Dark/Light Mode

Rekrutmen Eks Pegawai KPK Jadi ASN Polri

IPW Ingatkan Kapolri Potensi Gugatan Dan Kegaduhan

Sabtu, 20 November 2021 19:51 WIB
Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa. (Foto: Ist)
Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengkaji kembali rencana perekrutan 57 eks pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Polri.

Pasalnya, IPW menilai rencana perekrutan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-perundangan, mulai dari Undang-Undang 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil serta Peraturan Kapolri 4 Tahun 2013 tentang Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Polri.

"Sehingga kalau perekrutan itu dipaksakan maka Kapolri Listyo Sigit akan melanggar hukum dan akan menuai polemik. Kegaduhan berlanjut. Karena sangat rentan untuk digugat secara hukum oleh banyak pihak," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa melalui siaran pers, Jumat (19/11).

Kecuali, lanjut Sugeng, Kapolri saat ini melakukan langkah revisi Undang-Undang 5 tahun 2014 tentang ASN dan mengubah PP 11 Tahun 2017 tentang manajemen serta Perkap 4 Tahun 2013 tentang Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Polri sebagai payung hukumnya.

Baca juga : Forum G20, Menkominfo Ajak Pelaku Industri Perjuangkan Kepentingan Nasional

"Opsi ini dilakukan, kalau Kapolri masih mempunyai niat baik menolong 57 eks pegawai KPK. Salah satunya dengan menghilangkan klausul persyaratan umum calon PNS tidak pernah diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat. Di samping tentunya kelulusan tes sebagai syarat menjadi PNS dihilangkan," paparnya.

Padahal, sebut Sugeng, secara nyata 57 orang itu sudah diberhentikan dengan hormat oleh KPK sejak tanggal 30 September 2021 karena tidak lulus TWK. Sehingga, Kepala BKN Bima Haria Wibisana sudah mewanti-wanti Polri jika perekrutannya 57 mantan pegawai KPK agar tidak menabrak aturan baik undang- undang maupun peraturan pemerintah.

"Karena itu, IPW mengingatkan Kapolri legowo membatalkan rencana rekrutmen pecatan KPK tersebut. Sebab, yang harus dipahami, Polri adalah Lembaga negara penegak hukum, tentu bekerja dengan landasan hukum bukan atas dasar kekuasaan semata," pesan Sugeng.

Diingatkannya, Polri bukan institusi swasta yang memiliki sistem di luar sistem administrasi negara dan di luar sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Sehingga dalam pengadaan PNS harus menjunjung tinggi prinsip legalitas dan tidak memaksakan diri merekrut pecatan KPK dengan melanggar hukum.

Baca juga : Resmikan Tomohon Jadi Kota Toleransi, Wapres Ingatkan Pentingnya Menjaga Keutuhan Bangsa

Yang pasti, tambah Sugeng, ketentuan hukum terkait rekrutmen ASN termasuk pada Polri dan juga untuk 57 mantan pegawai KPK harus sesuai dengan, pertama, UU 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Di dalam UU ASN dinyatakan syarat untuk menjadi ASN sesuai dengan rekrutmen PNS. Hal ini perlu karena 57 pegawai KPK itu sejak 30 September 2021 diberhentikan dan sudah bukan lagi pegawai KPK dan mereka menjadi orang bebas.

Yang kedua, lanjut Sugeng, untuk rekrutmen 57 orang tersebut menjadi PNS, harus berpijak pada syarat antara lain, faktor usia, kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah. Di samping memenuhi syarat telah lulus tes untuk menjadi PNS yang meliputi tiga jenis tes yakni kompetensi dasar, kompetensi bidang dan tes sosiokultural.

"Tes sosiokultural (TWK) ini, untuk melihat integritas kepada bangsa dan negara yaitu kesetiaan kepada pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah yang sah. Sehingga bagi siapa saja yang tidak lulus ujian TWK, jelas tidak layak jadi PNS," tegasnya.

Baca juga : Pengamat: Perekrutan Harus Merujuk Aturan Perundangan

Yang ketiga, kata Sugeng, ada syarat lain yang perlu diperhatikan untuk menjadi ASN sebagaimana pasal 23 huruf c PP 11 Tahun 2017 dan pasal 8 Perkap 4 Tahun 2013, salah satunya adalah, bahwa untuk menjadi ASN tidak pernah diberhentikan baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat dari keanggotaan TNI, Polri dan PNS.

"Bahkan ada juga pegawai yang mengalami pemberhentian dua kali karena pernah juga diberhentikan dari keanggotaan Polri. Jika memaksa dengan membuat payung hukum baru, maka akan menjadi bumerang dan mencoreng institusi Polri. Akibatnya, akan mengganggu kepercayaan masyarakat," tandas Sugeng. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.