Dark/Light Mode

Angka Kematian Covid Disebut Melonjak Karena Varian XBB, Kemenkes Singapura Membantah

Selasa, 11 Oktober 2022 23:15 WIB
Ilustrasi virus penyebab Covid-19 (Foto: Net)
Ilustrasi virus penyebab Covid-19 (Foto: Net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Singapura membantah rumor, yang menyebut negaranya mengalami peningkatan kasus Covid-19 gejala berat secara signifikan, dan lonjakan angka kematian akibat subvarian XBB.

"Desas-desus yang menyebar melalui WhatsApp itu, sama sekali tidak benar. Kami telah menginisiasi Undang-Undang Perlindungan Masyarakat dari Kepalsuan dan Manipulasi Online (POFMA) untuk menangkal rumor seperti itu," demikian pernyataan Kemenkes Singapura, seperti dilansir Channel News Asia (CNA), Selasa (11/10).

Meskipun ada peningkatan kasus lokal yang dipicu subvarian XBB, termasuk lonjakan pasca akhir pekan, Kemenkes Singapura mengatakan, jumlah kasus Covid parah di negaranya tetap relatif rendah.

"Ini sangat mungkin terjadi, karena kami memiliki ketahanan yang dibangun melalui vaksinasi dan gelombang infeksi sebelumnya. Kami memantau lintasannya dengan cermat," kata Kemenkes Singapura.

Baca juga : Pemerintah Kendorin Pembatasan Covid-19, Oktober Pelancong Indonesia Kemungkinan Bisa Masuk Jepang

Tak kalah penting, tak ada bukti subvarian XBB bisa menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Sejauh ini, sebagian besar pasien Covid di Singapura hanya melaporkan gejala seperti sakit tenggorokan atau demam ringan. Terutama, jika mereka telah divaksinasi.

XBB adalah subvarian Omicron yang saat ini telah terdeteksi di negara-negara seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang dan Amerika Serikat sejak Agustus 2022.

Per Selasa (11/10), Singapura melaporkan 11 kasus unit perawatan intensif (ICU) dan 50 kasus yang membutuhkan suplementasi oksigen.

Baca juga : Elemen Buruh Minta Pemerintah Peka

Bisa dibilang, angka ini hanya sedikit lebih tinggi dari tingkat yang diamati dalam beberapa bulan terakhir.

Pada puncak gelombang Delta, ada 171 kasus ICU dan 308 kasus yang membutuhkan suplementasi oksigen. Sementara pada gelombang Omicron, tercatat 54 kasus ICU dan 242 kasus yang membutuhkan suplementasi oksigen.

Peningkatan kasus rawat inap ini sejalan dengan peningkatan kasus secara keseluruhan. Saat ini, Singapura melaporkan 490 kasus rawat inap. Beda jauh dibanding masa puncak Delta dan Omicron, yang masing-masing mencapai angka 1.600 dan 800.

"Namun, kesibukan terlihat di UGD rumah sakit kami. Karena itu, kami mendorong masyarakat, agar tidak terburu-buru ke UGD. Kecuali, jika mereka mengalami kondisi medis darurat," beber Kemenkes Singapura. 

Baca juga : Apkasi Ajak Perusahaan Rebut Peluang Pengadaan Di Pemda Melalui APN 2022

Karena itu, pasien yang masuk ke UGD dengan kondisi non-darurat - termasuk anak-anak - akan dialihkan ke klinik perawatan darurat lainnya. Atau klinik perawatan primer untuk penilaian lebih lanjut, demi memprioritaskan sumber daya bagi pasien yang membutuhkan perawatan medis.

Selasa (11/10), Singapura melaporkan 11.732 kasus baru Covid-19. Ini adalah kali pertama Negeri Merlion membukukan 10.000 kasus Covid, dalam tempo lebih dari dua bulan.

Sebelumnya pada hari yang sama, Kemenkes Singapura mengumumkan rencana untuk memajukan pemberian vaksin bivalen Moderna/Spikevax pada 14 Oktober. Atau tiga hari lebih cepat dari jadwal.

Kemenkes Singapura meyakini adanya manfaat pemberian lebih awal,  mengingat kasus infeksi akibat subvarian XBB Omicron yang meningkat.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.