Dark/Light Mode

Catatan Agus Sutoyo

Literasi Karakter Bangsa Melalui Naskah Adabu L-Fata

Sabtu, 2 Desember 2023 05:46 WIB
Agus Sutoyo (kiri)
Agus Sutoyo (kiri)

RM.id  Rakyat Merdeka - Literasi adalah kunci sejarah dan budaya. Ungkapan itu sangat tepat jika kita ingin mengungkapkan tentang pentingnya sejarah dan budaya yang ada di negeri kita. Karena tanpa kita sadari pengetahuan tentang literasi ini sudah digeluti oleh para pendahulu kita, nenek moyang kita, karena berabad-abad yang lalu mereka sudah melahirkan literasi, melahirkan bahan bacaan, melahirkan naskah-naskah, kitab-kitab yang ditulis dengan beragam aksara, beragam bahasa sesuai dengan kondisi jaman pada saat itu.

Hal ini diakui oleh para peneliti sejarah, ahli bahasa, filolog, antropolog dari berbagai negara tentang literasi di Indonesia sejak berabad lampau. Warisan sejarah, warisan budaya itu tersimpan di Perpustakaan Nasional tidak kurang dari 8.346.243 Eksemplar dengan 12.528 naskah kuno, sedangkan dibelahan benua lainnya, di Inggris misalnya British Library menyimpan banyak sekali naskah-naskah kuno Melayu dan buku-buku langka yang sampai hari ini terjaga terawat dengan baik, begitu pun dengan Leiden University di Belanda yang sangat dikenal di dunia yang menyimpan naskah-naskah kuno dan buku langka terbesar di dunia.

Sementara di Indonesia sendiri, yang masih dijelajahi di nusantara ini, masih banyak naskah kuno yang dimiliki secara personal dari para ahli waris dari berbagai kesultanan yang ada di daerah. Salah satu tugas Perpustakaan Nasional adalah memverifikasi seluruh naskah-naskah kuno tersebut yang masih ada di tangan para pemilik dan ahli waris yang tidak mudah pula untuk ditemui, padahal naskah-naskah kuno tersebut perlu dicatat keberadaannya sehingga data yang ada lebih memperkuat data kekayaan warisan budaya ini. Sekarang ini, dari apa yang sudah kami telusuri naskah-naskah kuno ada di tangan masyarakat yang memang sama sekali tidak ada standar yang baik dalam perawatannya. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan secara bertahap berkesinambungan.

Terkait naskah kuno yang tersebar ini, jelajah literasi ini tetap saya lanjutkan, termasuk kali ini penelusuran naskah kuno sampai ke Kabupaten Lingga Kepulauan Riau beberapa waktu lalu. Kabupaten Lingga yang merupakan bagian dari Kepulauan Riau yang ditempuh tiga jam naik kapal cepat dan lima jam dengan kapal ferry dari Kota Batam itu merupakan satu daerah melayu yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Kabupaten Lingga merupakan pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Riau sekaligus bekas wilayah eks kawadenan Lingga yang dibentuk menjadi sebuah kabupaten sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dengan Daik sebagai ibukotanya. Kabupaten Lingga memiliki 13 kecamatan, 7 kelurahan, dan 82 desa, dengan jumlah penduduk 98.633 jiwa (2020). Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lingga saat ini adalah M Nizar dan Neko Wesha Pawelloy. Kabupaten Lingga memiliki 13 kecamatan, 9 kelurahan dan 75 desa (dari total 74 kecamatan, 143 kelurahan dan 275 desa di seluruh Kepulauan Riau). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya sebesar 94.962 jiwa dengan luas wilayahnya 2.266,77 km persegi dan sebaran penduduk 42 jiwa/km persegi.

Baca juga : Menikmati Literasi di Senja Sungai Hitam Sebangau

Bupati Lingga, Muhammad Nizar menyampaikan kebanggaannya atas prestasi yang telah diraih ini. Bahwa Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kabupaten Lingga menjadi yang terbanyak di Kepri sejak tahun 2016 hingga 2023, mencapai 70 WBTB. Dan pada 19 November lalu kembali mendapatkan rekor MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) kurang lebih 1.200 lebih pemakaian tudung manto.

