Dark/Light Mode
- Muhammadiyah Idul Fitri 31 Maret 2025, Tahun Depan Beralih Dari Hisab Ke KHGT
- Kemenag Resmikan Program Beasiswa Zakat, Dorong Mustahik Lebih Berdaya
- Penerbangan Di Bandara Heathrow Inggris Sudah Mulai Pulih
- Legenda Tinju Dunia Big George Meninggal Dalam Usia 76 Tahun
- Siapkan 30 Ribu Rumah Nakes, Menteri PKP Rajin Tebar Rumah Subsidi

Tausiah Politik
RM.id Rakyat Merdeka - Ketenangan batin enak diucapkan, bahkan gampang dinasehatkan kepada orang lain. Namun dalam kenyataannya, ketenangan batin amat sulit digapai. Kesulitan tidak terletak pada bagaimana memahami hakekat ketenangan itu tetapi bagaimana bersahabat dengan kenyataan apapun yang dialami setiap hari. Ketengan batin lebih merupakan akibat daripada sebuah proses. Sebagian orang mengembalikan bahwa ketenteraman batin merupakan anugrah Tuhan. Karena itu kita perlu memahami kiat-kiat mempertahankannya. Kondisi batin yang paling perlu diwaspadai ialah ketika kita sedang dalam keadaan normal, yaitu ketika semua kebutuhan tercukupi dan mungkin berlebihan. Musibah, hajat, dosa besar, dan berbagai kesulitan dan kekecewaan hidup lainnya lebih sering mendorong seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT ketimbang kondisi batin yang sedang berkecukupan, baik dari segi kauantitatif maupun segi kualitatif.
Baca juga : Bersahabat Dengan Penderitaan
Tingkat kebutuhan hidup setiap orang berbeda-beda satau sama lain. Namun wacana di dalam Islam dibedakan atas beberapa tingkatan kebutuhan, yaitu: 1) Kebutuhan dharury, yakni kebutuhan pokok atau basic needs seperti kebutuhan akan makan, minum, dan berhubungan suami-isteri. 2) Kebutuhan hajjiyat, yakni kebutuhan yang penting tetapi belum menjadi kebutuhan pokok, seperti kebutuhan akan sebuah tempat tinggal, kedaraan, dan alat komunikasi. 3) Kebutuhan tahsiniyyat, yakni kebutuhan yang bersifat pelengkap (luxury), seperti perabotan yang bermerek, aksessoris kendaraan, dan handphon yang lebih canggi.
Baca juga : Memperkaya Opsi Solusi
Seseorang yang berada dalam tingkat kedua dan ketiga perlu berhati-hati karena perjalanan spiritual dalam kondisi seperti ini seringkali jalan di tempat. Bahkan berpeluang untuk diajak turun oleh berbagai daya tarik dan godaan dunia. Berbeda jika seseorang sedang dirundung duka, sedang diuji dengan kebutuhan mendesak, atau sedang dilanda penyesalan dosa yang mungkin agak resisten terhadap godaan-godaan yang bersifat materi.
Baca juga : Menjauhi Egoisme Spiritual
Ada dua beban hidup yang tidak bisa satu atap dengan ketenangan, yaitu beban rasa bersalah dan beban rasa bersalah. Beban rasa berdosa terjadi jika seseorang rajin menumpuk dosa dan pelanggaran perintah dan ajaran Tuhan, seperti berzina, berbohong, korupsi, dan membicarakan aib orang lain. Rasa bersalah terjadi jika seseorang sering berbuat kesalahan kepada saudaranya sendiri, seperti tidak menepati janji, khianat, mendhalimi, memfitnah, dll. Selama rasa berdosa dan rasa bersalah ini tidak dibersihkan tidak akan pernah ada ketenangan abadi.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.