Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pelajaran Dari Kasus Baasyir

Kamis, 24 Januari 2019 07:30 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Siapa pun yang mengeluarkan pernyataan tentang Ba’asyir harus berpikir 3X dengan konten pernyataan yang harus dikarang sedemikian rupa agar tidak keselo lidah (slip of tongue) — apalagi jika sang pemimpin – sejujurnya – kurang paham dengan masalah yang satu ini.

Terkait masalah pembebasan Ba’asyir, Presiden Jokowi tampaknya “kejeblos” ketika ia dipancing wartawan yang menanyakan kebenaran berita mengenai dibebaskannya Ba’asyir pada hari Jumat 18 Januari yang lalu. Saya kebetulan menyaksikan “adegan” tersebut di layar televisi.

Baca juga : Tanda-tanda Main Kotor Dalam Pemilu

Dari kata-per-kata yang meluncur dari mulut Presiden, ditambah dengan ekspresi wajah beliau dan berbagai aspek komunikasi non-verbalnya, bisa kita simpulkan bahwa Presiden sesungguhnya tidak begitu paham dengan masalah tersebut ketika menjawab pertanyaan wartawan.

Akibatnya, sudah sama-sama kita ketahui: menimbulkan kegaduhan serius di publik! Inilah 2 (dua) pernyataan Presiden Jokowi mengenai isu pembebasan Ba’asyir. Jum’at 18 Januari 2019 Presiden berkata: “Yang pertama memang alasan kemanusiaan. Beliau kan sudah sepuh. Pertimbangan lama Kapolri, kita, Menkopolhukam, dan dengan pakar-pakar.

Baca juga : Bukan Debat, Hanya Klarifikasi

Terakhir dengan Pak Prof. Yusril Ihza Mahendra”. Dalam tempo 3 hari, 22 Januari 2019: Jokowi mengoreksi pernyataannya sendiri: “Syaratnya harus dipenuhi, kalau enggak, saya enggak mungkin nabrak. Contoh, setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila. Itu basic sekali. Sangat prinsip sekali.

Saya kira jelas sekali.” Dua pernyataan Presiden Jokowi di atas bak langit dan bumi perbedaannya. Yang satu bersifat konteks tinggi, mengambang, kurang tegas; pernyataan kedua sangat konteks rendah, dan TE­GAS sehingga menutup pintu multiinterpretasi.

Baca juga : Upaya Mendiskreditkan TNI

Kata-kata “saya enggak mungkin nabrak...... Itu (NKRI dan Pancasila) basic sekali”, artinya tidak bisa ditawar-tawar. Ingat, ketika seseorang menggunakan “bahasa aslinya” atau bahasa asing dalam berkomunikasi, itu indikasi yang bersangkutan sedang emosional, kesal, atau marah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.