Dark/Light Mode

Keprihatinan Menghantui Pemerintahan Jokowi

Jumat, 14 Februari 2020 07:17 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - Berita utama (headline) Rakyat Merdeka edisi 12 Februari 2019 menggambarkan suasana kebathinan Presiden Jokowi ketika memimpin Rapat Terbatas Kabinet di Istana Bogor sehari sebelumnya. Tidak ada senyum sekali di wajah Jokowi. Ia langsung masuk ke ruang sidang tanpa menyapa pun yang hadir. Duduk, lalu membacakan pernyataan yang sudah disiapkan oleh staf kepresidenen sebagai pengantar Ratas. Suasana kebathinan para menteri yang hadir digambarkan hampir sama, tidak ada saling bercakap-cakap penuh senyum sebelum sidang seperti biasanya.

Ratas hari itu mengirimkan satu pesan utama: Presiden minta supaya semua menteri secepatnya menggunakan/menghabiskan belanja modal di kementeriannya masing-masing. Langkah ini diambil untuk mengkonter dampak negatif ekonomi akibat masalah virus Corona yang mendunia dan ikut memberikan “kabar buruk” terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

Selama ini para menteri ekstra hati-hati menggunakan belanja modal karena, terutama, takut dijerat KPK akibat penggunaan belanja modal yang terkesan ngebut dan bernuansa korupsi. Sekarang Jokowi memerintahkan: cepat, cepat, cepat! Penggunaan belanja modal yang massif diharapkan dapat mendongkrak perekonomian dalam negeri sebagai offset terhadap turunnya volume dan nilai ekspor maupun impor.

Bank Dunia sudah mengeluarkan prediksi terbarunya tentang prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020: 5% pun takkan dicapai; padahal forcast Kementerian Keuangan tetap di atas 5%, minimal 5,1%. Sementara itu, Bank Indonesia pada akhir tahun 2019 mengeluarkan prediksi “angin surga”: ekonomi kita masih bisa tumbuh di atas 5,1 sampai 5,3%. Pekerjaan pokok BI memang tukang bikin “ramalan pertumbuhan” sejak fungsi pengawasan terhadap perbankan diserahkan sepenuhnya kepada OJK.

Kita sama-sama ketahui apa akibat yang ditimbulkan jika pertumbuhan melorot. Logika sederhana mengatakan manakala belanja rumah tangga–juga belanja negara–melebihi pendapatan (revenue) negara sehingga terjadi defisit anggaran, tindakan harus diambil untuk menutupi ketekoran itu. Darimana kita menutupi defisit itu? Dari investasi luar negeri dan/atau utang. Pemerintah Jokowi jilid ke-2 sangat optimis investasi asing segera akan melonjak luar biasa. Forcast paling menggembirakan datang dari Luhut Panjaitan, Menko Maritim dan Investasi. Begitu antusias sekali Luhut bicara tentang optimisme ekonmi Indonesia, dia bahkan berani mengatakan kurs Rupiah bisa mendekati Rp 10.000,- per US dollar, karena sebentar lagi puluhan miliar dolar in- vestasi asing akan membanjiri Indonesia. Amiin.

Sebagai kawan, kami hanya mengingatkan Kepala Negara untuk hati-hati dan jangan menelan begitu saja setiap forcast yang bernuansa “angin surga”. Negara kita dari segala penjuru, tampaknya, sedang dikepung oleh berbagai keprihatinan, sebegitu prihatin, suatu reshuffle kabinet terpaksa harus dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya akhir tahun.