Naskah Adabu L-Fata

Saya yang hadir langsung mendampingi Bupati Muhammad Nizar menerima piagam penghargaan MURI yang tidak hanya rekor Indonesia tetapi rekor dunia Indonesia atas rekor pawai mengenakan kain tudung manto dan kain dagang dengan peserta terbanyak kepada Pemkab Lingga. Capaian luar biasa ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Kabupaten Lingga tetapi juga mencerminkan dedikasi masyarakat dalam melestarikan budaya dan warisan lokal.

Potensi budaya dan sejarah panjang yang dimiliki Riau-Lingga ini tentunya patut untuk mendapat perhatian khusus. Sebagai instansi yang bergerak di bidang literasi, Perpustakaan Nasional turut mendukung salah satu program yang dikembangkan oleh Bappenas yakni pengembangan wisata budaya di wilayah kabupaten yang mendapat julukan Bunda Tanah Melayu ini. Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando sangat mengapresiasi dukung literasi kepada Lingga ini, dan menyetujui dan sangat mendukung diterbitkannya alih aksara dan alih bahasa naskah Adabu L-Fata tersebut.

Yang menarik dari jelajah literasi saya ini, karena bisa melihat langsung kekayaan warisan budaya berupa koleksi naskah kuno Adabu L-Fata yang ditulis dalam aksara Arab yang kemudian diterjemahkan oleh Raja Haji Muhammad Sa’id bin Raja Haji Muhammad Thahir Riau pada tahun 1916. Menariknya melalui kerjasama Bappenas, Kementerian Pariwisata dan Perpustakaan Nasional akhirnya naskah kuno tersebut dapat diterjemahkan oleh para pustakawan Perpustakaan Nasional yang ahli dalam mengalihaksarakan dan mengalihbahasakan Arab Melayu yaitu Haniatur Rosyidah, Fatkhu Rohmatin, Didik Purwanto, dan Abdul Fatahul Alim. Di tangan mereka inilah naskah kuno yang menjadi buku setebal 254 halaman dapat di luncurkan dan di bedah oleh para ahli naskah kuno dan sejarah melayu 19 November lalu.

Baca juga : Relawan Ganjar Creasi Adakan Pelatihan Mesin Bubut Di Jatim

Kitab Adabu L-Fata yang menjadi alih aksara dan alih bahasa ini merupakan salah satu kearifan lokal alam Melayu Riau-Lingga yang nilai-nilainya masih lestari dan dipegang teguh oleh masyarakat. Naskah ini awalnya merupakan kitab berbahasa Arab karya Al-Adib ’Ali Affandi Fikri Misri yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh almarhum Raja Haji Muhammad Sa’id bin Muhammad Raja Haji Muhammad Thahir Riau. Dengan adanya penerbitan alih aksara dan alih bahasa ini diharapkan turut memberikan kontribusi dalam melestarikan khasanah budaya Riau-Lingga sekaligus turut mengenalkan potensi wisata budaya Riau-Lingga secara lebih masif lagi melalui bidang literasi.

Kitab ini yang bermakna karakter bangsa yang cukup kental, tentang adab orang muda ini memang diterjemahkan oleh seorang ulama besar Riau-Lingga. Raja Haji Muhammad Sa’id wafat di Singapura pada 4 November 1919 Masehi. Beliau seorang ulama ahli falaq dan anggota tarekat Naksabandiyah yang telah menghasilkan berbagai karya bidang agama dan budaya. Kitab Adabu L-Fata yang bermakna Adab Sopan Santun Orang Muda yang bangsawan. Naskah ini membahas tentang pendidikan etika dan kehidupan sehar-hari yang beradab dan sehat jiwa raga berdasarkan nilai-nilai agama Islam dan ilmu kesehatan masa itu.

