Dark/Light Mode

Roketnya Nyungsep, China Salahkan Amerika

Senin, 10 Mei 2021 22:44 WIB
Roket Long March-5B Y2 lepas landas dari Pusat Peluncuran Luar Angkasa Wenchang di Provinsi Hainan, China, 29 April 2021.(Foto China Daily via Reuters)
Roket Long March-5B Y2 lepas landas dari Pusat Peluncuran Luar Angkasa Wenchang di Provinsi Hainan, China, 29 April 2021.(Foto China Daily via Reuters)

RM.id  Rakyat Merdeka - Roket Long March 5B milik China terkonfirmasi jatuh menghantam bumi. Puing-puingnya ditemukan di Samudera Hindia. Namun, Beijing menyalahkan Amerika Serikat (AS) yang iri atas kemajuan teknologinya.

Bagi banyak orang, posisi jatuhnya roket dengan berat 18 ton itu sungguh melegakan. Namun di China, media pemerintah, Global Times mengatakan, perhatian global yang intens atas kasus ini, hanyalah upaya Barat dan medianya untuk mendiskreditkan program luar angkasa China.

Menurut editorial surat kabar itu, pihak AS dan Badan Penerbangan dan Antariksa AS ( NASA) mencoba untuk menghalangi dan mengganggu peluncuran roket China. Surat kabar pemerintah itu juga menuduh para ilmuwan dan NASA bertindak melawan hati nurani dan menjadi anti-intelektual.

"Orang-orang ini iri dengan kemajuan pesat teknologi luar angkasa China. Beberapa dari (mereka) bahkan mencoba menghalangi dan mengganggu peluncuran ini untuk pembangunan stasiun luar angkasa," tulisan media itu.

Beijing juga menganggap negara-negara Barat dan media mengatur standar yang berbeda untuk setiap peluncuran roket. Bila dibandingkan dengan AS, China termasuk negara yang terlambat dalam mengeksplorasi ruang angkasa.

Baca juga : Bamsoet Dukung Cineas Muda Garap Film Antariksa V

China pertama kali meluncurkan roket pada 1970, 13 tahun setelah Uni Soviet dan 12 tahun setelah AS. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, China dengan cepat menjadi pelopor dalam perlombaan antariksa, bersaing dengan AS.

Pada 2019, China berhasil mendaratkan pesawat ruang angkasa Chang'e 4 di sisi jauh bulan, kawah Von Karman. China menjadi negara pertama dalam sejarah yang berhasil menyentuh permukaan bulan. Lalu pada 2020 berhasil membawa kembali bebatuan bulan tahun lalu.

Sejak 1999, AS memberlakukan kendali ekspor atas teknologi satelit ke China. Lalu pada 2011, Kongres AS mengeluarkan regulasi yang memberlakukan pembatasan pada keterlibatan NASA dengan China.

Akibatnya, astronot China dilarang masuk ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), yang merupakan satu-satunya stasiun luar angkasa di orbit. Stasiun itu merupakan hasil kolaborasi antara AS, Rusia, Eropa, Jepang, dan Kanada. China membangun stasiun luar angkasa sendiri bernama Tiangong.

Pada 29 April lalu, China berhasil meluncurkan modul pertamanya Long March 5B dari pulau Hainan China. Roket itu membawa modul Tianhe (Harmoni Langit), yang akan menjadi tempat tinggal bagi tiga anggota awak di sebuah stasiun luar angkasa permanen China, Tiangong.

Baca juga : Mikha Tambayong Suka Olahraga Berat

Tianhe adalah yang pertama dari 11 misi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan stasiun ruang angkasa. Namun, roket Long March 5B jatuh menghantam bumi. Puing-puingnya ditemukan di Samudera Hindia. Kejadian itu dikonfirmasi badan antariksa China pada Minggu (9/5).

"Setelah pemantauan dan analisis pada Pukul 10:24 (0224 GMT), 9 Mei, puing-puing tahap terakhir dari kendaraan peluncuran Long March 5B Yao-2 telah masuk kembali ke atmosfer," kata badan antariksa China dikutip dari AFP.

Begitu juga dengan hasil analisis dari pemantauan Space-Track milik militer AS. Roket itu berada atas Arab Saudi sebelum jatuh ke Samudra Hindia dekat Maladewa. Temuan itu juga sesuai dengan prediksi beberapa ahli yang mengatakan bahwa puing-puing roket akan tercebur ke laut. Sebab, 70% bumi tertutup air.

AS kemudian mengkritik China atas insiden tersebut. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan, Beijing lalai karena membiarkan roket jatuh dari orbit. "Jelas bahwa Tiongkok gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab terkait puing-puing luar angkasa mereka," kata Austin dikutip dari BBC Internasional, Minggu (9/5).

Tahun lalu, puing-puing dari roket Long March lainnya jatuh di Pantai Gading. Kejadian itu menyebabkan kerusakan struktural pada roket, tetapi tidak ada korban luka atau kematian.

Baca juga : Siapkan Payung Dan Plan ABCD

Atas serangkaian kejadian yang dialami roket China, para ahli memberikan rekomendasi untuk melakukan desain ulang roket Long March 5B. Roket itu saat ini tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol penurunan dari orbit.

"Sangat penting bahwa China dan semua negara penjelajah antariksa dan entitas komersial bertindak secara bertanggung jawab dan transparan di luar angkasa untuk memastikan keselamatan, stabilitas, keamanan, dan keberlanjutan jangka panjang aktivitas luar angkasa," kata Bill Nelson, NASA Administrator. [MEL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.