Dark/Light Mode

Trump Kini Jadi Raja Utang

Jumat, 8 Mei 2020 04:50 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. (Foto: Getty Images)
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. (Foto: Getty Images)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump punya julukan baru, King of Debt alias Raja Utang. Bagaimana tidak, di eranya, utang negeri Paman Sam menggunung. Jumlahnya luar biasa fantastis, mencapai 25 triliun dolar AS atau setara Rp 375 kuadriliun. Nolnya aja ada 15.

Julukan itu diberikan warga AS lantaran di bawah kepemimpinan Trump, pemerintah negara adidaya secara agresif melakukan pinjaman hingga utangnya menggunung. Bukannya mengurangi defisit, ketika perekonomian AS kuat, Trump malah menumpuk lebih banyak utang untuk membayar besar-besaran insentif pemotongan pajak dan lonjakan belanja negara.

Seperti dilansir CNN, kemarin, sebelum pandemi Covid-19 melanda, rasio utang AS terhadap PDB-nya sudah mencapai hampir 80 persen, Rasio itu dua kali lipat lebih tinggi dari rata-rata historis.

Baca juga : Ignatius Eko Ditunjuk Jadi Karo Humas Kemhan

Sekarang, utang nasional AS bertambah lagi karena Washington dipaksa menyelamatkan ekonomi AS dari guncangan terbesar yang pernah ada. Departemen Keuangan AS mengatakan, pekan ini akan meminjam sekitar 3 triliun dolar atau setara Rp 45 kuadriliun pada kuartal yang akan digunakan untuk kuartal ini saja. Angka itu hampir enam kali lipat dari rekor utang AS sebelumnya pada 2008. Ada pun sepanjang tahun 2019, AS menarik utang sebesar 1,28 triliun dolar.

Meski jumlahnya sudah sangat tinggi, pemerintah AS menilai saat ini bukan keputusan tepat untuk menghentikan utang. Ini disepakati para ekonom. Mereka menyebut, AS harus terus menumpuk utang untuk mencegah kejatuhan ekonomi yang lebih dalam lagi. Sebab, jika ekonomi benar-benar terpuruk, AS tidak bisa membayar utang setelah masa krisis pandemi berakhir. Bahkan, pengawas defisit mendesak AS untuk terus meminjam.

Tapi tentu saja, akan ada konsekuensi jangka panjang dari utang yang menggunung itu. Ujungnya, akan muncul tingkat suku bunga yang lebih tinggi, inflasi yang lebih besar, dan kemungkinan, pajak yang lebih tinggi.

Baca juga : Isi WFH Dengan Jadi Kicau Mania

Saat ini, yang jadi fokus adalah menjaga roda perekonomian AS tetap bertahan. Pada Maret, Kongres meloloskan paket stimulus 2,3 triliun dolar AS, paket stimulus terbesar dalam sejarah AS.

Kantor Anggaran Kongres memperkirakan, defisit anggaran federal akan mencapai 3,7 triliun dolar tahun ini, naik dari 1 triliun dolar pada 2019. Sementara, utang nasional melonjak di atas 100 persen dari PDB.

Kemungkinan juga masih akan ada stimulus yang diberikan pemerintah AS, sekitar 2 triliun dolar lagi akhir tahun ini. Stimulus itu disuntikkan untuk membantu pemerintah negara bagian dan lokal yang terpukul oleh krisis. Sebelumnya, paket stimulus teranyar yang dirilis pemerintah AS untuk penanganan dan penyelamatan ekonomi dari virus corona setara sekira 14 persen dari PDB AS.

Baca juga : Trump Ingin Beli Vaksin Corona Hanya Untuk AS, Jerman Menolak

Semua itu akan menambah tinggi tumpukan utang AS yang sudah menggunung. Tetapi, mereka percaya, tidak ada pilihan lain untuk mencegah krisis lebih lanjut.

Sementara, sejak minggu ini, Presiden Trump menyerukan untuk mulai mengoperasikan kembali kegiatan perekonomian AS. Langkah Trump masih menimbulkan kekhawatiran sejumlah pakar kesehatan AS. Perekonomian AS yang dibuka kembali dapat memicu penambahan kasus kematian baru karena covid-19. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.