Dewan Pers

Dark/Light Mode

Dubes Rusia Harapkan Solusi Dialog Dan Legal Di Myanmar

Rabu, 10 Februari 2021 16:06 WIB
Pimpinan Myanmar, Aung San Suu Kyi saat bertemua Presiden Rusia, Vladimir Putin. [Foto: RIA Novosti]
Pimpinan Myanmar, Aung San Suu Kyi saat bertemua Presiden Rusia, Vladimir Putin. [Foto: RIA Novosti]

RM.id  Rakyat Merdeka - Kudeta militer di Myanmar pada pekan kemarin, mendapat kritikan dari dunia internasional. Kudeta yang dilaksanakan junta Myanmar pada 1 Februari tersebut juga menangkap dan menahan petinggi politik.

Salah satunya, Aung San Suu Kyi. Salah satu yang berkomentar atas kudeta ini adalah Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva. Menurutnya, Myanmar harus segera melakukan dialog internal agar bisa menyelesaikan masalah secara damai.

Berita Terkait : Kedubes Iran Rayakan Hari Revolusi Via YouTube

Dalam press briefing virtual, Rabu (10/2), Vorobieva menegaskan, pemerintah Rusia tidak akan ikut campur dalam urusan Myanmar. Yang jelas, ujarnya, Rusia mencatat situasi di Myanmar dan Kementerian Luar Negeri telah menyampaikan harapan, agar semua masalah diselesaikan lewat cara dialog dan kerangka mekanisme yang legal.

“Ini menggambarkan posisi Rusia dengan baik. Kami tidak akan ikut campur pada masalah domestik dari negara berdaulat dengan cara apapun," tegasnya.

Berita Terkait : 14 Faksi Palestina Gelar Dialog Nasional di Kairo

Vorobieva menekankan, bahwa konflik internal Myanmar ini tidak baik jika mendapatkan intervensi dari luar. Dia pun berharap, situasi di Myanmar segera membaik. Juga, agar apapun solusi yang dipilih nantinya, merupakan yang terbaik bagi seluruh rakyat Myanmar.

"Kami memiliki hubungan dekat dengan Myanmar. Kami berharap situasi ini akan segera berakhir dengan hasil terbaik," serunya.

Berita Terkait : Isoman Bisa Bantu Turunkan Angka Kematian, Asal Lakukan Dengan Benar

Kini, kekuasaan di Myanmar dipegang militer. Namun, ribuan warga Myanmar di berbagai kota menentangnya melalui aksi unjuk rasa.

Demonstrasi ribuan warga berlanjut hingga hari kelima pada Rabu (10/2). Dalam unjuk rasa di Naypyidaw, seorang pendemo perempuan dilaporkan kritis, akibat terkena peluru tajam polisi di bagian kepala. [DAY]