Dark/Light Mode

Anies Tegaskan Komit Tekan Emisi

Fenomena Cuaca Ekstrem Terjadi Tiga Tahun Sekali

Minggu, 21 Maret 2021 05:50 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (Foto: Twitter/aniesbaswedan)
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (Foto: Twitter/aniesbaswedan)

 Sebelumnya 
Dari pantauan tersebut menunjukkan laju peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan sulfur heksafluorida (SF6) berturut-turut sebesar 1,6 ppm/tahun, 0,089 ppm/tahun, 0,012 ppm/tahun, dan 0,000004 ppm/tahun.

Hasil pengukuran CO2 pada Stasiun GAW BMKG Bukit Kototabang menunjukkan tren peningkatan CO2 yang sama dengan Stasiun GAW lainnya di dunia, seperti di Mauna Loa, Hawaii dan Baring Head, Selandia Baru.

Awal pengukuran GRK background di Indonesia, pada 2004, konsentrasi CO2 di Stasiun GAW BMKG Bukit Kototabang adalah 372 ppm (baseline). Selanjutnya hasil pengukuran pada akhir Oktober 2020, konsentrasi CO2 di GAW Bukit Kototabang meningkat menjadi 408 ppm, sementara rerata global adalah 415 ppm.

Baca juga : RI Dan UAE Teken Kerja Sama Ekonomi Hingga Pertahanan

Sementara itu, analisis perubahan suhu udara rata-rata untuk seluruh wilayah Indonesia selama 71 tahun terakhir (1948-2019) menunjukkan laju peningkatan suhu sebesar 0,03 derajat celcius per tahun.

Berdasarkan data dari 91 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata tahun 2020 adalah 27,3 derajat Celcius. Lebih panas dibanding normal suhu udara rata-rata periode 1981-2010, yaitu 26,6 derajat Celcius.

Menurut data BMKG, tahun 2020 merupakan tahun terpanas kedua setelah tahun 2016 dengan anomali +0,8 derajat Celcius, melampaui 2019 (anomali + 0,6 derajat Celcius).

Baca juga : Muluskan Pemulihan Ekonomi Nasional, Peluang Peningkatan Ekspor Terus Digali

Kondisi ini mirip dengan perubahan suhu global sebagaimana dilaporkan World Meteorological Organization (WMO) pada awal Desember 2020.

Analisis terhadap frekuensi hujan lebat dengan curah hujan lebih dari 50 mm per hari menunjukkan kecenderungan tren meningkat dan semakin sering terjadi di banyak wilayah. Hal itu terindikasikan dari data-data dalam 40 tahun terakhir, seperti di Jakarta, Surabaya, Mataram-Lombok, Ujung Pandang, Jayapura, Biak, Lhokseumawe, dan Medan.

Sementara itu, pegiat lingkungan hidup terus mendesak pemerintah segera mendeklarasikan situasi darurat iklim. Koordinator Nasional Extinction Rebellion (XR) Indonesia, Melissa Kowara mengatakan, deklarasi tersebut adalah tindakan yang harus dengan segera dilakukan. Karena semua orang akan kehilangan lebih banyak lagi dari sekarang.

Baca juga : MRT Jakarta Pastikan Pompa Air Dan Drainase Berfungsi Hadapi Cuaca Ekstrem

“Kami adalah rakyat yang butuh aksi nyata yang menjunjung tinggi keadilan dan dapat membawa kita keluar dari krisis iklim,” sebutnya.

Manajer Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Yuyun Harmono menilai, banyak kebijakan pemerintah justru mempermudah perusakan lingkungan itu sendiri dengan dalih pembangunan.

“Harus dipertanyakan, apakah komitmen pemerintah itu selaras dengan Perjanjian Paris? Karena kenyataannya, antara komitmen iklim dan kebijakan-kebijakan yang lahir belakangan ini sangat bertolak belakang,” pungkasnya. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.