Dark/Light Mode

Reartikulasi Spirit Fikih (1)

Kamis, 4 Juni 2020 08:54 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Fikih adalah interpretasi secara kultural terhadap Al-Qur’an dan Hadis. Konsekwensi Allah SWT menciptakan hambanya bersuku-suku dan berbangsa-bangsa (Q.S. Al-Hujurat/49:13) Maka setiap suku dan bangsa mempunyai cultural right untuk menafsirkan Al-Qur’an dan Hadis.

Dengan demikian, Fikih Islam tidak semestinya berwajah tunggal untuk mengatur kehidupan masyarakat. Pencitraan Kitab Suci Al-Qur’an di dalam masyarakat juga masih lebih menonjol sebagai “Kitab Hukum” ketimbang “Tuntunan Moral”.

Baca juga : Hakekat Silaturrahim (3)

Akibatnya, ayat-ayat yang seharusnya menjadi pedoman moral (moral values) dipaksakan menjadi ayat-ayat hukum (legal-formalistic norms). Akibatnya lebih lanjut, yang terbentuk ialah umat yang religiousness, suatu kondisi dimana umat seperti berada di dalam kungkungan agama.

Dalam kondisi seperti ini, nilai-nilai agama lebih banyak dikesankan “membebani” umat, sehingga banyak yang meninggalkan ajaran agama meskipun masih tetap konsisten berkeyakinan seperti kolom agama yang ada di KTP mereka.

Baca juga : Hakekat Silaturrahim (2)

Reartikulasi spirit Al-Qur’an diharapkan menciptakan umat yang religious mindedness, suatu kondisi dimana umat selalu berada di dalam keadaan menggenggam dan bukannya mereka yang digenggam oleh nilai-nilai agama.

Dalam kondisi seperti ini, nilai-nilai agama dirasakan sebagai sebuah kebu-tuhan dan dijadikan sebagai habit oleh para pemeluknya. Dalam kondisi ini juga nilai-nilai agama tampil sebagai motivator dalam menjalani kehidupan. Tokoh-tokoh agama dihargai dan diapresiasi sebagai “sang pencerah” ketimbang sebagai “mufti” yang menentukan hitam-putihnya sebuah kehidupan.

Baca juga : Hakekat Silaturrahim (1)

Cara menghargai Kitab Suci selama ini masih identik dengan pengkultusan teks dan manuskrip Al-Qur’an. Tidak heran jika Al-Qur’an dicetak dalam edisi yang sangat luxury lalu disimpan di dalam rak terdepan dan paling atas, akibatnya jarang disentuh dan didalami maknanya.

Ada lagi yang membungkusnya dengan berbagai lapis lalu disimpan di dalam peti atau boks untuk memberikan kesan sakral. Cara memuliakan Al-Qur’an ialah mengamalkan isi dan kandungannya. Al-Qur’an bukanlah kitab antik untuk di-sakralkan apalagi untuk dimistikkan.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.