Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
RM.id Rakyat Merdeka - Ketua Squad Penanggulangan Bencana Indonesia (PBI) Subur Rojinawi mengungkapkan relawan bisa menjadi pengganggu kegiatan evakuasi dan penyelamatan di lokasi bencana. Yaitu, mereka yang datang tanpa skill dan tidak berkoordinasi dengan petugas di lapangan.
“Agar tidak menjadi benalu yang mengganggu upaya penyelamatan, seorang relawan harus paham etika relawan, kearifan lokal, dan harus memegang prinsip kerja relawan,” ujar Subur di acara diskusi bedah buku Pendar-Pendar Filantropi, di Cafe Relawan Bogor Jumat (8/9).
Subur mengungkapkan, ada lima prinsip kerja yang wajib dimiliki relawan. Yaitu, mandiri, profesional, sinergi, kolaborasi, dan akuntabel. Jika ini sudah dimiliki, maka seorang relawan itu bisa bekerja maksimal di sebuah daerah bencana.
Gayung bersambut, International Trainner Voulenter Disaster, Ujang Lasmana menekankan pentingnya seorang relawan untuk menjadi profesional dan terus mengasah skilnya agar tidak menjadi beban di lapangan.
Baca juga : Pangeran Harry Tiba Setelah Ratu Meninggal Di Balmoral
“Seringkali kita jumpai di lokasi bencana, jumlah relawan lebih banyak dari jumlah korbannya. Ini akhirnya yang bikin repot siapa? Ya relawan itu sendiri," ujar Ujang.
Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) ini juga mengungkapkan, realita di lapangan, para relawan kesulitan membuat laporan anggaran saat berkegiatan di lapangan. Asumsinya, belum tentu ada niat buruk untuk penggelapan dana. Namun, kesibukan itu sendiri yang melalaikan membuat laporan.
Sarannya, relawan bisa didampingi oleh petugas administrasi yang khusus mengumpulkan berbagai dokumentasi hingga kwitansi pembelanjaan sebagai dasar membuat laporan kegiatan para relawan di lokasi bencana.
Relawan senior Indonesia Care, Anca Rahadiansyah mengamini, kehadiran para relawan di setiap daerah bencana itu sangat dibutuhkan. Namun, jangan sampai kehadirannya justru melakukan tindakan yang tidak terpuji.
Baca juga : Pengamat: Airlangga Sosok Capres Yang Banyak Kerja, Tak Suka Pencitraan
“Misalnya, melakukan pelecehan atau berpacaran dengan penyintas. Ini tidak etis. Kembalikan kepada niat awal datang untuk membantu. Untuk ini kadang saya ngga ada toleransi. Lebih baik saya pulangkan," tegas mantan relawan ACT dan Dompet Dhuafa ini.
Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Achmad Syahid mengusulkan agar menjamurnya kelompok relawan di Indonesia diimbangi dengan regulasi yang kuat.
Kebijakannya, kata Guru Besar Psikologi UIN Syarif Hidayatullah ini, harus diatur dengan baik, aturan main maupun persentase yang berhak di ambil oleh penyelenggara lembaga kemanusiaan guna pembiayaan operasionalnya juga perlu dibuatkan regulasinya.
“Agar kejadian serupa terhadap ACT tak terulang kembali," pesannya.
Baca juga : Penyesuaian Harga BBM, Pahit Tapi Baik
Direktur Eksekutif Indonesia Care, Lukman Azis menyoroti transparansi lembaga kemanusiaan atau filantropi yang belum maksimal.
"Coba donasi yang masuk bisa terpantau secara digital dalam aplikasi seperti pada aplikasi e-commerce. Bisa di-trace perjalanan donasi mulai dari donatur melakukan transfer hingga sampai ke tangan penerima manfaat. Setiap saat donatur bisa melihat dana yang disetorkan sudah sampai mana dan berapa lama estimasi tiba ditangan penerima manfaat," ujar Lukman. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya