Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Nahan Pajak Palestina 1,9 T

Israel Pembunuh Juga Perampok

Rabu, 20 Februari 2019 11:19 WIB
Benjamin Netanyahu (Foto Haaretz)
Benjamin Netanyahu (Foto Haaretz)

RM.id  Rakyat Merdeka - Israel bukan cuma pembunuh, tapi juga perampok. Negeri zionis itu kembali menahan uang pajak milik Palestina. Jumlah dana yang ditahan kali ini sebesar 138 juta dolar atau setara dengan Rp 1,9 triliun.

Keputusan menahan uang pajak Palestina itu diumumkan kantor PM Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (17/2). Alasan penahanan uang pajak itu lantaran otoritas Pa- lestina menggunakan uang itu untuk menyantuni warga mereka yang ditahan di penjara Israel, para keluarganya, dan kepada tahanan yang telah bebas.

“Hari ini, saya akan meminta persetujuan kabinet untuk (aturan legislasi) mengurangi gaji teroris dari dana Otoritas Palestina,” ujar PM Netanyahu seperti dikutip Reuters, kemarin.

Jumlah uang Rp 1,9 triliun itu, disebut Netanyahu sama sama saja mendorong tindak kekerasan lebih lanjut. Soalnya, masyarakat Palestina menganggap para tahanan dan pelaku serangan terhadap warga Israel yang ditembak mati sebagai ‘pahlawan’ dalam konflik dengan Israel. Para pemimpin Palestina juga kerap memuji para pelaku serangan yang tewas sebagai martir.

“Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmud Abbas) terus membayarkan gaji gemuk setiap bulannya kepada para pembunuh yang ada di dalam penjara. Kita harus mencari cara untuk meng- hentikan aliran dana,” tutur Menteri Kehakiman Israel, Ayelet Shaked.

Baca juga : Mahathir: Tak Ada Yang Berhak Pecah Yerusalem

Laporan media-media lokal menyebut penahanan uang pajak itu kemungkinan akan dikurangkan secara bertahap dari pembayaran uang pajak bulanan kepada Palestina, untuk periode 12 bulan ke depan.

Untuk diketahui, sesuai kesepakatan perdamaian sementara, Israel selalu mengumpulkan pajak atas nama Palestina, untuk kemudian ditransfer ke otoritas Palestina. Jumlahnya disebut mencapai  222 juta dolar per bulan.

Dengan upaya perundingan antara Israel dan Palestina yang mengalami kebuntuan sejak tahun 2014, Israel seringkali menahan transfer uang pajak untuk otoritas Palestina. Langkah itu disebut sebagai bentuk tekanan.

Otoritas Palestina mengecam keras penahanan uang pajak mereka. Palestina menyebut, uang yang mereka berikan kepada keluarga tahanan adalah uang kesejahteraan. Uang pajak itu diberikan untuk keluarga-keluarga yang kehilangan “tulang punggung” mereka karena ditahan atau mati.

Palestina menampik, pemberian uang itu mendorong tindak kekerasan. Palestina menekankan keputusan Israel ini sebagai pukulan sepihak terhadap perjanjian yang ditandatangani, termasuk Perjanjian Paris.

Baca juga : Pemerintah Inggris Cabut Kewarganegaraan Pengantin ISIS, Shamima Begum

“Setiap pengurangan dana kliring Palestina harus ditolak, dan merupakan pembajakan dana rakyat Palestina,” kata pernyataan pemerintahan yang dikuasai gerakan Fatah itu.

Pejabat senior Organisasi Pembe- basan Palestina (PLO), Ahmed Majdalani menuduh Israel dan Amerika Serikat, yang juga memotong ratusan juta dolar AS dana bantuan Palestina, telah melakukan upaya pemerasan.

“Pemerintahan pendudukan berupaya menghancurkan kewenangan nasional dalam kemitraan dengan pemerintahan AS yang dipimpin Donald Trump,” se- but Majdalani.

“Ini adalah upaya untuk menekan dan memeras kami,” timpal pejabat senior PLO lainnya, Wasel Abu Youssef.

“Bahkan dengan hanya satu dolar tersisa, kami akan membayarkannya kepada keluarga para martir, para tahanan dan korban luka,” tegasnya.

Baca juga : Bernie Sanders Nyalon Di Pilpres AS 2020

Terpisah, anggota PLO lainnya, Bassam al-Salhi, menyebut Israel secara terang-terangan mengabaikan hukum dan konvensi internasional. Anggota PLO lainnya, Qais Abu Laila menyebut, dengan keputusan penahanan uang pajak ini, Israel menghukum rakyat Palestina dua kali.

“Pertama, ketika tentaranya menangkap rakyat Palestina dari rumah- rumah mereka saat tengah malam; dan kedua, saat Israel menghukum kelu- arga mereka dengan mengambil uang mereka,” bebernya.

Aktivis terkemuka Palestina, Mustafa Barghouti menyebut kabinet PM Netanyahu sebagai ‘pemerintah paling rasis di dunia’. Langkah itu menunjukkan pelanggaran jelas terhadap seluruh kesepakatan masa lalu yang ditandatangani antara Palestina dan otoritas Israel.

“Ini perampokan di siang bolong,” tegas Barghouti lagi. Dia pun menyerukan pemerintah Palestina untuk membatalkan seluruh kesepakatan dengan Israel, meng- aktifkan perlawanan populer, mendukung gerakan boikot dan mengadili Israel di pengadilan internasional untuk kejahatan terhadap rakyat Palestina yang terus berlangsung.[OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.