Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Keserakahan Prabu Boko

Senin, 30 Agustus 2021 06:23 WIB
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
Dalang Wayang Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Kabar seorang kepala daerah menerima honor sebagai dewan pengarah pemakaman Covid-19 sempat viral minggu lalu. Tidak tanggung-tanggung, besarnya tunjangan mencapai Rp 70 juta. Tidak ada yang salah dalam penerimaan honor tersebut. Karena sudah sesuai aturan dan tidak ada pasal hukum yang dilanggar. Berkaca dari peristiwa di atas, rasa empati dan solidaritas kemanusiaan kita sedang diuji. Saat masyarakat luas mengalami kesulitan ekonomi, seorang pemimpin malah aji mumpung dengan memanfaatkan jabatannya untuk menumpuk pundi-pundi keuangannya.

“Perilaku pamong tersebut bener tapi ora pener, Mo,” celetuk Petruk ikut nimbrung. Romo Semar hanya mesem dengan komentar anaknya Petruk tersebut. Romo Semar sebetulnya kurang tertarik untuk membahas para pejabat publik dengan angkuh menggunakan diskresi dan kekuasaannya untuk hal-hal yang kurang terpuji. Seperti korupsi dana bantuan sosial, jualan jasa testing Covid-19 dengan harga tinggi dan menimbun obat-obatan yang diperlukan rakyat. Di sisi lain, rakyat susah payah berjibaku menghadapi pagebluk yang tidak kunjung henti.

Baca juga : Tirakat Cegah Pagebluk

Seperti biasa kopi pahit dan jadah bakar menghangatkan suasana pagi yang dingin di Padepokan Klampis Ireng. Kepulan asap rokok kelobot saling beradu seolah membawa kalbu yang rindu menuju masa lalu. Ingatan Romo Semar flashback ke zaman Mahabarata saat dirinya mengikuti satria Pandawa di kerajaan Ekacakra.

Kocap kacarito, Dewi Kunti dan anaknya Pandawa sudah hampir satu bulan terdampar di kerajaan Ekacakra. Naluri seorang ibu terus berusaha melindungi anak-anaknya setelah ditinggal suaminya Prabu Pandu Dewanata. Sebagai seorang Ibu, Dewi Kunti patut khawatir terhadap kelima anaknya. Pasca peristiwa Bale gala-gala, saat Pandawa hampir saja terbunuh oleh intrik jahat yang dilakukan oleh Kurawa. Joko Pitono dan Patih Sengkuni berusaha menyingkirkan Pandawa untuk merebut tahta kerajaan Hastina. Sebagai pewaris kerajaan Hastina, Pandawa harus dibunuh. Hal ini agar kelak Pandawa tidak menuntut balik kerajaan Hastina dari tangan Kurawa.

Baca juga : Merdeka Dari Pagebluk

Prabu Boko memerintah Ekacakra dengan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyatnya sendiri. Raja raksasa tersebut bukan saja terkenal bengis. Prabu Boko tega menghisap dan memakan rakyatnya. Setiap hari Prabu Boko minta disediakan upeti. Jika tidak bisa memberi upeti yang diminta maka sebagai gantinya nyawa anak-anak harus diserahkan sebagai pengganti.

Rakyat kerajaan Ekacakra hidup dalam ketakutan yang luar biasa. Bukan saja takut dari ancaman rajanya sendiri. Kesulitan ekonomi juga menjadi beban kawulo Ekacakra. Kedatangan Dewi Kunti dan kelima anaknya Pandawa ibarat pertolongan dewata yang selama ini mereka tunggu. Maka begitu mendengar penderitaan para kawulo, Dewi Kunti minta anak-anaknya Pandawa menghentikan kejahatan yang dilakukan Prabu Boko.

Baca juga : Meredam Kebangkitan Virus

Prabu Boko sudah mendengar keberadaan Pandawa di Ekacakra. Koalisi Pandawa dan rakyat Ekacakra bisa mengancam pemerintahannya. Maka untuk mencegah meluasnya pengaruh satria Pandawa, Boko mengirim pasukan untuk menangkap Pandawa. Melihat bahaya mengancam, Dewi Kunti minta Bima dan Arjuna melawan pasukan Prabu Boko. Terjadilah pertarungan sengit antara pasukan Boko dengan Arjuna. Pasukan Ekacakra yang pro Prabu Boko dibuat tidak berdaya. Melihat pasukannya kewalahan, Prabu Boko turun tangan melabrak Bima. Kesaktian Prabu Boko tidak mampu menandingi anak Kunti tersebut. Akhirnya Prabu Boko mati tersungkur oleh kuku Pancanaka milik Bima.

“Prabu Boko tewas oleh keserakahannya sendiri, Mo,” celetuk Petruk membuyarkan lamunan Romo Semar. “Betul, Tole. Seorang pejabat publik adalah tokoh panutan yang bisa menjunjung tinggi etika dan asas kepatutan. Dalam keadaan yang tidak menentu seperti sekarang ini keteladanan seorang pemimpin sangat dibutuhkan seperti satria Pandawa,” sahut Semar. Oye

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.