Dark/Light Mode

Antisipasi Peretasan, Korporasi Kudu Tingkatkan Keamanan Siber

Senin, 27 Maret 2023 16:01 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Kejahatan siber yang terus terjadi, diyakini telah membuat pelaku usaha dan organisasi rentan terhadap ancaman seperti malware, ransomware, cybercrime, dan pelanggaran data yang dapat menimbulkan kerugian signifikan.

Hal itu adalah tema pembahasan yang mencuat pada World Cyber Security Summit 2023, yang bertajuk "Redefining Cyber Security for A Safer Digital World – Staying Vigilant" di Jakarta, Rabu dua pekan lalu.

Terbaru, hacker dengan inisial Bjorka kembali menjual 19 juta data yang disebutnya milik BPJS Ketenagakerjaan di forum Breached, pada 12 Maret lalu.

Pada forum tersebut, data yang diklaim telah diretas Bjorka antara lain Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama, email, nomor ponsel, alamat, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, pekerjaan, tempat bekerja dan lain-lain.

Baca juga : Antisipasi Lonjakan Permintaan, Pemerintah Impor 215 Ribu Ton Gula

Motif mendapatkan keuntungan finansial pribadi memang menjadi yang utama. Berdasarkan publikasi yang dikeluarkan Verizon tercatat 96 persen kasus peretasan data dilatarbelakangi motif tersebut.

Sementara 3 persen kasus peretasan data dilatarbelakangi oleh protes. Kemudian, 2 persen kasus peretasan data bermotif mencari kesenangan, memuaskan keingintahuan, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi pelaku.

Selain itu, peretasan juga dipicu oleh dendam dengan perusahaan tertentu. Hal itu terjadi di 1 persen kasus peretasan data.

Publikasi tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat 5.212 kasus kebocoran data yang dialami oleh berbagai industri di dunia sepanjang 2021.

Baca juga : Awal Pekan, Rupiah Masih Kurang Tenaga

Industri keuangan menjadi yang paling banyak mengalami kebocoran data, yakni 690 kasus. Selanjutnya ada industri profesional yang mengalami 681 kasus kebocoran data pada 2021.

Kemudian, industri kesehatan mengalami 571 kasus kebocoran data. Meski demikian seringkali data yang disebutkan bocor tersebut adalah data lama maupun hasil manipulasi.

Hal ini pernah disampaikan oleh seorang pejabat Telkom, terkait dugaan bocornya data pengguna layanan internet dan tv berbayar, Indihome, beberapa waktu lalu.

Setelah dilakukan pengecekan oleh Telkom, data yang disebutkan bocor tersebut ternyata tidak valid. Salah satunya adalah data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak cocok.

Baca juga : Gandeng BSrE BSSN, Perhutani Tingkatkan Keamanan Dokumen Elektronik

Sementara itu, Direktur Credit Bureau Indonesia (CBI) Ivan Irawan dalam World Cyber Security Summit 2023 mengatakan, keamanan siber sangat penting bagi layanan biro kredit seperti CBI.

"Keamanan siber sangat penting bagi layanan biro kredit seperti CBI sebagai lembaga yang menyediakan layanan informasi kredit karena menyimpan informasi pribadi dan keuangan yang sangat sensitif dan rahasia sehingga kami memastikan keamanan siber yang canggih untuk melindungi data dan sistem dari risiko serangan siber apa pun," kata Ivan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.