Dark/Light Mode

Sambil Lesehan, Pimpinan KPK Ngobrol Korupsi Infrastruktur

Senin, 10 Desember 2018 12:40 WIB
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif. (Foto: M Qori Haliana/Rakyat Merdeka)
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif. (Foto: M Qori Haliana/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, proyek infrastruktur menjadi ladang subur korupsi. “Kalau kami lihat, pembiayaan infrastruktur kita itu lebih dari Rp 4.000 triliun,” kata Laode dalam acara diskusi publik bertema “Potensi Korupsi di Sektor Konstruksi”. Diskusi yang digelar Suropati Syndicate berlangsung santai. Pembicara dan peserta duduk lesehan beralas karpet merah. Dinaungi rindangnya pepohonan di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat.

Menurut Laode, dana besar yang dikucurkan pemerintah untuk proyek infrastruktur memancing oknum untuk mengambil keuntungan. KPK pun tak tinggal diam. Lembaga antirasuah akan mengawal pelaksanaan proyek. Mulai dari proses lelang hingga pengerjaan di lapangan. Ini penting untuk mencegah terjadinya korupsi dan kerugian negara. Laode juga menyarankan pemerintah untuk membangun sistem yang mencegah terjadi korupsi proyek. “Harus ada e- planning, e-budgeting, e-katalog. Itu perlu, baik di pemerintah pusat, daerah atau lokal,” sebut Laode.

Baca juga : Alat Sadap KPK Canggih, Prosedurnya Tidak Bikin Repot

Selama ini, KPK banyak menangani kasus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Yang paling banyak, terkait proyek infrastruktur. “Berhubungan dengan suap dalam pengadaan barang dan jasa. Kalau digabung, itu bisa hampir 80-an persen,” ungkap Laode. Pihak yang berpotensi besar sebagai pelaku korupsi ini bukan hanya korporasi pemenang tender. Namun, bisa juga dari eksekutif. Bahkan, legislatif ikut cawe-cawe. Ia mencontohkan, sejumlah anggota DPRD meminta jatah proyek dalam bentuk pokok pikiran (pokir). Sebagai syarat sebelum memberikan persetujuan APBD. Juga minta uang ‘ketok palu’.

“Mereka (legislatif) meminta sesuatu mulai dari awal. Tidak akan disetujui anggaran kabupaten, provinsi atau kementerian/lembaga, kalau tidak ada uang ketok palunya. Seperti itu. Jadi ada dua: uang pokok pikiran dan uang ketok palu. Banyak istilahnya,” papar Laode. Sementara itu, Sekjen Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Seluruh Indonesia (Gapensi) Andi Rukman mengaku, banyak peserta tender yang mengupayakan berbagai cara untuk mendapatkan proyek. Termasuk menyuap kepala daerah.

Baca juga : Buang e-KTP Sekarung, Jenis Kelakuan Apa Ini

Makanya, tak heran banyak kontraktor yang ditangkap KPK. Alasan itu membuat Andi menyetujui  tender elektronik, untuk mencegah terjadinya peserta ‘main mata’ dengan pejabat terkait. “Makanya e-planning, e-budgeting, e-catalogue-nya ini benar-benar harus semua transparan,” ujarnya. Menurut Andi, banyak pengusaha konstruksi yang kesulitan mengikuti tender proyek pemerintah. Sebab, pemerintah biasanya memilih peserta yang mengajukan harga penawaran terendah. Padahal, tawaran harga murah belum tentu sebanding dengan kualitas yang diharapkan.

“Kalau dia mau ikut lelang secara resmi, harus membanting harga jauh di bawah standar karena takut dapat merugikan negara,” ujarnya. Kondisi itulah yang memicu peserta kongkalikong dengan pejabat berwenang dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS). Yang kemudian dipakai sebagai acuan nilai proyek dan harga penawaran. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.