Dark/Light Mode

Segera Dibahas Oleh 15 Negara Anggota

DK PBB Khawatir AI Bisa Kendalikan Senjata Nuklir

Rabu, 5 Juli 2023 05:05 WIB
Segera Dibahas Oleh 15 Negara Anggota DK PBB Khawatir AI Bisa Kendalikan Senjata Nuklir

RM.id  Rakyat Merdeka - Ancaman ArtificiaI Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan terhadap perdamaian dan keamanan internasional akan menjadi bahasan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) untuk pertama kalinya.

Inggris yang memegang presidensi DK PBB akan menjadi tuan rumah pada pertemuan yang akan digelar 18 Juli nanti. Duta Besar Inggris untuk PBB, Dame Barbara Woodward yang mengumumkan pertemuan itu pada Senin (3/7) menyebut, ada risiko besar kemungkinan penggunaan AI dalam pengendalian senjata nuklir.

Pertemuan yang akan diikuti 15 negara anggota DK PBB itu akan menghadirkan para ahli AI internasional. Menurut Woodward, Inggris ingin menyerukan pendekatan multilateral dalam mengelola peluang dan risiko AI.

“Harus diwaspadai,” kata Woodward, tentang bagaimana AI dapat digunakan, misalnya dalam teknologi nuklir. Apakah ada negara yang memiliki senjata nuklir akan mempertimbangkan menyerahkan pengelolaan senjata tersebut kepada AI dan bagaimana hal itu bisa salah.

“Hal yang sama juga berlaku untuk senjata otomatis,” jelas Woodward, pada konferensi pers di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, dilansir Associated Press.

Baca juga : Jenazah PMI Korsel Belum Bisa Dikembalikan, Ini Penjelasan BP2MI

Namun, dia tidak menafikan manfaat AI dalam mendukung pembangunan internasional dan bantuan kemanusiaan, serta pemeliharaan perdamaian dan pencegahan konflik.

“Teknologi ini berpotensi membantu kita menutup kesenjangan antara negara berkembang dan negara maju. Ada potensi sangat besar,” ujarnya.

Ancaman Artificial Intelligence

Sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Juni lalu, mengungkapkan, ancaman AI bisa menjadi ”monster” yang tidak bisa dikendalikan. Untuk itu diperlukan aturan bagi Pemerintah hingga perusahaan teknologi.

Guterres berencana menunjuk sebuah dewan penasihat tentang AI pada September mendatang untuk mempersiapkan inisatif yang bisa diambil PBB. Dia juga setuju, jika akan dibentuk badan baru PBB yang mengurusi AI dengan model seperti Badan Energi Atom Internasional, yang berbasis pengetahuan dan memiliki wewenang pengaturan.

”PBB akan mencoba menjadi pusat seluruh jaringan dan gerakan yang akan dibuat untuk berhadapan dengan teknologi AI seiring perkembangannya,” kata Guterres.

Baca juga : Stafsus Wapres: Cara Ganjar Kelola Konflik Wadas Bisa Direplikasi Secara Nasional

Ia mengakui, hal itu tidak akan mudah, karena Pemerintah dan organisasi internasional belum cukup berinvestasi dalam sumber daya manusia yang memiliki keahlian saintifik dan pengetahuan teknis tentang AI.

Pada September 2022, Dewan Eksekutif Sistem PBB untuk Koordinasi mendukung Prinsip Penggunaan Etis untuk AI dalam Sistem PBB. Isinya, ada 10 prinsip yang digunakan sebagai panduan penggunaan AI dalam segala tataran sistem PBB, yakni tidak menyakiti; definisikan tujuan, kebutuhan, dan proporisonalitas. Kemudian keselamatan dan keamanan; keadilan dan nondiskriminasi; keberlanjutan; hak terhadap privasi, perlindungan data, dan pengelolaan data; otonomi dan pengawasan manusia; transparansi dan kejelasan; tanggung jawab; serta inklusi dan partisipasi.

Eropa juga di posisi terdepan dalam upaya mengatur AI, terutama dengan munculnya AI yang mengembangkan chatbot seperti ChatGPT kemampuan untuk menciptakan teks, gambar, video, dan audio yang mirip dengan karya manusia.

Pada 14 Juni lalu, anggota parlemen Uni Eropa menyetujui aturan komprehensif pertama di dunia untuk AI. Pada Mei, kepala perusahaan AI yang menciptakan ChatGPT, CEO OpenAI Sam Altman, berbicara dalam dengar pendapat di Senat Amerika Serikat.

Artificial Intelligence Di Militer

Altman mengatakan, intervensi Pemerintah sangat penting memitigasi risiko sistem AI yang semakin kuat. Ia mengusulkan pembentukan badan AS atau global yang akan memberikan izin bagi sistem AI paling kuat dan memiliki wewenang untuk mencabut izin serta menjamin kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Baca juga : Cegah Diabetes Pada Anak Dengan Pola Makan Seimbang & Batasi Gula

Sebelumnya, 61 negara yang berpartisipasi dalam konferensi internasional ”Responsible Artificial Intelligence in the Military Domain 2023” atau REAIM 2023 di Den Haag, Belanda, menandatangani seruan aksi penggunaan AI pada militer secara bertanggung jawab, 16 Februari lalu.

Dalam Pertemuan yang berlangsung pada 15-16 Februari lalu, mereka berkomitmen terus menyelenggarakan dialog global yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara inklusif, untuk menagih kontribusi setiap pihak dalam menjaga stabilitas dan keamanan internasional yang mengacu pada hukum internasional.

Selain Belanda dan Korea Selatan sebagai penyelenggara, seruan aksi juga ditandatangani dua negara dengan pengembangan teknologi AI paling menonjol saat ini, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China. Indonesia pun menandatangani seruan tersebut.

Dalam seruan aksi disebutkan, dampak penggunaan kecerdasan buatan pada militer terhadap masa depan kemanusiaan menjadi kekhawatiran yang mengemuka secara global. Hal itu di antaranya dipengaruhi oleh sejumlah isu tentang keandalan sistem persenjataan berbasis kecerdasan buatan dan pelibatan manusia dalam pengambilan keputusan. Ketidakjelasan pertanggungjawaban atas potensi konsekuensi tewasnya manusia, juga menjadi kekhawatiran lainnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.