Dark/Light Mode

Siap Realisasikan Pabrik Baterai Mobil Listrik

Menteri Erick Tak Rela Kita Cuma Jadi Pasar

Rabu, 19 Januari 2022 06:50 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir. (Foto: rm.id).
Menteri BUMN Erick Thohir. (Foto: rm.id).

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia harus bisa merealisasikan pembangunan pabrik baterai untuk mobil listrik di dalam negeri meskipun membutuhkan investasi yang besar. Selain menguasai bahan bakunya, prospek komoditas itu sangat potensial di masa depan.

Kementerian Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) me­naksir, setidaknya dibutuhkan investasi sebesar 7 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 99,9 triliun dalam pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik. Meski begitu, Menteri BUMN Erick Thohir optimistis, rencana tersebut bisa terealisasi. Apalagi, bahan bakunya di kua­sai Indonesia.

“Bahan nikelnya ada di negara ini. Wajar kalau Indonesia memi­liki pabrik pembuat baterai ken­daraan listrik,” ujarnya, dalam pernyataannya, Senin (17/1).

Baca juga : PLN Pastikan Pasokan Listrik Aman Selama Kebutuhan Batubara Terpenuhi

Erick bertanya, apa rela nikel itu diekspor semua ke luar negeri? Kemudian, baterai kendaraan listriknya dibuat negara lain. Setelah itu, baterai itu dijual dan dibeli lagi Indonesia.

“Karena itu kita harus cerdas. Kalau mau menggunakan nikel kita, maka (harus) investasi produksi baterai kendaraan lis­trik di Indonesia,” tegas Erick.

Proyek pembangunan pabrik baterai di Indonesia tengah di­lakukan oleh Indonesia Battery Corporation (IBC). Konsorsium ini berisi empat BUMN. Yaitu, PT Industri Pertambangan Mind ID (Inalum), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero) dengan kom­posisi saham masing-masing sebesar 25 persen.

Baca juga : Rayakan Natal Di Kominfo, Menteri Johnny Ajak Umat Kristiani Tegar Hadapi Pandemi

Erick mengaku tidak ingin terulang kembali masa di mana Indonesia hanya menjadi pasar. Indonesia merupakan pasar mobil terbesar di Asia Teng­gara. Tetapi, investasi sarana produksinya di Thailand. Untuk itu, Indonesia mesti introspeksi diri mengapa bisa kalah dengan Thailand. Jika sekarang Thai­land tidak produksi nikel, tetapi investasi mobil listriknya masih di Thailand, maka ada yang salah di Indonesia.

“Karena itu, kita paksakan produksinya harus di Indonesia. Kalau tidak mau (investasi), maka tidak usah kita memberi­kan nikelnya,” tandas mantan bos Inter Milan ini.

Erick yakin, jika Indonesia menjadi pemain utama industri mobil listrik, maka akan memiliki segudang manfaat. Tak hanya manfaat ekonomi, tapi juga lingkungan. Hal ini sejalan dengan misi Pemerintah un­tuk mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca juga : Pemerintah Pastikan Pasokan Batubara, PLN Jamin Keandalan Listrik Ke Pelanggan

Menurut Erick, semua pihak harus menjaga ketahanan energi nasional. Saat ini Indonesia mengimpor 1,5 juta barrel per hari untuk BBM (Bahan Bakar Minyak) atau setara 200 triliun per tahun. Mobil listrik akan menjadi solusi mengurangi ber­pindahnya devisa ke luar negeri.

Menyoal ini, Direktur Ek­sekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, secara prinsip IBC dibentuk untuk mem­buat baterai kendaraan listrik.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.