Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Permenkominfo Nomor 5/2020 Diprotes

Kebebasan Berpendapat Berpotensi Dikebiri Nih...

Rabu, 27 Juli 2022 06:30 WIB
Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. (Foto: Istimewa).
Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5/2020, menuai banyak protes. Banyak pasal berpotensi menjadi pasal karet, dan mengancam kebebasan berpendapat.

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, secara umum Permenkominfo tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat melanggar prinsip legalitas. Bahkan, berpotensi disalahgunakan.

“Banyak aspek di Permenkominfo itu sangat multitafsir, dan membuat ruang demokrasi digital semakin menyempit,” jelas dia.

Ade menyoroti aturan pada Pasal 9 ayat 4 dan Pasal 14 ayat 3 yang melanggar prinsip legitimasi. Pada pasal tersebut, tidak disebutkan jelas tujuan pelarangan beberapa perbuatan tersebut.

Baca juga : Kemenkominfo Dan Kemendagri Gelar Literasi Digital Di Kampus IPDN

Adapun Pasal 9 ayat 4 berisi Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang dilarang, sebagaimana dimaksud pa­da ayat 3. Dengan klasifikasi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum dan memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang.

Ade mencontohkan, ketika ada salah satu kementerian yang tidak terima dengan salah satu media komunitas yang beritanya dianggap meresahkan, Kementerian tersebut akan meminta Kominfo memutus akses terhadap media komunitas tersebut.

Ade menjelaskan, dalam proses hukum yang umum, kewenangan penindakan, penyelidikan dan penyidikan ada di ke­polisian. Selanjutnya, proses penuntutan di kejaksaan dan proses persidangan di pengadilan.

“Dalam online, dunia digital, kewenangan semua polisi di Kominfo. Kewenangan jaksa ada Kominfo, pengadilan ada di Kominfo. Artinya, potensi abuse-nya sangat tinggi dan itu sangat sering kami kritisi terkait itu,” ungkap Ade.

Baca juga : Ibu Dan Anak Berpotensi Duel

Ade juga menyoroti proses pemeriksaan PSE yang diadukan tidak transparan dan tidak ada proses yang adil untuk teradu di dalam Pasal 14 dan Pasal 15. Alhasil, tidak ada mekanisme untuk membela diri ketika misalnya diadukan.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito mendesak Kemenkominfo membatalkan regulasi tersebut.

Sasmito menyebut, kewajiban pendaftaran PSE lingkup privat yang diberlakukan Kemenkominfo tidak hanya untuk plat­form media sosial besar seperti Google, Meta Group, Tiktok. Juga berlaku untuk situs-situs berita.

“Beleid itu tidak hanya persoalan ad­ministratif, melainkan upaya agar PSE tunduk pada ketentuan Permenkominfo 5/2020. Penundukan ini, artinya mem­berikan pintu bagi Kominfo dan institusi Pemerintah lain mengawasi dan menyen­sor,” ujar Sasmito.

Baca juga : Kemenkominfo Gelar Pekan Literasi Digital Di Sumba Timur

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menegaskan, tidak ada pasal karet di dalam Permenkominfo 5/2020. “Tidak ada pasal karet. Sangat jelas, pasal yang mana,” ujarnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.