Dark/Light Mode

Sudah Enam Pekan, Warga Belarus Tuntut Presiden Mundur

Selasa, 15 September 2020 22:55 WIB
Para pengunjuk rasa membawa bendera nasional Belarusi raksasa selama unjuk rasa pendukung oposisi di Minsk, Belarus.  (Foto Associated Press)
Para pengunjuk rasa membawa bendera nasional Belarusi raksasa selama unjuk rasa pendukung oposisi di Minsk, Belarus. (Foto Associated Press)

RM.id  Rakyat Merdeka - Massa menentang kepemimpinan Presiden Belarus Alexander Lukashenko terus bertambah. Memasuki pekan ke enam aksi, lebih dari 100 ribu pengunjuk rasa turun ke jalanan Ibu Kota Belarus, Minsk.

Kerumunan massa yang diperkirakan berasal dari kelompok pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Viasna, membawa spanduk protes. Termasuk pada Rusia. Yang mencerminkan kekhawatiran massa atas pertemuan Lukashenko dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Pertemuan itu merupakan yang pertama kalinya sejak kerusuhan pecah menentang Pemilihan Presiden (Pilpres) Belarus bulan lalu. Hasil Pilpres itu menghasilkan 80 persen suara untuk kemenangan Lukashenko. Para pengunjuk rasa menilai, telah terjadi kecurangan dalam Pilpres tersebut.

Baca juga : Kang Emil: Warga Jakarta Jangan Plesiran Dulu Ke Puncak

Putin mengatakan, siap mengirim polisi Rusia ke Belarus jika aksi protes berubah menjadi kekerasan. Yang memicu kekhawatiran, Moskow dapat menggunakan perbedaan pendapat politik sebagai alasan untuk mencaplok tetangganya. Seperti yang terjadi di Krimea pada 2014. Kedua negara punya perjanjian terkait pekerja, politik, ekonomi dan militer. Di saat yang sama, Lukashenko ingin Rusia ikut campur dalam krisis di negara tersebut.

Beberapa pengamat meyakini, Lukashenko dalam posisi yang lemah saat bertemu dengan Putin. Dan itu bisa dimanfaatkan Putin. Pengamat politik independen Valery Karbalevich menilai, Lukashenko tidak bisa menunjukkan pada Putin bahwa dia bisa mengendalikan situasi dan menghentikan aksi protes.

“Ini bisa mendorong Kremlin membuat skenario dan mencari kandidat alternatif," kata Karbalevich kepada Associated Press.

Baca juga : MSI Perkenalkan Laptop Bagi Content Creation

Lukashenkotelah memerintah negara berpenduduk 9,5 juta jiwa itu dengan tangan besi sejak 1994. Dia disebut kejam. Tak sungkan memberangus oposisi dan media. Tetapi, dalam aksi protes kali ini, para pengunjuk rasa terus menunjukkan upayanya. Meski tiap hari ada penangkapan dan penahanan terhadap pengujuk rasa.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Belarus Olga Chemodanova mengatakan, sekitar 250 orang ditahan akhir pekan lalu di Minsk. Dia juga mengatakan demonstrasi terjadi di 16 kota lain.

Dalam aksi protes itu, pengunjuk rasa membawa sejumlah spanduk. Salah satunya bertuliskan, “Sumber kekuatan di Belarus adalah rakyat. Bukan Lukashenko dan Kremlin”. Spanduk lain berisikan protes terhadap kedekatan dan pengaruh Putin pada Lukashenko.

Baca juga : Pasca Pengakuan Tentara Myanmar, Warga Rohingya Tunggu Keadilan Ditegakkan

Untuk mengantisipasi aksi itu, polisi memasang kawat berduri, menyiapkan kendaraan tahanan, dan mengerahkan ribuan tentara untuk memblokir pusat kota dari para demonstran. Tapi, pengunjuk rasa berkumpul di luar pusat kota dan berbaris menuju kediaman presiden di pinggiran kota.

Sejauh ini, Lukashenko telah menolak konsesi atau upaya mediasi. Dan berulang kali menuduh tetangga mereka yang pro Barat, berupaya menggulingkan pemerintahannya. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.