Dark/Light Mode

TNI-Polri Jadi Pj. Kepala Daerah

Guru Besar Unpad: Perlu Aturan Ketat Dan Tegas Untuk Hentikan Polemik

Kamis, 26 Mei 2022 16:35 WIB
Guru Besar Unpad Muradi. (Foto: Istimewa)
Guru Besar Unpad Muradi. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Polemik terkait pengangkatan perwira TNI aktif menjadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku, menjadi bagian penting dari tata kelola aturan yang kurang tegas dan ketat.

Baik yang menolak kebijakan tersebut maupun yang mendukung memiliki pijakan dan argumentasi legal-politik yang sama kuat.

Penekanan pentingnya anggota TNI dan Polri aktif untuk tidak menjadi Penjabat Kepala Daerah karena merujuk pada Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI maupun Undang-Undang nomor 2/2002 tentang Polri.

Kedua Undang-Undang itu mengatur bahwa anggota TNI-Polri aktif dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun.

Baca juga : Akhiri Polemik Penjabat Kepala Daerah, Kemendagri Diminta Terbitkan Aturan Teknis

Aturan mundur dan pensiun diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yakni putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022, Putusan MK Nomor 67/PUU-XX/2022, yang dibacakan pada 20 April 2022 lalu.

"Meski juga telah ditegaskan bahwa keputusan tersebut tidak mengikat. Koalisi Masyarakat Sipil secara tegas menolak saat Kepala Binda Sulawesi Tengah dan juga kemudian Kepala BNPP yang ditunjuk menjadi Penjabat Kepala Daerah di Seram Bagian Barat dan juga Provinsi Papua Barat, dan mendesak untuk membatalkan penunjukkkan tersebut," ujar Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/5).

Sedangkan Pemerintah berdalih bahwa kedua perwira dari TNI dan Polri tersebut diangkat sebagai Pj. Kepala Daerah bukan karena kepangkatan dan jabatan di satuan induknya.

Anggota TNI-Polri yang bisa jadi Pj Kepala Daerah adalah mereka yang ditugaskan di luar instansi induknya. Selain yang dipekerjakan di luar institusi induknya. Selain itu, anggota TNI-Polri yang alih status jadi PNS dan pensiunan juga diperbolehkan menjadi Pj kepala daerah.

Baca juga : Polri Bantu Awasi Penanganan Penyakit Mulut Dan Kuku Hewan Ternak

"Untuk menghentikan polemik terkait dengan penunjukkan anggota TNI-Polri menjadi Pj. Kepala Daerah, membutuhkan aturan yang ketat dan tegas," sarannya.

Ada empat penegasan yang harus diperhatikan terkait dengan hal tersebut, yakni: Pertama, sinkronisasi dan perlunya disegerakan untuk merevisi undang2 terkait dg hal tersebut. Baik UU TNI dan Polri maupun UU terkait dengan tata kelola Pemerintahan serta UU Kepemiluan, khususnya UU Pilkada.

Kedua, penegasan dalam aturan yang ada untuk tidak menjabat ganda dalam waktu bersamaan semua anggota TNI-Polri yang menjabat posisi di luar organisasi induk, baik yang diperbolehkan secara Undang-Undang seperti BNPT, BNN, BNPB dan seterusnya.

Maupun yang berbasis pada kebutuhan organisasi dari kementerian maupun badan. Hal ini penting untuk ditegaskan agar selaras dengan penekanan aturan perundang-undangan terkait dari organisasi masing-masing.

Baca juga : Bamsoet: Perlu Pendekatan Tegas Dan Humanis Selesaikan Konflik Di Papua

Ketiga, mengintegrasikan politik kepemiluan agar dapat segera serentak melaksanakan hajat politiknya. Sehingga mengurangi jeda politik yang membuka adanya Pj. Kepala Daerah yang pada akhirnya terjadi polemik berkepanjangan.

Keempat, menguatkan politik birokrasi  sipil yang dapat berimplikasi pada berkurangnya  ketergantungan pada simbol-simbol yang mempersepsikan politik sipil yang lemah dan pada akhirnya membuka ruang bagi kebijakan yang mengarah pada pelibatan anggota TNI-Polri misalnya pada penunjukan Pj. Kepala Daerah. (MRA)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.