Dark/Light Mode

Perseteruan Tak Kunjung Usai

Korsel Vs Jepang, Dendam Masa Lalu Makan Korban

Sabtu, 20 Juli 2019 04:43 WIB
PM Shinzo Abe (kanan) bersama Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. (Foto : AFP).
PM Shinzo Abe (kanan) bersama Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. (Foto : AFP).

RM.id  Rakyat Merdeka - Hubungan Jepang dengan Korea Selatan (Korsel) yang diwarnai dendam masa lalu belum berakhir. Kedua sekutu Amerika Serikat itu terlibat perang dagang.

Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor bahan baku semikonduktor ke Seoul. Bahan baku itu digunakan dalam chip dan tampilan smartphone Seoul.

Pembatasan itu diumumkan 4 Juli. Menyusul putusan pengadilan yang menyuruh perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada pekerja paksa pada 1910-1945 di Semenanjung Korea (masa Jepang menjajah Korsel).

Pemerintahan Presiden Korsel Moon Jae-In telah menuding Tokyo membalas dendam akibat putusan pengadilan yang memerintahkan Nippon Steel, pembuat baja terbesar di Jepang, membayar hampir 90.000 dolar AS kepada pekerja yang masih hidup dan kepada keluarga tiga warga Korea lainnya yang dipaksa bekerja selama Perang Dunia II.

Namun Jepang menegaskan, masalah kolonial telah diselesaikan dengan penandatanganan perjanjian normalisasi pada 1965. Perjanjian ini berisi Jepang harus memberikan 800 juta dolar AS bantuan dan pinjaman ekonomi kepada Korea.

Baca juga : Tak Kunjung Pulang, Polri: Kasus Bachtiar Nasir Jalan Terus

Dalam penyelesain perselisihan mereka, kemarin, Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono memanggil Duta Besar Korsel di Tokyo. Kono mendesak Seoul “segera mengambil tindakan korektif” atas putusan pengadilan tinggi itu.

Tokyo juga memperingatkan akan mengambil langkah-langkah penting yang tak ditentukan berkenaan dengan masalah ini.

Menanggapi pernyataan Menlu Jepang, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menegaskan, Tokyo harus berupaya menyembuhkan rasa sakit dan luka dari korban kerja paksa agar perselisihan tersebut dapat benar-benar diselesaikan.

Di tengah konflik itu, kemarin pria lansia bakar diri di depan Kedutaan Besar Jepang di Seoul. Pria yang disapa Kim (78) menyalakan api di dalam kendaraan yang terparkir di depan gedung Kedutaan.

Korban sempat mendapat perawatan di rumah sakit sebelum akhirnya dinyatakan meninggal. “Sekitar 20 tabung gas sekali pakai ditemukan di dalam mobil tempat pria itu membakar diri,” kata pihak berwenang, seperti dikutip AFP.

Baca juga : Akbar Tanjung: KAHMI Harus Dukung Kadernya Maju Caketum Golkar

Insiden tersebut diduga berkaitan dengan sengketa diplomatik antara Korsel dengan Jepang, menyangkut kompensasi kerja paksa pada masa perang. Media setempat mengatakan, pria tersebut merupakan menantu dari salah seorang korban kerja paksa oeh pemerintah Jepang pada masa Perang Dunia II.

Menurut pernyataan seorang petugas polisi di Kepolisian Jongno, Seoul, pria tersebut sempat berbicara dengan kenalannya di telepon saat dalam perjalanan ke Kedutaan Besar dan mengatakan rencananya untuk melakukan aksi bakar diri karena permusuhannya terhadap Jepang.

Kejadian bakar diri itu bukan yang pertama. Pada 2017, seorang bhiksu Budha Korsel tewas bakar diri.

Akankah Amerika Serikat mampu mendamaikan mereka. Waktu AS dipimpin Barack Obama, pemimpin kedua negara mau bertemu mengatasi perselisihan keduanya.

Pada 2014, Abe dan Mantan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye bertemu untuk pertama kalinya di sela-sela pertemuan puncak keamanan nuklir di Den Haag. Akan tetapi, Pemerintahan Trump tampaknya kurang berminat untuk terlibat. Para analis mencurigai niat bulus Presiden AS Donald Trump yang memanfaatkan keretakan hubungan kedua sekutunya.

Baca juga : Hasil Pertemuan Xi Jinping-Kim Jong Un, China Korut Makin Erat

Untuk saat ini, tampaknya tidak ada akhir yang pada pertengkaran. Meskipun Seoul telah membawa kasus ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation/WTO) setuju untuk menengahinya, pendapat di Dewan Umum WTO memperkirakan perannya tidak dapat membuat banyak kemajuan dalam menyelesaikan perselisihan.

Para pemilik bisnis Korea pun berencana memboikot produk-produk Jepang dan 67 persen warga Korea Selatan, yang disurvey dalam jajak pendapat Gallup Korea, menyetujuinya.

Meski demikian, acara TV Korea, bintang K-Pop dan tren kecantikan sangat populer di Jepang. Korea merupakan turis yang paling banyak mengunjungi Jepang setelah China. [MEL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.