Dark/Light Mode

Populasi Susut, Prospek Ekonomi China Suram

Rabu, 18 Januari 2023 05:15 WIB
Inilah kepadatan di kawasan pejalan kaki di Distrik Huangpu, Shanghai, China. (Foto AFP via Times of Malta)
Inilah kepadatan di kawasan pejalan kaki di Distrik Huangpu, Shanghai, China. (Foto AFP via Times of Malta)

RM.id  Rakyat Merdeka - Untuk pertama kalinya, China mencatatkan penurunan populasi sejak 1961. Hal ini diproyeksi bakal membuat pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu melambat.

Para ahli demografi domestik memperkirakan, penurunan populasi ini memperlambat ekonomi karena pendapatan turun dan utang Pemerintah meningkat. Termasuk melonjaknya biaya kesehatan dan kesejahteraan.

“Prospek demografis dan ekonomi China jauh lebih suram dari yang diperkirakan. China harus menyesuaikan kebijakan sosial, ekonomi, pertahanan dan luar negerinya,” kata ahli demografi Yi Fuxian kepada Xinhua.

Yi menambahkan, penyusutan tenaga kerja negara dan penurunan bobot manufaktur akan semakin memperburuk harga tinggi dan inflasi tinggi di Amerika Serikat dan Eropa.

Proses penurunan angka populasi China sebenarnya sudah dimulai sejak 2022. Biro Statistik Nasional China mengungkapkan, penduduk negara itu berjumlah 1,411 miliar jiwa pada akhir 2022. Jumlah itu menurun dibandingkan dengan populasi China pada tahun sebelumnya yang mencapai 1,412 miliar jiwa.

Baca juga : Perppu Cipta Kerja Untuk Kepentingan Ekonomi Jangka Panjang

Para analis pun memperkirakan, India bakal menjadi negara terpadat di dunia pada 2023 ini. Untuk diketahui, penduduk India saat ini telah mencapai 1,408 miliar jiwa.

Tingkat kelahiran di China pada 2022 adalah 6,77 kelahiran per 1.000 orang. Angka itu turun dibandingkan pada 2021 dengan 7,52 kelahiran per 1.000 orang dan menandai tingkat kelahiran terendah dalam statistik China.

China juga mencatat tingkat kematian tertinggi sejak 1976. Negara itu mencatat 7,37 kematian per 1.000 orang dibandingkan dengan tingkat kematian 7,18 per 1.000 orang pada 2021.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga menilai, dalam jangka panjang populasi China menyusut hingga 109 juta pada 2050, atau lebih dari tiga kali lipat dari perkiraan penurunan sebelumnya pada 2019.

Sebagian besar penurunan demografi adalah hasil dari kebijakan satu anak China yang diberlakukan antara 1980 dan 2015. Faktor lainnya yaitu biaya pendidikan yang sangat tinggi yang membuat banyak orang China tidak memiliki lebih dari satu anak, atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali.

Baca juga : Menperin: Hilirisasi Industri Kunci Kemajuan Ekonomi Nasional

Sejak 2021, Pemerintah Daerah di China telah meluncurkan sejumlah kebijakan untuk mendorong masyarakat memiliki lebih banyak anak, termasuk pengurangan pajak, cuti hamil yang lebih lama, dan subsidi perumahan.

Namun, kata analis, langkah-langkah tersebut diperkirakan tidak akan menghentikan tren jangka panjang penurunan popuasi negara itu. Data tersebut menjadi trending topik teratas di media sosial China setelah dirilis kemarin. Salah satu tagar, ‘#Apakah penting memiliki keturunan?’ menjadi trending paling atas.

“Alasan mendasar mengapa perempuan tidak ingin memiliki anak bukan terletak pada diri mereka sendiri. Tetapi pada kegagalan masyarakat dan laki-laki untuk memikul tanggung jawab membesarkan anak. Bagi perempuan yang melahirkan hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup yang serius dan kehidupan spiritual,” tulis seorang warganet China dengan nama pengguna Joyful Ned.

Pakar populasi mengatakan, kebijakan zero-Covid yang ketat di China, juga menyumbang kerusakan lebih lanjut pada prospek demografis negara itu.

Sejak 2021, Pemerintah China telah meluncurkan langkah-langkah untuk mendorong masyarakat memiliki lebih banyak anak. Termasuk pengurangan pajak, cuti melahirkan yang lebih lama, dan subsidi perumahan.

Baca juga : Pembangunan IKN Kerek Ekonomi Kaltim

Pada Oktober, Presiden Xi Jinping mengatakan, Pemerintah akan memberlakukan kebijakan dukungan lebih lanjut. Namun, sejauh ini langkah-langkah tersebut tidak banyak membantu menahan tren jangka panjang.

Pencarian online untuk kereta bayi di mesin pencari Baidu China turun 17 persen pada 2022 dan turun 41 persen sejak 2018. Sementara pencarian untuk botol susu bayi turun lebih dari sepertiga sejak 2018.

Sebaliknya, pencarian panti jompo melonjak delapan kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara di India, Google Trends menunjukkan peningkatan 15 persen dari tahun ke tahun dalam penelusuran botol bayi pada 2022. Sedangkan penelusuran untuk tempat tidur bayi naik hampir lima kali lipat.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.