Baca juga : Pikir 10x Sebelum Pulangkan WNI Ex. Combatant ISIS

Rangkaian keprihatinan yang dimaksud antara lain:

Pemerintah tiba-tiba dipusingkan dengan isu pemulangan WNI eks kombatan ISIS yang kini antara lain bermukim di Turki, Suriah dan Irak. Jokowi semula menyatakan “TIDAK”, tapi “saya harus tunggu Ratas ya.....”. Seakan-akan kekuatan Ratas kabinet lebih besar daripada kekuasaan Presiden RI. Ketika sidang kabinet mengambil keputusan yang sama, yakni “TIDAK”, kontroversi di masyarakat semakin kencang. Setiap hari media televisi menayangkan talk-show tentang isu ini, menampilkan nara sumber yang pro dan kontra terhadap sikap pemerintah ini. Mahfud MD selaku Menko Polhukam pun dibuat pusing, dan terus menggelar rapat di kantornya untuk menjabarkan teknis pelaksanaan keputusan kabinet.

Kenapa ragu, atau pusing? Argumentasi pemerintah sudah betul: kita lebih mementingkan nasib 265 juta rakyat daripada memikirkan nasib 600 sekian warga kita eks ISIS. Soal perikemanusiaan? Ketika mereka berangkat ke Timur Tengah untuk bertempur di pihak ISIS, mereka seharusnya menyadari sepenuhnya segala risiko yang bisa ditimbulkan akibat bertempur di pihak ISIS, sebuah organisasi yang amat terkenal dengan tindakan ultra sadis dan memusuhi negara/bangsa mana saja yang tidak sejalan dengan ideologi mereka. Tindakan mereka bertempur membantu penuh ISIS jelas-jelas menabrak Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Apalagi sebagian dari mereka dikabarkan menyobek-nyobek passport RI secara terbuka.

Soal ekonomi nasional, sebagai akibat membengkaknya defisit, utang pemerintah juga terus meningkat tajam. Utang saat ini sudah mencapai Rp 5.000 triliun lebih. Tahun ini dan tahun-tahun selanjunya, pemerintah sudah umumkan akan menerbitkan surat utang–dalam beragam bentuk dalam jumlah lebih besar. Kecuali itu, pemerintah juga sudah umumkan akan menerbitkan oblisasi denominasi dolar Amerika senilai US$ 6 miliar. Sekali lagi 6 miliar dolar Amerika dengan tingkat bunga sekitar 3,6%/tahun! Bagaimana kita membayar utang-utang tersebut berikut bunganya nanti, walahuallam!

Menurut survei yang dilakukan sebuah harian nasional kondang, rakyat Indonesia sejauh ini cukup puas dengan kinerja pemerintah Jokowi. Tapi, terhadap penegakan hukum, nilainya buruk. Secara keseluruhan, popularitas Jokowi menurun cukup signifikan dibandingkan 2 tahun yang lalu.

Law enforcement salah satu sektor yang kian mencoreng wajah pemerintah belakangan ini. Baru 2 hari yang lalu kita membaca berita kebakaran hutan sudah mulai lagi di Riau. Presiden kita sudah muak lebih dari marah-marah kalau soal kebakaran hutan. Tahun lalu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bercuap sudah sekian puluh perusahaan kayu/ hutan yang menjadi tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan siap diajukan ke pengadilan. Tapi, mana realisasinya? Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan benar-benar GAGAL mengatasi kebakaran hutan, toh Jokowi sepertinya tidak berdaya terhadap menterinya yang satu ini.

Baca juga : Alutsista Dan Honeymoon Jokowi-Prabowo

Ketika berbagai elemen masyarakat memperingatkan pemerintah konsekuensi serius jika WNI eks. Kombatan ISIS dipulangkan, gerakan radikalisme di dalam negeri sebetulnya semakin mencolok. Ada satu sekolah di Singkawang yang kabarnya menindak muridnya yang nonton atraksi terkait perayaan Cap Go Meh. Gejala apa ini kalau bukan radikalisme? Umat satu gereja di Pangkalpinang mengalami hambatan serius dari satu kelompok masyarakat ketika mereka hendak menggelar ibadah, sampai-sampai Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri untuk segera menindak.

