Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soal Meikarta, Deddy Mizwar Ngaku Ada Masalah Di Rencana Tata Ruang

Rabu, 12 Desember 2018 17:16 WIB
Mantan Wagub Jabar Deddy Mizwar, usai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dalam kasus suap proyek Meikarta, Rabu (12/12). (Foto: Tedy Octariawan Kroen/Rakyat Merdeka)
Mantan Wagub Jabar Deddy Mizwar, usai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dalam kasus suap proyek Meikarta, Rabu (12/12). (Foto: Tedy Octariawan Kroen/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Deddy Mizwar, Rabu (12/12). Deddy diperiksa terkait kasus suap perizinan suap Meikarta milik Lippo Group. Dia menjalani pemeriksaan sebagai saksi, untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro.

Deddy tiba di Gedung KPK pukul 10.20 WIB. Menumpang mobil Toyota Nav1 hitam, Deddy yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam mengatakan, sejak awal dirinya sudah tahu ada yang kurang beres dalam rencana pembangunan Meikarta. “Makanya sekarang ini wajar kalau KPK meminta keterangan saya,” seloroh Deddy. “Karena saya tahu yang paling awal,” imbuhnya.

Menurut Deddy, proyek Meikarta terletak di kawasan strategis provinsi, yang penggunaan lahan dan tata ruangnya harus mendapatkan rekomendasi dari provinsi. Pada 2017, menurut Deddy, provinsi mengeluarkan rekomendasi hanya 84,6 hektar. Permintaan bupati kepada provinsi itu sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Tahun 1993.

Baca juga : KPK Curigai Perubahan Perda Tata Ruang Bekasi

Namun, Deddy mengatakan, ia tidak mengetahui apakah lahan yang diberikan kepada pihak pengembang oleh bupati, melebihi rekomendasi yang dikeluarkan provinsi. “Saya nggak ngerti kalau ada perubahan. Selama ini, ada tidak ada perubahan, makanya segera dikeluarkan yang 84,6 hektar bukan yang 500 hektar ya,” kata Deddy.

Deddy pun kaget ketika tiba-tiba media dibanjiri iklan Meikarta. “Begitu (Meikarta) dipromosikan, saya katakan, ini apa? Hehehe” ucapnya sembari tertawa kecil. Deddy diperiksa penyidik KPK selama 5 jam. Begitu keluar dari lobi Gedung KPK, Deddy mengacungkan jempolnya.

Dia mengaku dalam pemeriksaan sudah menjelaskan tentang rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang mengeluarkan rekomendasi lahan 84,6 hektar untuk proyek itu. Hasil rapat tersebut juga dilaporkan kepada Gubernur Jabar Ahmad Heryawan alias Aher saat itu.

Baca juga : Jokowi Berharap Tidak Ada Lagi Sengketa Tanah Rakyat

Selain itu, menurut Deddy, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) juga harus disetujui Pemprov Jabar dan harus disetujui oleh pemerintah pusat. Pemkab Bekasi tidak bisa mengubah RDTR agar bisa melakukan perubahan tata ruang. “Nggak bisa suka-suka karena dampaknya besar, andaikata terjadi bencana soal masalah ruang,” imbuhnya.

Artinya, klaim Meikarta soal pembangunan lahan 500 hektar itu tidak terpenuhi. “Pihak pengembang tidak bisa memenuhi apa yang diiklankan, karena itu melanggar tata ruang. Kalau pemprov melanggar tata ruang, maka pejabat terkait masuk penjara pasti, selesai. Karena pelanggaran tata ruang adalah pidana,” tuturnya.

Kasus Meikarta ini kemudian menjadi “bola liar”. Ada beberapa pejabat yang memainkan “bola liar” itu. Deddy pun melaporkannya kepada Presiden Joko Widodo saat bertemu di Muara Gembong, Bekasi pada 2017. “'Pak, ini beberapa pejabat publik sudah main bola liar sama Meikarta. Ini adalah faktanya begini. Pak Jokowi bilang, 'Ya sudah sesuai aturan dan prosedur'. Ya sudah selesai 84,6 hektare. SK Gubernur tahun 1993,” ungkap Deddy.

Baca juga : Diperiksa Soal Meikarta, Wabup Bupati Pakai Jurus Tidak Tahu

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, dari Deddy, penyidik mendalami pengetahuan saksi dalam kapasitas sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat terkait rekomendasi perizinan proyek Meikarta. KPK juga memeriksa 4 saksi lainnya. Di antara 5 saksi, ada 2 saksi tidak hadir. Keduanya adalah Ary Sudijanato, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Perry Cornelius Sitohang, pengacara. untuk tersangka BS dan DT dalam perkara TPK. “Tidak hadir karena sakit dan alasan lainnya,” tutur Febri.

Selain itu, KPK juga melakukan perpanjangan penahanan untuk Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. “Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari, dimulai tanggal 15 Desember 2018 - 12 Januari 2018 untuk tersangka NHY (Bupati Bekasi) dalam perkara TPK suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi,” ungkap mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin, dan mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Para tersangka dari jajaran Pemkab Bekasi diduga menerima Rp 7 miliar terkait perizinan proyek Meikarta. Duit itu disebut sebagai bagian dari fee fase pertama yang bernilai total Rp 13 miliar. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.