Dark/Light Mode

Kemitraan Indonesia-Korsel Diramal Makin Cerah, Ini Alasannya

Minggu, 17 September 2023 09:58 WIB
Lokakarya bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Koreas Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations, yang digelar di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (12/9). (Foto: Dok FPCI)
Lokakarya bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Koreas Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations, yang digelar di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (12/9). (Foto: Dok FPCI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan (Korsel) semakin tinggi karena dipengaruhi musik K-Pop dan tayangan K-Drama yang disebarkan lewat media sosial maupun mainstream. Hubungan masyarakat (people to people) yang erat ini menjadi landasan yang kuat untuk meningkatkan kerja sama kedua negara.

Kondisi ini menjadi membuka peluang kerja sama kedua negara yang semakin menjanjikan. Terlebih, Korsel memulai kebijakan luar negeri baru khusus untuk kawasan Asia Tenggara yaitu Korea-ASEAN Solidarity Initiative (KASI). Kebijakan ini membuka peluang terjalinnya berbagai kemitraan Korsel dengan negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.

Kira-kira begitu beberapa catatan penting yang terangkum dalam lokakarya bertajuk Connecting Cultures: Unveiling the Power of South Korea's Public Diplomacy in Strengthening Seoul-Jakarta People-to-People Relations, yang digelar di Bengkel Diplomasi, Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (12/9).

Lokakarya yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation ini menghadirkan dua narasumber dari Korsel. Mereka adalah Kepala Center for ASEAN-Indian di Institute of Foreign Affaris and National Security Prof Choe Wongi dan jurnalis dari The Hankook Ilbo, Jaeyeon Moon. Keduanya menyampaikan pemaparan melalui online.

Lokakarya ini diikuti 15 jurnalis profesional yang tergabung dalam program Indonesian Next Generation on Korea Batch 3. Ini adalah lokakarya sesi kedua dari 6 lokakarya yang akan rencananya digelar sebelum para jurnalis diajak berkunjung ke Korsel.

Prof Choe mengawali pemaparan dengan menceritakan kebijakan KASI. Kata dia, ini adalah kebijakan baru dari Presiden Korsel Yoon Suk Yeol yang dilantik pada Mei 2022. Kebijakan ini dresmikan Presiden Yoon pada Desember 2022, dan dibuat khusus untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Choe, kebijakan KASI lebih progresif dan komprehensif dari kebijakan luar negeri sebelumnya, yaitu New Southern Policy (NSP), yang diprakarsai Presiden Korsel sebelumnya, Moon Jae In, pada 2017.

Choe menjelaskan perbedaan kedua kebijakan ini. Kata dia, NSP hanya berfokus pada kerja sama ekonomi seperti perdagangan dan investasi.  Adapun untuk urusan keamanan, seperti bagaimana situasi Laut China Selatan yang memanas di tengah persaingan China dan Amerika Serikat, Korsel tidak begitu proaktif atau cenderung diam.

Baca juga : Hasto Sebut Ganjar Tak Bikin Proyek Mercusuar Untuk Ikon, Ini Alasannya

Nah, menurut Choe, kebijakan NSP juga menghasilkan banyak manfaat. Beberapa di antaranya berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat di ASEAN terhadap Korsel, dan begitu juga sebaliknya. Korsel misalnya membangun Rumah Kebudayaan ASEAN di Busan.

Sementara KASI, lanjut Choe, fokusnya tidak hanya pada perdagangan dan investasi. Namun juga mencakup diplomasi, keamanan, politik dan hubungan kerakyatan (people to people). Melalui kebijakan ini Korsel melihat ASEAN sebagai partner strategis untuk mewujudkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.

Dan Korsel sebagai pemangku kepentingan merasa harus ikut bertanggung jawab mempromosikan kedamaian di kawasan. Jadi berdasarkan refleksi seperti ini, keterlibatan Korsel lebih komprehensif. Tidak hanya berfokus pada investasi dan perdagangan.

Nah, kata dia, dengan kebijakan ini Korsel menjadi lebih proaktif. Karena itu saat ada insiden antara Coast Guard China dengan Filipina, di Laut Filipina Barat bulan Agustus lalu, Korsel ikut menyampaikan keprihatinan. Inilah adalah pernyataan sikap pertama Korsel terhadap persoalan di Laut China Selatan.

“Saya pikir prioritas utama di balik kebijakan ini (KASI) adalah Korea tidak lagi mengesampingkan masalah strategis dan keamanan yang nyata,” ungkapnya.

Perbedaan lain, lanjut Choe, dengan kebijakan KASI ini Korsel memposisikan Asia Tenggara sejajar dengan negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan China. Dengan hal tersebut, akan membuka peluang terjalinnya kerja sama Korsel dengan negara di ASEAN, termasuk Indonesia.

Apalagi, lanjut dia, Indonesia punya peranan yang sangat penting di ASEAN.  Tahun ini, Indonesia menjadi ketua negara ASEAN, dan baru saja sukses memimpin KTT ASEAN, KTT ASEAN Three, dan sedang membuat sejarah baru dengan memprakarsai platform untuk Kawasan Indo-Pasifik yang Inklusif (AIPF).

