Dark/Light Mode

Menghemat Politik Identitas (18)

Antara Politik Islam Dan Islam Politik

Jumat, 2 September 2022 06:31 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Dalam kitab Shahih Bukhari dikisahkan, ketika Rasulullah memimpin delegasi dalam perjanjian Hudaibiyyah ber­hadapan dengan Suhail yang menjadi pemimpin dari kaum kafir Quraish. Keduanya menggagas perjanjian damai dan sekaligus gencatan senjata. Ketika naskah per­janjian dirumuskan, Nabi meminta diawali dengan kata Bismillahirrahmanirrahim, namun ditolak oleh Suhail karena kalimat itu asing baginya.

Ia mengusulkan kalimat bis­mikallahumma, kalimat yang popular di dalam masyarakat Arab ketika itu. Materi perjanjian itu juga kelihatan tidak adil karena sepintas menguntungkan kaum kafir, yaitu jika yang melanggar perjanjian orang kafir Quraisy Mekah di wilayah Madinah, maka harus dikembalikan ke Mekkah. Akan tetapi, jika yang melanggar orang Islam di wilayah kekuasaan Mekkah, maka ia ditahan di Mekkah.

Baca juga : Islam Mengapresiasi Perbedaan

Sebagai penutup perjanjian itu, Nabi mengusulkan kata: Hadza maqudhiya ‘alaihi Muhammad Rasulullah (perjanjian ini ditetapkan oleh Muhammad Rasulullah), kembali Suhail menolaknya dengan alasan kami berperang karena tidak mengakui anda sebagai Rasul. Ia mengusulkan kata: Hadza ma qudhiya ‘alaihi Muhammad ibn ‘Abdullah (perjanjian ini ditetapkan oleh Muhammad putra Abdullah).

Penyoretan basmalah dan penyoretan kata “Rasulullah” serta isi perjanjiannya tidak adil, membuat para sahabat tersing­gung dan menolak perjanjian itu, namun Rasulullah meminta para sahabat untuk menyetujui naskah perjanjian itu. Konon, Rasulullah mengambil alih sendiri penulisan itu karena sahabat tidak ada yang tega mencoret kata “Rasulullah”, yang diang­gapnya sebagai salah suatu prinsip dasar aqidah Islam.

Baca juga : Konsep Ummah Mereduksi Politik Identitas

Setelah itu, Rasulullah menerangkan kepada para sahabatnya, mengapa perjanjian itu diterima. Pertama, pencoretan kata bis­millahirrahmanirrahim dan kata Rasulullah memang masalah, tetapi lebih besar akibatnya bagi umat Islam jika perjanjian itu ditolak, karena posisi umat Islam masih minoritas.

Butir-butir perjanjian itu diterima agar kaum kafir Quraisy Mekah tidak ditahan di Madinah agar tidak ikut membe­bani ekonomi Madinah yang sudah dibanjiri pengungsi. Sedangkan orang Islam yang dibiarkan ditahan di Mekkah pasti akan berusaha menjalankan politik tertentu untuk me­mecah belah kekuatan kaum kafir Quraisy di sana. Alhasil, semua prediksi Rasulullah benar dan sahabat kemudian mengagumi kecerdasan Rasulullah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.