Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dilema Subsidi Pupuk

Jumat, 7 Januari 2022 07:38 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya sederhana: karena harga pupuk akan tinggi sekali jika tidak disubsidi, mengingat biaya produksi yang tinggi. Biaya produksi sebagian di bawah kendali pabrik; sebagian lagi di luar kendali pabrik seperti biaya gas, pengapalan (shipping), bahan baku dan persaingan pupuk luar negeri.

Akibatnya, tidak semua petani dapat menikmati pupuk bersubsidi. Melalui “mekanisme seleksi” yang cukup birokratis, cukup banyak petani kita yang tidak bisa mengakses ke pupuk bersubsidi; mereka terpaksa harus membeli pupuk komersial yang lebih mahal dibandingkan dengan pupuk subsidi.

Baca juga : Negara Kita Di Penghujung 2021

Beberapa waktu yang lalu timbul wacana, daripada pusing-pusing urus pupuk bersubsidi, apa tidak sebaiknya, subsidi untuk pupuk dicabut saja. Sebagai penggantinya, subsidi itu langsung diberikan kepada petani yang membutuhkan? Hingga sekarang Pemerintah tidak berani merealisir wacana ini, khawatir dampaknya bisa lebih kacau, dan lebih merugikan nasib petani!

Kembali ke masalah biaya produksi eksternal yang meningkat yang kemudian mendorong makin tingginya harga pupuk, selama tahun 2021 yang ditandai dengan pandemi Covid-19 yang cukup gawat di hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia, harga pupuk internasional pun naik cukup tinggi karena dipengaruhi oleh beragam faktor, antara lain:

Baca juga : Dekadensi Moral: Tantangan Serius BPIP

1. Tingginya biaya pengapalan yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah kapal di dunia sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Di banyak pelabuhan internasional terjadi penumpukan barang dan antrean kapal, biaya bongkar-muat pun meningkat.

2. Tingginya harga gas dunia, khususnya di Eropa. Tingginya harga gas berpengaruh langsung terhadap biaya produksi pupuk berbasis nitrogen, yaitu urea, yang merupakan jenis pupuk yang paling dibutuhkan dalam budidaya tanaman pangan. Menurut beberapa sumber (antara lain majalah Fertecon), harga urea di dunia bahkan sudah menyentuh angka USD 1.000.

Baca juga : Ancaman Kenaikan Harga Pupuk

3. Adanya kebijakan larangan ekspor dari Pemerintah China dan Rusia. Kedua negara ini dikenal sebagai pemasok terbesar pupuk dan bahan baku pupuk, mulai dari urea, DAP sampai KCl. Pembatasan ini menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan pupuk di pasar internasional yang berdampak pada lonjakan harga.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.