Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Relawan Mas Gibran Gelar Pembagian Sembako Di Jabar, Jatim Dan Sumut
- Sukses Perbaiki BUMN, DPR Puji Tangan Dingin Erick Thohir
- Harga Emas Pagi Ini Rp 1.122.000 Per Gram
- Sah, Jay Idzes Dan Nathan Tjoe-A-On Gabung Timnas Indonesia
- 1/2 Musim Dibayar Rp 5 M, Ini Target Radja Nainggolan Bersama Bhayangkara

RM.id Rakyat Merdeka - Harapan beberapa pihak agar negara membolehkan ganja untuk kesehatan mentok di Mahkamah Konstitusi (MK). MK mengeluarkan putusan, meski untuk kesehatan, ganja tetap haram alias dilarang.
Putusan itu diketok dalam sidang MK, kemarin. Putusan perkara dengan nomor 106/PUU-XVIII/2020 itu, dibacakan langsung oleh Ketua MK Anwar Usman, pada persidangan secara virtual.
"Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, mengadili: Satu, menyatakan permohonan pemohon V dan VI tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Anwar.
Baca juga : Pak Zul Masih Direpotin Percikan Minyak Goreng
Permohonan legalisasi ganja untuk kesehatan ini disampaikan oleh tiga orang ibu: Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Naflah Murhayanti. Mereka membutuhkan ganja untuk mengobati anaknya. Mereka menggugat larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kesehatan yang diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) dan Pasal 8 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Para penggugat itu adalah ibunda dari anak yang menderita cerebral palsy. Perjuangan mereka sempat menyita perhatian publik usai menggelar aksi di Car Free Day Jakarta. Mereka membentangkan poster yang bertuliskan permintaan tolong agar penggunaan ganja medis dilegalkan.
Menanggapi putusan MK ini, Dwi sangat kecewa. Sebab, ia punya pengalaman pahit. Saat itu, anaknya yang menderita cerebral palsy meninggal di usia 16 tahun. Dia berkeyakinan, satu-satunya yang bisa membantu pengobatan anaknya adalah ganja.
Baca juga : Bamsoet Terima Gelar Kehormatan Dharma Padma Negara
Dwi kasih testimoni, banyak kemajuan pada anaknya yang bernama Musa, setelah melakukan terapi ganja di Australia pada 2016. Ganja ampuh mengurangi frekuensi kejang pada anaknya. Ketika berada di Australia, anaknya tak pernah kejang. Tetapi, sekembalinya ke Indonesia, kejang 2-3 kali seminggu.
"Obat-obat yang ada itu nggak membantu. Ketika ini (ganja) tidak bisa digunakan, apa dong solusinya?" tanya Dwi.
Dwi juga bingung, setelah MK mengeluarkan putusan ini, tak tahu harus berbuat apalagi. Ia hanya bisa mendesak Pemerintah membantu pembiayaan alat bantu bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Baca juga : Pijar Mahir Bukti Nyata Telkom Bantu Kesejahteraan Masyarakat
Sementara Santi Warastuti, ibu dari Pika, yang juga menderita celebral palsy, memilih pasrah. Dia memilih menunggu kemajuan riset ganja medis. Sambil menunggu hal tersebut, ia meminta Pemerintah memberikan dukungan kepada para penderita.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya