Dark/Light Mode

Menghemat Politik Identitas (18)

Antara Politik Islam Dan Islam Politik

Jumat, 2 September 2022 06:31 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Inilah politik Islam. Terkadang harus mundur selangkah untuk meraih kemenangan. Dalam posisi umat Islam masih minoritas, tidak ada cara terbaik kecuali kooperatif dengan keiinginan mayoritas, demi menyelamatkan umat. Terkadang juga harus bersabar dan menanti saat yang tepat untuk memulai sebuah strategi baru untuk mencapai kesuksesan menyeluruh.

Politik Islam bukan untuk mentolerir jatuhnya korban hanya untuk mencapai kemenangan politik secara simbolis. Kemenangan substansial jauh lebih berharga ketimbang kemenangan simbolik. Untuk apa kemenangan simbolik jika substansi Islam tidak bisa diimplementasikan.

Baca juga : Islam Mengapresiasi Perbedaan

Ketika Ali dan Mu’awiyah berseteru, masing-masing tidak ada yang mau mengalah. Ali sudah dilantik menjadi khalifah keempat tetapi tidak diakui oleh Mu’awiyah. Karena tidak ada yang mau mengalah, maka terjadilah peperangan yang disebut Perang Shiffin. Mu’awiyah didukung oleh ‘Aisyah, isteri Nabi dan Ali tentu saja didukung oleh isterinya, Fathimah, putri Nabi. Perang tidak dapat dielakkan antara keduanya.

Di tengah perang saudara ini, Amr ibn ‘Ash yang dikenal sebagai politikus cerdik di pihak Mu’awiyah, me­nyerukan gencatan senjata dan perdamaian. Ia menggunakan simbol 500 Al-Qur’an yang diusung diujung tombak sambil mengajak semua pasukan untuk kembali kepada penyelesa­ian secara Al-Qur’an. Ali dan Mu’awiyah menyetujuinya. Ali mengutus Abu Musa al-Asy’ary, seorang ulama yang disegani dan Amru ibn Al-Ash mewakili pihak Mu’awiyah. Amr ibn ‘Ash tahu keshalihan dan kelemahan Abu Musa. Amr meminta agar demi kemuliaan Islam dan demi kemasla­hatan umat Islam, sebaiknya Ali dan Mu’awiyah mengun­durkan diri lalu dicari tokoh lain yang lebih netral.

Baca juga : Konsep Ummah Mereduksi Politik Identitas

Dengan lugu Abu Musa, perunding mewakili pihak Ali ibn Ai Thalib menerima usulan itu. Ia diminta berpidato lebih awal di depan massa dan pasukan kedua belah pihak. Ia menyerukan bahwa sekarang ini tidak ada lagi khalifah dan kini saatnya kita akan mencari khalifah yang dapat diterima oleh semua pihak. Tiba giliran Amr ibn ‘Ash, menelikung pernyataan itu dengan mengatakan, oleh karena sekarang tidak ada lagi khalifah, maka dengan ini kami melegalkan Mu’awiyah sebagai khalifah. Tentu saja pihak Ali tidak menerimanya, maka peperangan pecah kembali. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.