Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
RM.id Rakyat Merdeka - Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta akan menyebar nyamuk Wolbcahia untuk mencegah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Ibu Kota yang biasanya melonjak pada musim hujan. Langkah itu diyakini ampuh melumpuhkan virus nyamuk Aedes Aegypti.
Puncak musim hujan di Jakarta diprediksi terjadi pada Januari-Februari 2024. Selain dapat menyebabkan banjir, musim hujan dapat memicu kasus DBD.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Ngabila Salama mengatakan, jumlah kasus DBD biasanya meningkat drastis pada musim hujan.
Baca juga : Disebar Untuk Tekan Kasus DBD, Nyamuk Wolbachia Bukan Hasil Rekayasa Genetik
Ngabila menuturkan, siklus kenaikan kasus DBD di Jakarta biasa terjadi per tiga tahunan. Yakni, 2016, 2019 dan 2022.
“Untuk rata-rata jumlah kasus pe bulan saat tidak puncak kasus berkisar 200-300 kasus. Sedangkan saat puncak kasus berkisar 400-600 kasus atau dua kali lipat,” kata Ngabila dalam keterangannya, dikutip Minggu (19/11).
Puncak kasus DBD di Jakarta pada 2022, lanjut Ngabila, jumlah pasien mencapai 600 kasus per bulan. Menurutnya, kelompok produktif paling berisiko terkena DBD. Karena mobilitas kelompok produktif tinggi dan beraktivitas di luar ruangan.
Baca juga : Atasi DBD, Kemenkes Tebar Nyamuk Wolbachia Di Kupang
“Biasanya usia 20 sampai 50 tahun. Jadi semakin sering berada di rumah, justru kemungkinan terinfeksinya lebih rendah,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi DBD, Ngabila mengimbau masyarakat melaksanakan Gerakan 3M, yakni Menguras, Menutup tempat penampungan air dan Mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti, penyebab DBD.
“Hal lainnya yang perlu dilakukan menanam tanaman penangkal nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik dan memberikan larvasida pada penampungan air yang sulit dikuras,” ucapnya.
Baca juga : Jadi Saksi Kasus Korupsi BTS, Menpora Dito Umbar Senyum
Ngabila menyebutkan kelompok yang paling berisiko menghadapi potensi kematian akibat DBD. Yakni, bayi umur nol hingga balita, ibu hamil dan menyusui, lansia, serta komorbid.
“Imunnya rendah, tidak seoptimal orang normal, artinya bisa terjadi kondisi imunodefisiensi,” jelas Ngabila.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya