Dark/Light Mode

Tahan Uighur, China Dicurigai Bangun Kamp Rahasia Di Gurun

Sabtu, 27 Oktober 2018 10:37 WIB
BBC
BBC

RM.id  Rakyat Merdeka - China dituding memenjarakan satu juta umat Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, tanpa proses peradilan. Pemerintah China menepis tudingan tersebut, namun investigasi BBC menemukan bukti baru. Pada 12 Juli 2015, satelit menyoroti kawasan gurun dan sejumlah kota di bagian barat China. Salah satu foto yang diabadikan hari itu menampilkan pemandangan lahan kosong yang dipenuhi pasir abu. Hanya berselang kurang dari tiga tahun kemudian, pada 22 April 2018, foto satelit di tempat yang sama menunjukkan perbedaan menakjubkan. Sebuah kompleks besar dan berkeamanan ketat muncul, lengkap dengan tembok luar sepanjang dua kilometer dan 16 gardu penjaga.

Sejak awal tahun, berbagai laporan santer menyebutkan China mengoperasikan sejumlah kamp penahanan bagi warga Muslim Uighur. Tempat itu ditemukan para peneliti yang sedang mencari bukti kamp-kamp tersebut memang ada dalam perangkat pemetaan global, Google Earth. Lokasi kompleks beton tersebut terletak di dekat Kota Dabancheng, sekitar satu jam berkendara dari ibu kota Xinjiang, Urumqi.

Baca juga : Dubes Mesir Helmy Fauzi Boyong 75 Importir Hadiri TEI 2018

“Guna menghindari pemantauan polisi terhadap setiap wartawan yang datang berkunjung, kami mendarat di Bandara Urumqi pada dini hari waktu setempat. Akan tetapi, pihak kepolisian ternyata sudah mengantisipasi. Ketika tiba di Dabancheng, kami dikuntit sedikitnya lima mobil berisi polisi berseragam dan pejabat pemerintah,” kata wartawan BBC John Sudworth. “Selagi kendaraan kami meluncur, kami tahu cepat atau lambat, konvoi mobil di belakang kami akan mencoba menghentikan kami. Lepas dari dugaan tersebut, kami menyaksikan pemandangan yang tak terduga,” katanya.

Area luas, kosong, dan berdebu yang ditampilkan foto satelit di bagian timur kompleks, tak lagi kosong. Di tempat itu proyek pengembangan sedang berlangsung. Deretan crane dan bangunan abu-abu raksasa setinggi empat lantai seolah mendadak tumbuh di gurun. Mereka mengangkat kamera dan mengambil gambar proyek konstruksi tersebut. Namun, belum lama rekaman berputar, salah satu kendaraan yang menguntit tiba-tiba beraksi. Mobil koresponden BBC diberhentikan, disuruh mematikan kamera, dan pergi. “Bagaimanapun, kami menemukan hal signifikan—aktivitas luar biasa besar yang belum diketahui masyarakat luas. Temuan kami dikuatkan perangkat pemetaan global,” kata BBC.

Baca juga : Beri Minum Soda Kepada Balitanya, Ayah Dipenjara

Foto satelit Sentinel pada Oktober 2018 menunjukkan, betapa luasnya perkembangan lokasi tersebut. Jika semula kami menduga tempat itu adalah kamp penahanan besar, kini area yang sama telah menjelma menjadi kamp penahanan raksasa. Kompleks besar mirip penjara itu hanyalah satu dari sekian banyak bangunan serupa yang dibangun di Xinjiang selama beberapa tahun terakhir. Bangunan macam apa yang punya 16 gardu penjaga dan tidak boleh kami kunjungi? “Itu adalah sekolah re-edukasi,” kata seorang pengurus hotel. “Ya, itu adalah sekolah re-edukasi,” ujar penjaga toko. “Ada puluhan ribu orang di sana sekarang. Mereka punya masalah dengan pemikiran mereka,” sambungnya.

Belakangan mereka mengetahui bahwa bagi warga Xinjiang, istilah “pergi ke sekolah” punya makna lain. Pemerintah China secara konsisten menyanggah mereka memenjarakan umat Muslim tanpa melalui proses peradilan. Namun, bagi warga Xinjiang, kata ‘pemenjaraan’ di kamp-kamp sudah lama dilemahkan menjadi ‘pendidikan’. Pemerintah China pun tak tanggung-tanggung memakai kata itu guna menanggapi kritik dari berbagai penjuru dunia. Sebagai langkah propaganda, stasiun televisi pemerintah menayangkan liputan mengenai pendidikan di Xinjiang, dengan ruang kelas yang bersih dan pelajar-pelajar yang sopan—tampak secara sukarela mendaftarkan diri untuk mengikuti pelajaran.

Baca juga : Najib Dan Kroninya Dituding Tilep Duit Negara Rp 24 Triliun

Terdapat lebih dari 10 juta orang Uighur di Xinjiang. Mereka berbahasa Turki dan wajah mereka menyerupai masyarakat Asia Tengah, alih-alih etnik mayoritas Han di China. Kota Kashgar di bagian selatan Xinjiang, secara geografis lebih dekat ke Turki ketimbang ke Beijing, dan begitu pula dengan budayanya. Sejak dulu etnik Uighur sering memberontak terhadap kekuasaan China. Walau Xinjiang beberapa kali luput dari kendali China sehingga bisa mandiri pada masa sebelum Partai Komunis berkuasa, protes dan kekerasan lebih kerap terjadi. Kekayaan mineral—terutama minyak dan gas—di wilayah yang luasnya lima kali lipat lebih besar dari Jerman mendatangkan investasi China, pertumbuhan ekonomi, sekaligus arus pendatang etnik Han.

Kini sudah menjadi pemandangan umum ketika warga Uighur digeledah di jalan-jalan dan pos-pos pemeriksaan kendaraan, sementara warga etnik Han kerap lolos dari pengecekan serupa. Lebih jauh, warga Uighur dikenai pelarangan perjalanan, baik di dalam Xinjiang maupun ke luar wilayah tersebut. Bahkan ada perintah resmi yang memaksa warga Uighur menyerahkan paspor ke polisi untuk “diamankan”.[MEL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.