Di dalam naskah atau kitab Adabu L-Fata ini disebutkan dengan rinci bahwa wajiblah atasmu daripada sekarang ini hai orang-orang muda bahwa berpikir pada masa yang datang itu sangatlah bijak. Dan tiadalah kamu kanak-kanak yang kecil sepanjang masa dan tiada membelanjakan bapamu akan wang dan duit itu karena mengekalkan kamu didalam madrasah selama-lama hidup. Hal itu menyiratkan bahwa para generasi muda saat itu diminta untuk terus belajar setinggi-tingginya selama orangtuanya mampu untuk memberikan biaya untuk sekolah lebih baik, karena hal itu akan memberikan bekal yang terbaik untuk perjalanan kehidupan masa depan.

Kemudian naskah ini juga banyak memberikan pembelajaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh kita. Mulai dari melarang merokok (hal.172), memberi pelajaran tentang adab hidung, adab mulut, adab telinga, adab tagan, adab kepala, adab duduk, adab berjalan, adab makan, adab jamuan pernikahan dan kesenangan, adab berkunjung dan sebagainya yang semuanya merupakan sikap perilaku keseharian kita dalam kehidupan. Salah satu contohnya adalah adab berjalan. Janganlah kamu berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung. Begitupun dengan adab makan. Makan serta minumlah kamu, tetapi jangan berlebihan. Etika di meja makan pun di kitab ini diajarkan.

Baca juga : Tekankan Pentingnya Literasi Saham, Bank DKI Dirikan Galeri Investasi Digital

Di halaman akhir dari naskah ini disebutkan tentang cinta tanah air (Hubbul watan minal iman) yang artinya cinta tanah air sebagian dari iman. Sesungguhnya tanah air itu kita itulah yang kita harapkan kemajuannya, manfaatnya, dan kebaikannya. Sesungguhnya rasa kasih dan hormat manusia terhadap tanah airnya di mana ia hidup di bawah langitnya dan di atas buminya serta meminum airnya dan memakan buah-buahannya yang lezat adalah kewajiban dari yang Maha Suci. Dengan rasa kasih yang mulia dna hormat inilah mampu mengangkat tanah air ke derajat yang setinggi-tingginya dan memelihara hal-hal yang biasa dipelihara serta menambah kemuliannya. Maka barang siapa yang tidak berdiri menunaikan kewajiban terhadap tanah airnya karena takut akan bahaya atau kematian, maka ia tidak layak hidup. Karena sesungguhnya kematian itu tidak dapat ditolak darinya, akan tetapi nyawa yang mulia itu hidup dan dan tidak mati dan kekal disebut selama-lamanya.

Ada pesan yang sangat mulia dari penulis naskah ini, bahwa ia bermohon kepada Allah Tuhan Maha Pemurah untuk memberikan taufik kepadaku dan kepada semua orang yang membaca kitabku ini yang dengannya kami mendapatkan nama baik. Tercatat dalam akhir terjemahannya Raja Haji Muhammad Sa’id, terjemahannya ini diselesaikan pada pukul 10.34 pada malam Sabtu al-Muharram al-Haram 22 tahun 1335 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 17 November tahun 1916 Miladiyyah.

Naskah Adabu L-Fata yang sudah dibukukan ini menjadi warisan penting dunia Melayu dan pada masa kini, tentu saja akan bisa menjadi bahan ajar untuk mendidik generasi muda yang relijius, berbudaya, dan nasionalis. Etika-etika yang tertuang dalam Adabu L-Fata memberikan panduan untuk menjadi seorang manusia yang beradab, yang berkarakter, yang mempunyai etika sopan santun. Nilai-nilai yang terkandung didalam kitab ini bisa menjadi dasar pembentukan karakter bukan saja orang Melayu tetapi juga bangsa Indonesia pada umumnya yang berakhlak mulia, berkarakter, dan menyenangi ilmu pengetahuan. Naskah kuno walaupun kekunoan dengan kita pelajari kita gali maknanya menjadi kekinian, dan dari naskah kuno itulah literasi yang kita ungkapkan akan menjadi kunci terbukanya pintu sejarah budaya kita. Belajar dari Lingga untuk Indonesia. Salam literasi.***

Agus Sutoyo, Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pernaskahan Nusantara (Pujasintara) Perpustakaan Nasional RI

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.