Dark/Light Mode

Jaringan Utilitas Harus Dipendam Di Bawah Tanah

Kabel Semrawut Rusak Estetika Dan Ancam Warga

Kamis, 15 Desember 2022 07:30 WIB
Kabel utilitas udara dari berbagai instalasi tumpang tindih, nampak semrawut di Jalan Ciledug Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (5/11). Kabel semraut dan tumpang tindih tersebut selain berpotensi terjadinya konsleting dan berbahaya juga mengganggu serta merusak estetika/keindahan kota. (Foto: Tedy Kroen/RM).
Kabel utilitas udara dari berbagai instalasi tumpang tindih, nampak semrawut di Jalan Ciledug Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (5/11). Kabel semraut dan tumpang tindih tersebut selain berpotensi terjadinya konsleting dan berbahaya juga mengganggu serta merusak estetika/keindahan kota. (Foto: Tedy Kroen/RM).

 Sebelumnya 
Dia mengusulkan, pada sisi kiri jaringan utilitas di bawah tanah khusus untuk kabel listrik/ PLN, telepon dan serat optik. Dan sisi kanan, untuk jaringan perpipaan air bersih, air limbah dan gas.

“Ke depan, tidak boleh ada jaringan utilitas menggantung,” imbuhnya.

Sebelumnya, anggota Ombudsman Hery Susanto mewanti-wanti agar program penataan SJUT tidak dijadikan sumber cuan atau sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Program ini mesti bertujuan untuk menata keindahan kota.

Baca juga : Peringati Hari Ibu, Srikandi Ganjar Sumsel Gelar Kelas Masak Untuk Perempuan Milenial

Menurutnya, jika bertujuan mengejar profit dengan mengenakan biaya sewa yang tinggi kepada penyelenggara layanan utilitas pada akhirnya akan merugikan warga. Pelaku usaha akan menaikkan tarif layanan ke konsumen sehingga bertentangan dengan asas-asas pelayanan publik.

Diungkap Hery, Perda DKI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas ditolak operator karena biayanya terlalu tinggi.

Selama ini dalam menggelar jaringan, operator telekomunikasi hanya perlu membayar retribusi sekali atau one time charge sebesar Rp 10.000 per meter untuk subduc 40 mili meter. Plus biaya vendor dan lainnya sehingga biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 16.500 untuk pemakaian kabel selama 10 tahun.

Baca juga : Anies Masih Di Bawah Prabowo Dan Ganjar

Namun PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) mengenakan tarif untuk SJUT adalah biaya sewa setahun.

“Jika menggunakan pola tarif sewa, maka harus ada batas atas tarif sewa dan mengedepankan asas musyawarah, sehingga pihak operator tidak terbebani,” tegasnya.

Ditekankan Hery, perlu ada koordinasi yang detail antara Pemerintah Daerah dan penyelenggara jaringan terhadap ketentuan teknis.

Baca juga : ‘Si Kutu’ Sebut Prancis Dan Brazil Ancaman

“Dikhawatirkan, Pemerintah Daerah cenderung membuat infrastruktur pasif yang tidak sesuai dengan kebutuhan penyelenggara telekomunikasi,” terangnya.

Hery berharap, SJUT terselenggara dengan tepat, partisipatif dan kolaboratif. Sehingga semua pihak pelaku usaha dan masyarakat, bisa menerimanya.

“Sebagai fokus pelayanan publik, SJUT harus berorientasi kepada kepentingan publik dan mendukung aktivitas sosial ekonomi masyarakat,” tandasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.