“Jadi saya pikir prospek dalam kemitraan Korea dengan ASEAN, Korea dengan Indonesia akan sangat cerah. ASEAN punya potensi ekonomi dan sosial yang sangat besar. Korea bisa membantu mengotimalkan potensi itu,” kata Choe.

Baca juga : KASI Bikin Kemitraan Korea Selatan-Indonesia Makin Menjanjikan

Choe mengungkapkan, kebijakan KASI ini dirilis tanpa memiliki agenda tersembunyi. Korsel hanya ingin menjalin kemitraan yang lebih besar di ASEAN, termasuk di Indonesia. Ia lalu mengungkap data 10 juta wisatawan dari Korsel berkunjung ke kawasan Asia Tenggara.

“Saya pikir ada banyak kepentingan dan bermanfaat bagi kepentingan kedua negara untuk menjalin kerja sama ekonomi yang lebih besar, termasuk memperkuat pertukaran antar manusia dengan Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” ungkapnya.

Choe lalu mengomentari pertemuan bilateral antara Presiden Jokowi dan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol di Istana Presiden, Jumat (8/9) lalu.  Menurut dia, pertemuan yang digelar sekaligus untuk merayakan hubungan diplomatik 50 tahun Korsel-Indonesia itu berjalan hangat dan sukses serta menghasilkan beberapa kesepakatan termasuk program pertukaran budaya.

Hal senada disampaikan oleh jurnalis asal Korsel Jaeyeon Moon. Jaeyeon optimis akan ada banyak kemitraan terjalin antara Korsel dan Indonesia di masa depan. Misalnya meningkatkan industri hiburan Indonesia dengan kerja sama dengan Korsel. Apalagi, kata dia, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap Korsel sangat tinggi.

Jaeyeon menceritakan, meski saat ini hubungan diplomatik Korsel dan Indonesia berusia 50 tahun, ia seperti warga Korea umumnya belum banyak mengetahui tentang Indonesia. Kebanyakan orang Korea mengetahui Indonesia hanya sebagai tempat jalan-jalan, wisata untuk bulan madu, atau tempat yang kental dengan budaya. Banyak yang tak mengetahui Indonesia memiliki kekuatan konsumsi, bisnis dan budaya yang besar.

Kata dia, kesadaran warga Korsel terhadap Indonesia semakin terbangun di masa pandemi Covid-19. Saat itu, Korsel ikut memberikan bantuan perlatan medis termasuk masker untuk Indonesia. Termasuk menyediakan teknologi dan investasi untuk Indonesia.  Belakangan, publik Korea pun mengetahui ternyata Indonesia adalah salah satu konsumen terbesar budaya populer Korsel seperti K-POP dan K-Drama.

Ia misalnya, mengaku terkejut saat mengetahui Indonesia adalah negara peringkat pertama dari 20 negara yang paling banyak mencuit tentang K-POP pada 2021.  Belum lagi bagaimana begitu banyaknya fans BTS di Indonesia. Kata dia, MCD edisi BTS ternyata sangat laku keras di pasar Indonesia dan ini membuat kaget orang Korsel sendiri.

“Ini menunjukkan bahwa secara budaya dan budaya populer kita memiliki nilai-nilai dan perspektif yang sama,” ujarnya.

Baca juga : Indonesia Bakal Masuk Grup Neraka, Erick: Kuncinya Nyali

Melihat eratnya hubungan masyarakat kedua negara ini, kata dia, membuka peluang kerja sama di industri hiburan. Salag satu contohnya adalah, Jaeyoon mengusulkan agar pemerintah Indonesia membuat proyek kolaborasi drama Korea.

“Saya piker kerja sama ini bisa meningkatkan industri hiburan Indonesia,” cetusnya.

Agar semakin meningkatkan hubungan masyarakat kedua negara, Jaeyeon mengusulkan agar memberikan kesempatan para jurnalis berkomunikasi dengan para pejabat di Indonesia. Misalnya untuk mengetahui bagaimana kebijakan Indo Pasifik yang dicetuskan Indonesia. Apa strateginya dan apakah bisa membawa kedamaian di Semenanjung Korea. Menurut dia, konsep yang ditawarkan Indonesia mengenai Indo Pasifik dalam KTT ASEAN sangat menarik. Yaitu menghentikan persaingan dan konflik. Namun, ada banyak hal yang masih tanda tanya di kalangan media Korsel. Seperti bagaimana melakukan ini? Dialog seperti apa yang harus dilakukan untuk menhentikan persaingan ini. Pertanyaan ini muncul lantaran tak banyak kesempatan untuk bertanya dengan pejabat di Indonesia.

“Jadi, kalau kesempatan itu terbuka luas, tentu ini akan sangat menyenangkan. Dan menurut saya ini akan sangat menarik untuk dibagikan bersama,” cetusnya.

Karena itu, menurut dia, program koresponden secara bertahap akan membantu bagi kedua negara saling memahami. Jadi tidak hanya reporter Korsel yang berkeliling Indonesia, tapi juga sebaliknya.

“Kita perlu memperbanyak koresponden untuk saling memahami. Menurut saya ini membantu publik Korea dan Indonesia untuk saling mengenal dan melakukan pertukaran perubahan yang lebih komunikatif,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.