Dark/Light Mode

Judulnya Sama: Pemberi Gratifikasi

Lolos Di Perkara Suap Auditor BPK, Ending Jatuh Di Kasus Dana Hibah Kemenpora

Kamis, 20 Desember 2018 07:29 WIB
Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy saat mengikuti sidang lanjutan dugaan suap opini WTP Kemendes PDTT dengan terdakwa Ali Sadli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/1). (Foto: Liputan6.com)
Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy saat mengikuti sidang lanjutan dugaan suap opini WTP Kemendes PDTT dengan terdakwa Ali Sadli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/1). (Foto: Liputan6.com)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy adalah salah satu dari 5 tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018. Ending bukanlah nama asing di KPK. Namanya pernah santer saat komisi antirasuah menangani perkara suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ali Sadli. Kepala Sub Auditorat III Auditorat BPK itu di-OTT KPK pada 26 Mei 2017.

Ali bersama atasannya, Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Rochmadi Saptogiri menerima suap Rp 240 juta dari pejabat Kemendes. Uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016. KPK kemudian mengembangkan kasus ini ke pencucian uang. Di sini, nama Ending muncul.

Dalam dakwaan, Ali Sadli disebut menerima gratifikasi dengan total nilai sekitar Rp 11,6 miliar. Dari jumlah itu, 80 ribu dolar AS disebut berasal dari Ending. Uang itu diberikan Ending pada April 2017. Ali berkilah uang tersebut adalah pinjaman untuk pencalonan Auditor Utama BPK Abdul Latief, sebagai anggota atau pimpinan BPK.

Baca juga : Ada Uang Hibah Miliaran, Pegawai KONI Kok Nggak Gajian 5 Bulan

Menurut pengakuannya, uang tersebut sudah dikembalikan kepada Ending. Namun, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/1/2018), keterangan Ending berbeda dengan Ali. Dia menyebut uang itu dipinjam Ali, untuk keperluan pernikahan keluarganya. Namun, keterangan itu patah setelah jaksa KPK menunjukkan transkrip sadapan dan membacakan berita acara pemeriksaan (BAP). Ending akhirnya mengakui bahwa uang tersebut untuk pencalonan Abdul Latief. Awalnya, Ending mengatakan kepada hakim, Ali hanya seorang diri sewaktu meminjam uang. Bahkan, menurut Ending, Ali tidak menyebut jumlah uang yang akan dipinjam.

Namun, setelah ditunjukkan rekaman percakapan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Ending mengaku Abdul Latief ikut menemuinya di Plaza Senayan. Ketika itu, Ali Sadli meminjam uang 80 ribu dolar AS. Jaksa KPK meyakini, pemberian uang itu terkait dengan audit keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Menurut Jaksa Ali Fikri, dalam BAP, Ending mengakui melakukan pendekatan dengan auditor BPK agar Kemenpora mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK. Dalam BAP, Ending mengatakan, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nachrawi berharap agar hasil audit tidak lagi mendapat opini disclaimer dari BPK.

Baca juga : KPK Amankan Duit Rp 7 Miliar

Dalam persidangan terungkap, Ending berkoordinasi dengan tiga auditor BPK. Ketiganya adalah Ali Sadli, Rochmadi Saptogiri, dan Triantoro. Nama terakhir adalah auditor BPK bawahan Ali dan Rochmadi, yang memeriksa laporan keuangan Kemenpora. Dikonfirmasi, Ending mengakuinya. “Ya betul. Ketika Pak Menteri kumpulkan cabang-cabang olahraga, dikatakan bahwa Kemenpora sudah 2 tahun disclaimer terus. Diharapkan, tahun ini paling tidak meningkat menjadi WDP,” tutur Ending yang kerap berubah-ubah alias plin-plan ketika memberikan keterangan.

Ending juga mengakui pernah bertemu Rochmadi di sebuah tempat spa, Sentra Spa, kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan pada 28 April 2017. Ending mengaku diajak Triantoro, untuk hadir ke acara yang disebutnya sebagai “acara ulang tahun”. Jaksa KPK Zainal Abidin pun sempat menanyakan, apakah di tempat spa tersebut dibahas soal audit keuangan Kemenpora. Namun, Ending membantahnya. Sayangnya, gratifikasi itu tidak terbukti.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor hanya menyebut Ali menerima gratifikasi sebesar Rp 8,7 miliar. Ali pun diganjar 6 tahun penjara dan membayar denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan pada 5 Maret 2018. Tak sampai setahun, Ending dijerat kasus lain. Predikatnya pun sama, sebagai pemberi gratifikasi. Ending-nya, Ending bakal “reuni” dengan Ali Sadli dan Rochmadi Saptogiri di dalam bui. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.