divisi atau unit ini bertujuan mengembangkan destinasi wisata yang sudah ada, yang memungkinkan menambah potensi-potensi sumber daya kesejahteraan warga desa ini. 

Tentu saja unit ini harus berkolaborasi antara desa destinasi wisata perguruan tinggi atau lembaga riset serta pemerintah daerah. Riset ini bisa diawali dari melakukan evaluasi kondisi yang ada (existing condition) kepariwisataan di desa, sampai kemudian menggali peluang dan potensi potensi baru yang bisa dioptimalisasi dan sebagainya. 

Dengan semua pelajaran yang bisa diambil tersebut, mudah-mudahan makin banyak desa-desa di Indonesia yang bisa mendapatkan berkah dari adanya wisata berbasis desa di lingkungannya. (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.