Dark/Light Mode

Etika Politik Dalam Al-Qur’an (62)

Hukum Hijrah Ke Negeri Non-Muslim

Sabtu, 6 April 2019 17:48 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Dunia semakin mengglobal. Mobilitas dan migrasi masyarakat semakin tak terbendung. Pertanyaan yang sering muncul dari kalangan muslim, bolehkah orang-orang Islam bermigrasi atau hijrah ke negara-negara non-muslim?

Seperti yang diuraikan di dalam artikel terdahulu, kehidupan orang-orang Islam di negara-negara non-muslim menemui banyak problem fikih, seperti sulitnya melaksanakan shalat Jum’at, pengajian, dan akses pendidikan agama untuk anak-anak. Belum lagi perlakuan yang tidak kondusif untuk bermu’amalah karena sistem perekonomian di sana tidak dirancang secara syari’ah, seperti negeri asalnya. Belum lagi ksulitan untuk mengawinkan anak perempuan yang tidak punya wali nasab.

Kalau di dalam Negara Islam tidak diragukan lagi pasti ada otoritas ulil amr yang akan berfunsi sebagai wali hakim. Masalahnya di sana ulil amr dalam arti fikih konvensional di sana tidak ada. Wali hakim dan saksi perkawinan dalam ilmu Fikih harus laki-laki dan muslim.

Baca juga : Ijtihad Lokal

Di dalam Islam, tidak ada larangan tegas bagi seorang muslim untuk bermigrasi ke negara-negara non-muslim. Yang penting ada jaminan bagi seorang muslim bisa menjalankan ajaran Islam di sana. Masalah muncul jika di sana akan mereduksi keyakinan hidup keislaman umat Islam di sana. Dasarnya ialah Firman Allah SWT: Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja. (Q.S. al-‘Ankabut/29:56).

Nabi juga pernah memberikan respons terhadap umatnya di Mekkah yang mengalami tekanan dari kaum Kafir-Quraish dengan mengatakan: “Sesungguhnya di negeri Habasyah ada seorang raja yang samasekali tidak akan menzalimi seorang pun, datanglah ke negeri itu sampai Allah SWT memberikan jalan keluar dari apa yang kalian alami”. (HR. Al-Baihaqi).

Dalam Tafsir Al-Qurthubi dan Tafsir Ibn Katsir mengomentari ayat di atas dengan bolehnya bermigrasi negeri non-muslim. Namun jika negara tempat tujuannya negara non-muslim tidak ada jaminan keamanan, maka Ibn Hazm memberi komentar di dalam kitabnya, Al-Mu- halla bi al-Atsar, jilid 12, h. 125, seorang muslim boleh bermigrasi ke negeri non-muslim jika di dalam negerinya mendapati ancaman, baik dari tekanan pemerintah atau pun tekanan krisis ekonomi yang mengancam hidup mereka. Kebolehan ini dengan catatan sepanjang negeri non-muslim tempat tujuan migrasi itu ada jaminan keselamatan, keamanan, termasuk jaminan menjalankan kehidupan menjalankan ajaran agamanya di sana maka hukumnya boleh. Akan tetapi jika di sana malah akan menimbulkan kemudharatan, baik secara personal maupun akidah dan kepercayaan, apalagi ia akan dimanfaatkan untuk membongkar rahasia negerinya sendiri, maka hukumnya haram.

Baca juga : Fikih Negeri Minoritas Muslim

Dasar pertimbangan larangan Ibn hazm di atas bisa dihubungkan dengan kebijakan Khalifah Umar ibn Khaththab, yang melarang ekstradisi penzina perempuan ke luar negeri, sebagaimana dilakukan dalam tradisi Nabi dan Abu Bakr, dengan alasan dunia Islam sudah sedemikian kompleks. Dikhawatirkan jika pezina itu diekstradisi ke negara lain ia akan dimanfaatkan musuh di sana un- tuk membocorkan rahasia umat Islam.

Umar kemudian mengganti hukum ekstradisi ini dengan penjara. Di penjara, selain yang bersangkutan dan negara akan aman juga lebih dimungkinkan untuk melakukan pembinaan.

Dalam konteks masyarakat modern seperti sekarang, dunia internasional relatif sudah jauh lebih baik daripada masa Nabi atau masa sahabat. Badan internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengatur secara khusus nasib dan kehidupan para pengungsi. Dengan demikian migrasi muslim ke negeri non-muslim insya Allah sah dan boleh. *

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.