Kasus Harun Masiku bukan hanya mencoreng integritas Komisi Pemberantasan Korupsi dan pimpinannya, tapi juga menurunkan wibawa pemerintah Jokowi. Inilah wajah penegakan hukum di Indonesia. Makin lama akan kian terkuak borok-borok yang ditimbulkan oleh perubahan UU anti-korupsi–berikut kelahiran KPK baru yang terkesan dipaksakan oleh wakil-wakil rakyat di Senayan. KPK terkesan mandul sejak dipimpin para Komisioner sekarang. Sejauh ini belum ada satu kasus kakap pun yang ditangani KPK. Kasus Jiwasraya “diambil” oleh Kejaksaan Agung; Asabri diserahkan kepada Polri.

Skandal Asuransi Jiwasraya juga mencoreng wajah hukum Indonesia. Menteri BUMN seolah hanya peduli pada urusan pembayaran klaim para nasabah Jiwasraya. Soal kenapa terjadi skandal gila-gilaan itu, Menteri BUMN mengatakan “itu sudah ranah hukum”. Padahal yang tidak kalah penting menjawab pertanyaan akbar ini: Apa sebab meledak skandal Jiwasyara? Siapa yang merampok–meminjam istilah yang dipakai Jusuf Kalla dalam skandal Bank Century--uang nasabah hingga sekian puluh triliun?

Dua pertanyaan akbar ini tampaknya hendak disembunyikan oleh pihak-pihak tertentu. Di DPR pun terjadi tarik-menarik antara fraksi-fraksi yang setuju pembentuk Panja dan Pansus.

Ketika meledak skandal Bank Century, sejumlah wakil rakyat di Senayan– seperti Bambang Soesatyo, Masinton, Maruarar Sirait, Ahmad Muzani, Lily Wahid--bersikeras untuk membongkar tuntas skandal ini melalui pembentukan Pansus.

Kini, DPR terkesan melempem, tidak ada libido untuk membongkar habis skandal Jiwasraya. Bambang Soesatyo sejak terpilih sebagai Ketua MPR lebih bernafsu untuk mengamandemen MPR.

Baca juga : Sandiwara Apa Semua Ini?

Dia menggalang rekan-rekan di DPR untuk menyetuji aman demen MPR, meski dengan embel-embel “terbatas”. Aspirasi rakyat yang dijaring MPR pun, mungkin, tidak murni. Tidak ada dialog akbar yang melibatkan kaum akedemisi di seluruh Tanah Air.

Partai-partai politik mayoritas yang mendukung pemerintah pasca Pemilu 2019 terkesan sudah membentuk sistem oligarki. “Kekuasaan tertinggi” berada di tangan beberapa orang yang menjabat Ketua Umum parpol-parpol pendukung Jokowi. Inilah ekses jilid ke-2 gerakan reformasi pasca kejatuhan Orde Baru pada 1999. Kalau oligarki berjalan terus, nasib demokrasi di Indonesia bakal tinggal nama.

Dari para “petinggi oligarki” ini juga sekarang mulai bergulir spekulasi tentang persiapan memenangkan pasangan capres- cawapres 2024. Sejumlah nama sudah santer disebut-sebut bakal kandidat kuat bakal capres dan cawapres 2024. Aneh bin ajaib! Pemilu baru berlangsung 7 bulan yang lalu, tapi perbincangan di ruang terbuka tentang calon pimpinan nasional kita sudah viral ke mana-mana.

Aneh bin ajaib juga kenapa seorang Menko Polhukam, Prof. Mahfud MD, tiba-tiba mengatakan Jenderal Polisi Tito Karnavian cocok jadi presiden. Apakah forcasting calon pimpinan nasional menjadi salah satu tugas Menko Polhukam?

Kita tidak tahu apakah ancaman, hiruk-pikuk politik dan berbagai keanehan yang melanda Tanah Air menjadi perhatian Presiden Jokowi juga. Sebab pikiran, waktu dan energi Presiden pada waktu yang sama juga tersedot ke masalah pindah Ibukota ke Kalimantan.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.