Dark/Light Mode

Etika Politik Dalam Al-Qur’an (61)

Ijtihad Lokal

Jumat, 5 April 2019 17:29 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Umat Islam ternyata memiliki kemampuan adaptative yang tinggi. Sekalipun mereka bukan ahli fikih, hanya profesional dalam urusan non agama, tetapi mereka bisa menemukan solusi terbaik bagi dirinya sendiri sebagai seorang muslim yang hidup di negeri orang.

Umat di negara-negara non-muslim mampu bersahabat dan familiar dengan berbagai bentuk problem yang dihadapinya. Khusus untuk menyelesaikan kekecewaan masalah-masalah yang bersifat keagamaan, mereka memiliki “ijtihad” lokal, misalnya menyelesaikan masalah shalat, ia terpaksa harus menjamak beberapa shalat yang tidak bisa dilakukan di lapangan atau di tempat kerja.

Men- gatasi terbatasnya produk-produk halal, mereka menyiasati dengan membawa makanan sendiri ke mana pun ia berada. Mereka yang bekerja di restoran dan harus mengolah daging babi, ia melakukan pembersihan (syarthu) di rumahnya setelah ship-nya selesai.

Baca juga : Fikih Negeri Minoritas Muslim

Soal pemakaman muslim mereka membeli kapling kuburan secara berjamaah. Soal shalat Jum’at mereka membentuk asosiasi pekerja muslim dan secara kelembagaan meminta kepada pimpinan- nya untuk diizinkan menjalankan shalat Jum’at dan sekaligus meminjam tempat untuk menyelenggarakannya.

Soal dis- kriminasi meraka bersama-sama menye- wa lawyer untuk membela hak-haknya. Soal pendidikan agama untuk anak-anak, mereka menyewa aula atau sekolah setiap hari Sabtu dan Minggu untuk dijadikan madrasah sekaligus mendatangkan guru dari negerinya atau dari kalangan mereka sendiri yang memiliki waktu dan kemampuan.

Soal mazhab yang berbeda dengan negeri asalnya juga sudah mulai ber- adaptasi. Mereka mengambil prinsip toleransi mazhab dan aliran. Mungkin di negeri asalnya sering menghujat mazhab atau aliran tertentu tetapi di negeri barunya terpaksa harus hidup dengan ma- zhab atau aliran itu karena prinsip ushul akhaff al-dhararain (memilih pendapat yang paling kecil resikonya).

Baca juga : Menggagas Deradikalisasi

Belakangan dengan semakin kuatnya wawasan dan keilmuan anak-anak muslim di Barat maka trauma dan rasa minder sudah berangsur-angsur hilang. Bahkan tidak sedikit jumlah dari generasi lapis kedua muslim menduduki posisi strategis, seperti di perusahaan multanasional di Eropa dan AS.

Contoh lain, beberapa pemain bola nasional Prancis dan Belanda berasal dari muslim keturunan Al- Jazair dan Indonesia. Soal politik, komunitas muslim lokal seringkali menjadi jembatan antara pemerintah dengan negeri asal imigran tersebut. Kehadiran imigran muslim juga dimanfaatkan untuk “menjinakkan” kelompok ekstrimis yang menyempal di negerinya.

Kini komunitas muslim di negeri non-muslim menghadapi babak baru.*

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.