Dark/Light Mode

APBN 2022 Tekor 800 Triliun

Sri Mulyani Putar Otak Cari Tambalan

Selasa, 30 November 2021 07:50 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2022, Senin (29/11/2021). (Foto: Setkab)
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2022, Senin (29/11/2021). (Foto: Setkab)

 Sebelumnya 
“Ini tidak berarti kemudian kita tidak waspada. Karena harga komoditas tidak bisa berjalan secara jangka panjang dan sering terjadi volatilitas,” terangnya.

Di sisi lain, sasaran pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tidak berubah dengan yang tertera dalam APBN 2022. Pertumbuhan ekonomi ditarget 5,2 persen, inflasi 3 persen, nilai tukar rupiah Rp 14.350 per dolar AS, suku bunga SBN 10 tahun 6,8 persen, harga minyak 63 dolar AS, lifting minyak 703.000 barel per hari, dan lifting gas sebesar 1,36 juta barel per hari.

Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno tidak kaget, kocek negara masih tekor tahun depan. Namun, ia memprediksi, defisit akan terus turun sampai di angka normal, yakni 3 persen dari PDB.

Baca juga : Sri Mulyani Tidak Kebal Hukum Lagi

“Idealnya, tentu APBN yang surplus. Namun, dalam catatan kita, kita sudah terbiasa defisit sejak Orde Baru. Jadi, kita sudah terbiasa dengan fakta besar pasak dari pada tiang,” kata Hendrawan saat dihubungi, tadi malam.

Instrumen jangka pendek untuk menambal defisit adalah dengan utang. Pemerintah bisa menarik utang luar negeri dan dalam negeri. Catatan Hendrawan, porsi utang dalam negeri sekitar 70 persen. Instrumennya, SBN dibeli oleh perbankan, dana pensiun, dan berbagai investasi lainnya.

Bagaimana dengan UU HPP seperti yang diharapkan Sri Mulyani? Hendrawan pun meminta, agar pemerintah tidak berharap banyak dari aturan main tersebut. Karena, menurutnya, UU HPP belum bisa terlalu signifikan.

Baca juga : Garuda Muda Mulai Adaptasi Cuaca Dingin Tajikistan

Peneliti Indef, Sugiyono Madelan justru menilai, defisit Rp 868 triliun itu menyalahi rencana penanganan pandemi yang ditargetkan berakhir tahun depan. Sekalipun ada risiko varian Omicron sekarang ini.

Seharusnya, kata dia, pemerintah sadar dan mengurangi besaran defisit APBN dibandingkan tahun 2021. “DPR seharusnya bertindak kritis terhadap kemampuan dari pemerintah dalam membayar utang negara dan utang BUMN infrastruktur. Agar sesuai dengan kemampuan dalam berutang,” pesan Sugiyono.

Saat ini, memang pemerintah bisa menambal defisit itu dari beberapa hal. Seperti realisasi Surat Utang Negara, memperbesar perolehan rasio pajak, menaikkan dividen BUMN, melakukan rasionalisasi subsidi, melakukan tax amnesty lanjutan, dan menjual konsesi barang publik seperti infrastruktur yang belum balik modal.

Baca juga : Sri Mulyani Ceria Banget

Sugiyono memprediksi, kehadiran UU HPP akan berdampak besar. Namun dengan syarat, diikuti meningkatnya sikap-sikap kritis dari para wajib pajak terhadap kinerja pemerintah. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.