Dark/Light Mode

Kepala BPIP Jadi Penguji Sidang Doktor Di UIN Sunan Kalijaga

Sabtu, 27 Agustus 2022 18:01 WIB
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi menjadi, promotor sekaligus penguji pada sidang ujian promosi doktor Ahmad Muttaqin di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (27/8). (Foto: Ist)
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi menjadi, promotor sekaligus penguji pada sidang ujian promosi doktor Ahmad Muttaqin di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (27/8). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi menjadi, promotor sekaligus penguji pada sidang ujian promosi doktor Ahmad Muttaqin di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (27/8). Tak hanya Yudian, Anggota Stafsus Ketua Dewan Pengarah BPIP Romo Benny Susetyo hadir sebagai penguji.

Setelah mendengarkan pemaparan Ahmad Muttaqin yang berjudul Hermeneutika Pancasila: Paradigma Penafsiran Al-Qur’an Konteks Keindonesiaan, usaha menjembatani Konsensus antara beragama dan bernegara, Yudian  menyatakan bahwa perlu dibangun konsensus antara para pihak dalam metodologi penafsiran.

"Sering kali  hal yang sebenarnya sama sama baik dianggap bertentangan karena perbedaan metodologi, tafsir dan sudut pandang," kata Yudian. 

Karena itu, mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga ini melanjutkan, konsensus yang hanya bisa didapatkan melalui musyawarah dan mufakat merupakan unsur penting dalam upaya menjembatani perbedaan perbedaan sudut pandang. "Karena Konsensus adalah pertemuan pemikiran, bukan penyeragaman," ucapnya.

Sebelumnya, Muttaqin memaparkan di era sekarang yang sekat ruang dan waktu semakin menghilang,  dialektika antara pihak dengan berbagai latar belakang makin sering terjadi. Tak jarang, pertemuan ide dan perbedaan interpretasi serta pemaknaan ini menimbulkan  benturan yang mengakibatkan terjadinya gesekan dalam masyarakat yang lebih jauh dapat menyebabkan pertikaian antar golongan. 

Baca juga : Barang Mati Dihidupkan Lagi

Karena itu, Muttaqin mengajukan disertasi   Hermeneutika Pancasila: Paradigma Penafsiran Al-Qur’an Konteks Keindonesiaan. "Pemilihan judul dan topik ini  dilatarbelakangi oleh problem teoretis penafsiran Al-Qur’an  dalam konteks keindonesiaan," ujarnya. 

Menurut dia, meskipun pendekatan kontekstual telah  mengalami perkembangan, pendekatan penafsiran yang berakar dari  prinsip keindonesiaan belum sepenuhnya dibangun secara paradigmatis. 

Muttaqin berargumen, pendekatan kontekstual masih perlu dikembangkan dalam konteks keindonesiaan yang memiliki perbedaan  dengan bangsa atau negara lain. 

Pancasila sebagai dasar dan pedoman berkehidupan, berbangsa dan bernegara di Indonesia tentunya dapat menjadi basis penafsiran. Pancasila tidak hanya sebagai  ekstrak nilai kultural dan representasi konteks sosial, tetapi juga dapat diaktifkan menjadi paradigma penafsiran Al-Qur’an.

Karena itulah penelitian ini memiliki tujuan untuk menjawab tiga rumusan masalah yaitu bagaimana konstruksi paradigma kontekstual Al-Qur’an yang telah ada dan mengapa masih perlu dikembangkan dalam konteks keindonesiaan? Mengapa paradigma penafsiran Al-Qur’an konteks keindonesiaan perlu melibatkan Pancasila? Dan bagaimana konstruksi paradigma penafsiran Al-Qur’an konteks keindonesiaan yang berbasis Pancasila. 

Baca juga : Diperlukan Koalisi Besar Menopang Pemerintahan

Dalam ujian ini mengemuka bahwa upaya mendialogkan Pancasila sebagai representasi  keindonesiaan telah banyak dikaji untuk diintegrasikan dalam studi  keislaman. "Namun, selama ini upaya tersebut lebih cenderung pada legitimasi sila Pancasila dengan ayat atau mencari kesesuaian nilai  keduanya," ujarnya.

Lebih lanjut Muttaqin menyatakan bahwa Pancasila adalah konteks kekinian dalam penafsiran  kontekstual keindonesiaan. 

Selain sebagai ideologi, Pancasila dapat dikembangkan menjadi paradigma keilmuan dalam penafsiran. 

Pancasila juga memiliki nilai religius-humanistis sebagaimana  prinsip pendekatan kontekstual. Pancasila memiliki unsur Ilahi sekaligus  manusiawi, universal sekaligus lokal, absolut sekaligus relatif, abadi  sekaligus sementara, dan tekstual sekaligus kontekstual. 

"Hukum kepasangan ini tidak hanya terkandung dalam setiap sila Pancasila,  tetapi juga dilihat dari keseluruhan sistem Pancasila dan karenanya Pancasila dapat menjadi model realitas sekaligus idealitas penafsiran konteks keindonesiaan," paparnya.  

Baca juga : Orangnya Jokowi Di Urutan Teratas

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo yang juga hadir dalam kesempatan itu sebagai penguji  memberi pertanyaan mengenai apa manfaat praktis dari penelitian ini, yang tidak hanya berguna Bagi BPIP sebagai Badan yang bertugas mengelola dan memberikan pembinaan pancasila kehadapan publik. 

Muttaqin menjawab fungsi dari penelitian Ini adalah membuktikan bahwa Pancasila adalah representasi yang penting dan valid dari sisi keindonesiaan. Karena Pancasila tidak hanya mengakomodir sisi Ketuhanan yang sejalan dengan Al-Quran tetapi juga sisi berkehidupan dan bertingkah laku. 

Lebih lanjut, hal ini membuktikan bahwa Pancasila dan Agama bukan hal yang berseberangan dan harus dipilih salah satu. "Segala jenis perbedaan sudut pandang dan tafsir dapat dikelola dengan menggunakan Pancasila sebagai dasar hingga perbedaan yang terjadi semata mata berguna untuk memperkaya keilmuan dan sudut pandang, bukan untuk dipertajam hingga berujung pada perpecahan," tutupnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.